I.
PENDAHULUAN
Betapa
kayanya Indonesia, apa yang
tidak bisa ditanam di tanah Indonesia.
Kita semua harus bersyukur atas
semua pemberian Allah swt kepada
bangsa Indonesia yaitu pemberian berbagai macam bahan makanan, laut yang luas dengan hasil yang berlimpah, tanah yang luas,
tanah yang subur, sehingga apa yang di tanam bisa tumbuh dan menghasilkan
pangan. Tidaklah salah lirik lagu salah satu grup band legendaries Indonesia
Koesplus yang menggambarkan “Tongkat kayu dan batu jadi tanaman”.
Indonesia
mempunyai kelebihan yang luar biasa bila dibanding dengan bangsa-bangsa lain di
dunia. Apapun yang kita tanam bisa tumbuh bahkan orang Belanda bilang di
Indonesia jari di tanam bisa tumbuh. Itu artinya bahwa wilayah Indonesia ini
memang betul-betul sangat subur dan kaya akan berbagai macam pangan lokalnya.
Pangan
lokal sesungguhnya merupakan bentuk kekayaan budaya kuliner kita.
Keanekaragamannya yang terbentuk atas dasar ketersediaan bahan baku dan
kebutuhan lokal, menjadikannya memiliki tingkat kesesuaian yang tinggi dengan
kebutuhan masyarakat akan energi bagi tubuhnya. Seperti halnya umbi-umbian.
Saat
ini, umbi yang masih kita kenal hanya ubi jalar dan ubi kayu saja. Bagi kita,
nama-nama umbi seperti gembili, ganyong, uwi, suweg, gadung, bentoel dan
lain-lain terdengar asing ditelinga. Apalagi untuk anak-anak, saat ini mereka
banyak yang tidak kenal jajanan pasar seperti gatot, tiwul,
blendong/blendus/gronthol, jemblem, combro, cenil, klepon, gempo yang semakin
lama semakin tenggelam dengan banyaknya makanan kemasan di warung-warung
sekitar.
Selama ini makanan umbian masih kurang diminati karena masyarakat
menilai pangan umbian saat ini ketinggalan zaman. Akibatnya pangan tersebut
jarang sekali disajikan sebagai hidangan sehari-hari atau sebagai camilan.
Masyarakat kini masih memandang bahwa makanan Barat yang siap saji (fast food) lebih baik, sehat dan
higienis. Padahal, makanan tersebut hampir seluruhnya menggunakan bahan baku
terigu yang bahan bakunya di impor, seperti pizza atau mie.
Siapa bilang umbi-umbian
adalah makanan desa, ketinggalan zaman dan tak bergizi. Berdasarkan penelitian,
umbi-umbian tersebut memiliki kandungan gizi yang tinggi.
Suweg
memiliki kandungan kalsium yang baik bagi pertumbuhan anak, dapat menguatkan
tulang dan gigi baik bagi anak maupun orang dewasa. Begitu juga dengan kimpul,
selain mengandung kalsium, juga mengandung kalori yang digunakan oleh tubuh
untuk beraktifitas.
Sedangkan
uwi memiliki fosfor dengan kandungan tinggi yang digunakan oleh tubuh untuk
proses metabolisme. Tidak ketinggalan dengan gadung, umbi ini ternyata
mengandung vitamin C cukup tinggi, bagus untuk meningkatkan kekebalan tubuh
serta menghindari serangan flu di musim yang mudah berubah seperti sekarang.
Untuk
umbi ganyong, data Direktorat Gizi Depkes RI menyebutkan bahwa kandungan gizi
Ganyong tiap 100 gram secara lengkap terdiri dari kalori 95,00 kal, protein 1,00 g, lemak 0,11 g, karbohidrat 22,60 g, kalsium 21,00 g, fosfor 70,00 g, zat besi 1,90 mg, vitamin B1 0,10 mg, vitamin C 10,00 mg, air 75,00 g.
