Kamis, 07 November 2013

pengaruh pencahayaan terhadap penampilan burung puyuh di kecamatan turi kabupaten sleman propinsi daerah istimewa yogyakarta

PENGARUH PENCAHAYAAN TERHADAP PENAMPILAN BURUNG PUYUH DI KECAMATAN TURI KABUPATEN SLEMAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA


PROPOSAL TUGAS AKHIR


Oleh :
ANDRI KISWANTORO
NIRM. 042040275












JURUSAN PENYULUHAN PETERNAKAN
SEKOLAH TINGGI PENYULUHAN PERTANIAN BOGOR
2008
Judul                           : Pengaruh Pencahayaan Terhadap Penampilan Burung Puyuh
                                      di Kecamatan Turi Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Isti –
                                      mewa Yogyakarta.
Nama                           : Andri Kiswantoro
NIRM                         : 042040275
Jurusan                        : Penyuluhan Peternakan




Disetujui :
Pembimbing I,                                                                                     Pembimbing II,



Drs. Susilo, M. Si.                                                                               Drs. Rizal Krisna
NIP. 080074156                                                                                 NIP. 080034177




Diketahui :
Ketua Jurusan



Ir. Kenedy Putra, M. Si.
NIP. 080100001



Tanggal seminar : …………………………..
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya Proposal Tugas Akhir ini dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya.
Sebelum menuyusun proposal, penulis melakukan survai lokasi terlebih dahulu, di mana isi proposal ini dibuat berdasarkan permasalahan yang tengah dihadapi petani, sehingga tersusunlah sebuah judul tentang Pengaruh Pencahayaan Terhadap Penampilan (Performance) Burung Puyuh. Selain dari pada itu, proposal ini disusun sebagai persyaratan untuk melaksanakan Praktek Akhir.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1.      Bapak Dr. Ir. Asmiun Noeralam, MS. selaku Ketua Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Bogor.
2.      Bapak Ir. Kenedy Putra, M,Si. selaku Ketua Jurusan Penyuluhan Peternakan STPP Bogor.
3.      Bapak Drs. Susilo, M. Si. selaku pembimbing I dan Bapak  Drs. Rizal Krisna selaku pembimbing II.
4.      Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan Proposal Tugas Akhir ini.
Demikian sedikit kata pengantar dari penulis, semoga Proposal Tugas Akhir ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.



                                                                                                Bogor, Desember 2007

                                                                                                Penulis





DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR         .......................................................................             i
DAFTAR ISI                         .......................................................................             ii
DAFTAR TABEL                .......................................................................             iii
DAFTAR GAMBAR           .......................................................................             iv
DAFTAR LAMPIRAN       .......................................................................             v

I.      PENDAHULUAN
A. Latar Belakang                .......................................................................             01
B. Rumusan Masalah           .......................................................................             02
C. Tujuan                             .......................................................................             03
D. Manfaat                           .......................................................................             03
II.      DASAR PERENCANAAN
A. Potensi Wilayah              .......................................................................             05
     1. Sumber Daya Alam     .......................................................................             05
     2. Sumber Daya Manusia.......................................................................             06
B. Tinjauan Sistem Agribisnis.....................................................................             09
      1. Subsistem Agroinput .......................................................................             09
      2. Subsistem Agroproduksi...................................................................             20
      3. Subsistem Agroindustri....................................................................             36
      4. Subsistem Pemasaran .......................................................................             38
C. Tinjauan Penyuluhan       .......................................................................             39
D. Pendekatan dan Metodelogi..................................................................             42
III.      METODE
A. Metode Identifikasi Masalah.................................................................             48
B. Pemberdayaan Sistem Agribisnis...........................................................             49
C. Pemberdayaan Kelompoktani................................................................             53
DAFTAR PUSTAKA                .......................................................................             57
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Luas dan Produksi Tanaman............................................................             00
Tabel 2. Tanaman Perdagangan (Komoditi Perkebunan)..............................             00
Tabel 3. Data Pangan              .......................................................................             00
Tabel 4. Data Potensi Perikanan di Kecamatan Turi.....................................             00
Tabel 5. Populasi Ternak Besar dan Ternak Kecil.........................................             00
Tabel 6. Populasi Ternak Unggas...................................................................             00
Tabel 7. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin................................             00
Tabel 8. Jumlah Penduduk Menurut Pemeluk Agama...................................             00
Tabel 9. Jumlah Penduduk Menurut Usia......................................................             00
Tabel 10. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian..............................             00
Tabel 11. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan...........................             00
Tabel 12. Lama Penyimpanan Telur Tetas Terhadap Kemampuan Daya Tetas          00
Tabel 13. Kebutuhan Jumlah Pakan Rata-Rata Puyuh..................................             00
Tabel 14. Pengaruh Lama Pemeliharaan Periode Pembesaran Terhadap Puncak
                Produksi                  .......................................................................             00
Tabel 15. Komposisi Pakan Puyuh Menurut Umur.......................................             00
Tabel 16. Kebutuhan Gizi Puyuh Berdasarkan Periode Pemeliharaan..........             00
Tabel 17. Kebutuhan Jumlah Pakan Rata-Rata Puyuh..................................             00
Tabel 18. Analisi SWOT Agribisnis Ternak Puyuh di Kecamatan Turi
                Kabupaten Sleman  .......................................................................             00
Tabel 19. Skoring Faktor Strategis Internal Usaha Ternak Puyuh.................             00
Tabel 20. Skoring Faktor Strategis Eksternal Usaha Ternak Puyuh..............             00
Tabel 21. Bentuk Pengkajian Rancangan Acak Lengkap (RAL)..................