Untuk
itu, perlu diperkenalkan kepada anak-anak sejak dini tentang manfaat
mengkonsumsi makanan umbi-umbian. Hal ini dapat dilakukan mulai dari keluarga
dengan menyajikan makanan lokal, kantin sekolah bahkan pasar swalayan. Sehingga
makanan lokal akan menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan juga bisa diterima
secara internasional. Selain itu dengan memanfaatkan berbagai pangan lokal,
akan baik bagi stabilitas pangan suatu daerah. Jenis yang semakin banyak
memungkinkan masyarakat untuk memiliki alternatif pangan lain selain beras dan terigu.
Selama
ini, sebagian besar masyarakat kita hanya mengenal beras sebagai sumber makanan
pokok. Pernyataan
konyol yang sudah membudaya di masyarakat kita selalu
bilang kalau belum makan nasi ya namanya belum makan. Padahal sumber
karbohidrat bukan hanya dari beras, dan sebenarnya Indonesia kaya sekali dengan
beragam jenis umbi-umbian. Namun sayangnya baru dikenal dan dimanfaatkan oleh
sebagian kecil masyarakat terutama di pedesaan saja. Keterbatasan informasi
mengenai jenis dan kegunaannya bisa jadi merupakan salah satu penyebab minimnya
pemanfaatan umbi-umbian terutama dari jenis minor selain kentang, singkong,
talas dan ubi jalar.
II. MACAM-MACAM TANAMAN UMBI
1.
Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)
Dikenal dengan nama ketela rambat, huwi boled (Sunda), tela rambat (Jawa), sweetpotato (Inggris), dan shoyo (Jepang) merupakan sumber karbohidrat yang cukup penting dalam sistem ketahanan pangan kita. Selain karbohidrat sebagai kandungan utamanya, ubi jalar juga mengandung vitamin, mineral, fitokimia (antioksidan) dan serat (pektin, selulosa, hemiselulosa).
Ada beberapa varietas ubi jalar yang ada di Indonesia yaitu Daya, Borobudur, Prambanan, Mendut, Kalasan, Muara Takus, Cangkuang, Sewu. Sedangkan varietas-varietas yang baru dilepas tahun 2001 antara lain Cilembu yang berasal dari Sumedang. Masing-masing varietas memiliki rasa khas yang berbeda-beda.
Ubi Cilembu merupakan salah satu produk pertanian unggulan bagi Pemerintah Kabupaten Sumedang. Daerah penghasil ubi cilembu adalah Cilembu, Cadas, Pangeran, Sumedang. Ubi cilembu berkulit gading, berurat, dan panjang, sedangkan getahnya akan meleleh seperti madu ketika dipanggang. Ubi ini sangat manis dan pulen, berbeda dengan ubi kebanyakan. Rasa manis dari ubi Cilembu akan lebih terasa apabila ubi dibakar dalam open, terutama apabila ubi mentah telah disimpan lebih dari satu minggu.
2.
Singkong (Manihot esculenta Crantz)
Di
Indonesia singkong atau ubi kayu, bodin, sampeu mempunyai arti ekonomi penting
dibandingkan dengan umbi-umbi lainnya. Jenis ini kaya akan karbohidrat dan
merupakan makanan pokok di daerah tandus di Indonesia. Selain umbinya, daunnya
mengandung banyak protein yang dipergunakan berbagai macam sayur, dan daun yang
telah dikayukan digunakan sebagai pakan ternak. Batangnya digunakan sebagai kayu bakar dan seringkali dijadikan
pagar hidup.
Produk
olahan dari bahan singkong dapat ditemukan di beberapa tempat seperti Malang,
Kebumen, DI Yogyakarta, Temanggung dan
masih banyak lagi. Berbagai macam produknya antara lain mie, krupuk, tiwul instan, kue
lapis, bidaran, stick, pluntiran, tiwul, gatot, tepung tapioka dan lain-lain.
Salah satu umbi yang memiliki nilai strategis sebagai pengganti nasi putih adalah singkong. Singkong mengandung karbohidrat sangat tinggi, sekitar 34 sampai 38 gram per 100 gram. Kandungan energinya 146 sampai 157 kalori per 100 gram bahan. Namun, kadar protein dalam singkong tergolong rendah, sehingga harus diimbangi dengan pangan sumber protein saat mengonsumsinya.
Dibandingkan singkong putih, singkong kuning memiliki keunggulan kandungan provitamin A, yang di dalam tubuh diubah menjadi vitamin A. Kadar provitamin A pada singkong kuning setara dengan 385 SI vitamin A per 100 gram, sedangkan singkong putih tidak mengandung vitamin A.
Satu hal yang perlu diwaspadai pada pengolahan singkong adalah kandungan asam sianida (HCN) yang bersifat racun. Ada empat golongan singkong berdasarkan kadar HCN-nya: golongan yang tidak beracun (sekitar 50 mg HCN per kg umbi segar), golongan beracun sedikit (50 sampai 80 mg HCN per kg umbi segar, golongan beracun (80 sampai 100 mg HCN per kg umbi segar), dan golongan sangat beracun (lebih dari 100 mg HCN per kg umbi segar).
Singkong pun menjadi makanan utama di daerah Gunung Kidul. Tetapi, kedudukan singkong mulai bergeser karena penduduk sudah mulai terbiasa makan nasi yang didatangkan ke daerah itu.
3.
Suweg
(Amorphophallus paeoniifolius (Dennstedt)
Nicolson)
Suweg
merupakan salah satu jenis Araceae yang berbatang semu, memiliki satu daun
tunggal yang terpecah-pecah. Jenis ini jarang dibudidayakan, umumnya tumbuh di
hutan-hutan jati atau kebun yang tidak dipelihara. Seperti halnya talas, suweg
juga mengandung kristal kalsium oksalat yang membuat rasa gatal. Senyawa ini
dapat dihilangkan dengan cara perlakuan dan perebusan. Umbinya dapat dipanen 8 sampai 10 bulan. Beberapa daerah penghasil suweg ini
antara lain Wonosari dan
Malang.
Suweg merupakan salah satu jenis Araceae yang berbatang semu, memiliki satu daun tunggal yang terpecah-pecah. Jenis ini jarang dibudidayakan, umumnya tumbuh di hutan-hutan jati atau kebun yang tidak dipelihara. Seperti halnya talas, suweg juga mengandung kristal kalsium oksalat yang membuat rasa gatal. Senyawa ini dapat dihilangkan dengan cara perlakuan dan perebusan. Suweg memiliki kandungan kalsium yang baik bagi pertumbuhan anak, dapat menguatkan tulang dan gigi baik bagi anak maupun orang dewasa. Umbinya dapat dipanen 8 sampai 10 bulan.
4.
Garut (Maranta arundinacea L.)
Kata garut berasal dari kata arrowroot yang berarti tanaman yang mempunyai akar rimpang (umbi) berbentuk seperti busur panah. Umbi garut memiliki tekstur lembut dan mudah dicerna. Itu sebabnya umbi garut sangat dianjurkan untuk dikonsumsi oleh seseorang yang baru sembuh dari sakit. Juga cocok dikonsumsi anak yang mengidap autis. Tingginya kadar karbohidrat dan energi membuat umbi garut dapat digunakan sebagai pengganti karbohidrat. Kadar proteinnya relatif rendah ketimbang tepung beras atau tepung jagung, tetapi setara dengan protein sagu, tepung singkong, tepung kentang, maizena, dan tapioka.
Rendahnya protein tepung umbi garut dapat disiasati dengan mengombinasikannya bersama bahan pangan sumber protein. Dalam industri makanan, pati garut dimanfaatkan sebagai bahan baku jenang (dodol), kue dadar, kue semprit, cantik manis, roti, biskuit, cendol, puding, keripik, mi, glukosa cair, serta makanan bayi.
Pati garut dapat digunakan sebagai pengganti sebagian atau seluruh tepung terigu pada industri makanan. Dalam pembuatan roti tawar, tepung garut dapat mensubstitusi terigu sebanyak 10 sampai dengan 20%, sedangkan pada pembuatan mi kering, dapat mensubstitusi tepung terigu hingga 15 sampai 20%.
Tanaman
garut menyukai tumbuh pada tanah yang lembap dan di bawah naungan. Di Jawa Barat, garut dikenal dengan sebutan
sagu atau irut. Umbinya banyak mengandung tepung pati yang sangat halus yang
mudah dicerna. Beberapa daerah penanaman dan produksi tepung garut yang
dikunjungi antara lain di Malang, Yogyakarta dan Garut. Umbi tanaman ini dapat
diolah menjadi tepung garut, kue semprit dan emping garut.
5.
Ganyong
(Canna indica L.)
Seperti
halnya dengan tanaman garut, ganyong umumnya tumbuh berumpun di bawah naungan seperti di bawah jati, bambu, pisang, biasanya
ditanam secara tumpang sari namun belum secara intesif. Umumnya, hasilnya untuk
konsumsi keluarga saja. Dikenal 2 macam ganyong yaitu ganyong berdaun merah dan
berdaun putih, meskipun umbinya berwarna putih dan mempunyai rasa yang sama. Di
Jawa Barat ganyong dikenal dengan nama ganyol.
Seperti halnya dengan tanaman garut, ganyong umumnya tumbuh berumpun di bawah naungan antara lain di bawah jati, bambu, pisang, biasanya ditanam secara tumpang sari namun belum secara intesif. Umumnya, hasilnya untuk konsumsi keluarga saja. Dikenal 2 macam ganyong yaitu ganyong berdaun merah dan berdaun putih, meskipun umbinya berwarna putih dan mempunyai rasa yang sama. Di Jawa Barat ganyong dikenal dengan nama ganyol.
Untuk umbi ganyong, data Direktorat Gizi Depkes RI menyebutkan bahwa kandungan gizi Ganyong tiap 100 gram secara lengkap terdiri dari kalori 95,00 kal, protein 1,00 g, lemak 0,11 g, karbohidrat 22,60 g, kalsium 21,00 g, fosfor 70,00 g, zat besi 1,90 mg, vitamin B1 0,10 mg, vitamin C 10,00 mg, air 75,00 g.
6.
Gadung
(Dioscorea hispida Dennst.)
Jenis
ini dicirikan dari daunnya yang terdiri dari 3 helai daun dan batangnya yang
berbulu dan berduri tersebar sepanjang batang dan tangkai daun. Umbinya
berwarna coklat muda, diliputi rambut-rambut akar yang besar dan kaku.
Umbi gadung tidak dapat dikonsumi secara langsung karena beracun sehingga harus
diberi perlakuan tertentu sebelum diolah. Produk hasil olahan biasanya berupa
kripik gadung. Dari pengamatan di pasar tradisional di beberapa daerah
diketahui produk kripik gadung baik mentah maupun matang telah jarang dijumpai,
tampaknya telah didominasi oleh kripik kentang.
Jenis ini dicirikan dari daunnya yang terdiri dari 3 helai daun dan batangnya yang berbulu dan berduri tersebar sepanjang batang dan tangkai daun. Umbinya berwarna coklat muda, diliputi rambut-rambut akar yang besar dan kaku. Umbi gadung tidak dapat dikonsumi secara langsung karena beracun sehingga harus diberi perlakuan tertentu sebelum diolah. Produk hasil olahan biasanya berupa kripik gadung. Dari pengamatan di pasar tradisional di beberapa daerah diketahui produk kripik gadung baik mentah maupun matang telah jarang dijumpai, tampaknya telah didominasi oleh kripik kentang.
7.
Uwi (Dioscorea spp.)
Ada
beberapa varietas dari uwi dan penamaannya di tiap daerah juga berbeda-beda. Di
daerah Wonosari (Yogyakarta) dan desa Poncokusumo (Malang-Jawa Timur), terdapat
varietas uwi putih dan uwi ungu (“gadung” dalam bahasa JawaTimur). Di
Kutowinangun (Jawa Tengah), dikenal yang namanya uwi abang kulit (kulit luarnya berwarna
merah “abang” dalam bahasa Jawa Tengah), sedangkan di daerah Garut dikenal
varietas huwi manis/kalapa (karena rasanya manis seperti kelapa) dan huwi
hideung (karena warna hitam ”hideung” hitam dalam bahasa Sunda). Umbi uwi ini biasanya dipanen
sekitar umur 6 sampai 8 bulan. Pemanfaatan uwi sebagai sumber bahan pangan biasanya hanya
sebatas dikonsumsi sebagai pengganti nasi dengan cara dikukus, atau di
kecamatan Leles, Kabupaten Garut, uwi biasanya digunakan untuk acara sawaka (7
bulanan masa kehamilan).
Uwi memiliki fosfor dengan kandungan tinggi yang digunakan oleh tubuh untuk proses metabolisme. Tidak ketinggalan dengan gadung, umbi ini ternyata mengandung vitamin C cukup tinggi, bagus untuk meningkatkan kekebalan tubuh serta menghindari serangan flu di musim yang mudah berubah seperti sekarang.
8.
Gembili
(Dioscorea esculenta (Lour.)
Burkill)
Jenis
ini merupakan salah satu yang dibudidayakan dan jarang ditemukan tumbuh liar.
Umumnya ditanam secara terbatas di pekarangan rumah. Umbinya berwarna putih
sampai putih kekuningan dan pemanfaataannya sebatas dikonsumsi dengan cara
dikukus sebagai pengganti makanan pokok. Umbi gembili banyak dijual di
pasar-pasar tradisional di Jawa Tengah antara
lain Kebumen, Kutowinangun, Wonosari dan Jawa
Timur yaitu di Malang.
Jenis ini merupakan salah satu yang dibudidayakan dan jarang ditemukan tumbuh liar. Umumnya ditanam secara terbatas di pekarangan rumah. Umbinya berwarna putih sampai putih kekuningan dan pemanfaataannya sebatas dikonsumsi dengan cara dikukus sebagai pengganti makanan pokok. Umbi gembili banyak dijual di pasar-pasar tradisional di Jawa Tengah (Kebumen, Kutowinangun, Wonosari) dan Jawa Timur (Malang).
9.
Kentang hitam (Coleus
tuberosum Benth. Atau Plectranthus rotundifolius (Poiret) Sprengel)
Kentang
hitam/ireng seringkali disebut juga sebagai kentang kleci (karena bentuk
umbinya kecil, bulat seperti bentuk kleci atau kelereng). Disebut sebagai
kentang ireng karena kulit luarnya berwarna hitam (“ireng” dalam bahasa Jawa).
Biasanya dipanen pada musim panas. Hasil informasi diketahui bahwa tanaman ini
terdapat di daerah Jawa Tengah (seperti Kebumen, Kutowinangun, Temanggung) dan
Jawa Barat (daerah Sumedang) tampaknya populasinya sudah agak jarang. Umbi kentang ireng
biasanya dikonsumsi sebagai sumber karbohidrat dengan cara dikukus atau untuk campuran sayur dan
sambal goreng.
Kentang mengandung vitamin C dan mineral yang cukup tinggi. Kandungan karbohidrat kentang sekitar 18%, protein 2,4% dan lemak 0,1%. Total energi yang diperoleh dari 100 gram kentang sekitar 80 kalori.
Kentang merupakan satu-satunya jenis umbi yang kaya vitamin C, kadarnya mencapai 31 miligram per 100 gram kentang. Umbi-umbian lainnya sangat miskin vitamin C. Kadar vitamin lain yang cukup menonjol adalah niasin dan tiamin (vitamin B1).
Kentang juga mengandung berbagai mineral seperti kalsium (26 mg/100 g), fosfor (49 mg per 100 g), besi (1,1 mg/100 g), dan kalium (449 mg/100 g). Sementara kandungan natriumnya sangat rendah, yaitu 0,4 mg/100 g.
Rasio kalium terhadap natrium yang tinggi pada kentang sangat menguntungkan bagi kesehatan, khususnya dalam mencegah penyakit tekanan darah tinggi (hipertensi).
10.
Talas (Colocasia sp.)
Salah
satu jenis umbi-umbian yang cukup banyak digemari orang adalah talas. Talas
sembir atau semir banyak dijumpai dan dibudidayakan di desa Sembir, Kabupaten
Sumedang. Batang dan daunnya dapat disayur. Selain talas sembir, penduduk
setempat membudidayakan pula talas gadong dengan ciri-ciri berbatang ungu dan
mempunyai anakan banyak, namun batangnya tidak bisa disayur. Menurut masyarakat
setempat, rasa talas semir lebih enak dan daging umbinya lebih pulen dari talas
bogor (Colocasia esculenta (L.) Schotz).
Talas juga berpotensi menjadi makanan pokok selain betas karena mengandung karbohidrat dan zat gizi lainnya. Karena kandungan karbohidrat pada talas cukup tinggi meskipun tidak sebesar singkong, beras, maupun gandum. Komponen terbesar dari karbohidrat talas adalah pati yang mencapai 77,9%. Pati umbi talas terdiri atas 17 sampai 28% amilosa, sisanya 72 sampai 83% adalah amilopektin.
Tingginya kadar amilopektin menyebabkan talas bersifat pulen dan lengket seperti beras ketan. Keunggulan lain dari pati talas adalah mudah dicerna, sehingga cocok digunakan sebagai makanan bayi atau penyembuhan pasca sakit.
Talas juga memiliki kadar protein yang lebih baik. Protein ini mengandung beberapa asam amino esensial meski miskin histidin, lisin, isoleusin, triptofan dan metionin.Untuk meningkatkan kualitas protein, talas dapat dikonsumsi dengan kacang-kacangan.Talas juga mengandung lemak, vitamin dan mineral.
Seperti umbi-umbian lain, umbi talas juga mengandung oligosakarida, terutama rafinosa. Oligosakarida tersebut tidak tercerna di dalam usus halus, tetapi masuk ke dalam usus besar.Di dalam usus besar, rafinosa difermentasi oleh sejumlah mikroflora menghasilkan bermacam gas, seperti metan (CH4), karbon dioksida (CO2), dan hidrogen (H2).
Akumulasi gas-gas tersebut menyebabkan kembung, sehingga orang sering buang gas (kentut) setelah makan talas.Namun, proses pemasakan seperti perebusan, penggorengan, pengukusan, atau pemanggangan yang cukup dapat membantu mereduksi senyawa rafinosa pada talas.
11. Mbote (Xanthosoma sp.)
Di
beberapa daerah di Jawa Timur, talas kadangkala disebut mbote. Seperti halnya
kimpul, mbote yang diambil anakan umbinya. Kulit luar umbi mbote berambut dan
umbinya beruas-ruas. Di pasar tradisional Malang juga banyak dijual umbi mbote,
biasanya dikonsumsi dengan cara dikukus. Di Kecamataan Turen, Malang, mbote ini
sudah diolah menjadi kripik mbote dengan berbagai macam rasa, renyah dan
enaknya tidak kalah dengan talas, bahkan ada rasa khas mbote.
12. Kimpul
(Xanthosoma nigrum (Vell.)
Mansfeld)
Kimpul
seringkali dicampur adukkan
dengan talas. Jika talas yang diambil umbi induknya, maka kimpul yang
diambil umbi anakannya. Kulit luar umbi kimpul halus dan tidak beruas-ruas.
Pemanfaatan kimpul ini sebagai sumber bahan pangan dengan cara dikukus. Banyak
dijumpai di pasar-pasar tradisional di daerah Malang dan Temanggung.
KAMI MENCARI KIMPUL KALAU ADA YANG PUNYA BELI 1 KWINTAL DENGAN HARGA TERJANGKAU
BalasHapusPerkilonya mau bayar brp?
HapusSIAPA YANG PUNYA KIMPUL HUBUNGU SAYA 089657448333
BalasHapuswooow desa kmi bnyk kimpul
BalasHapus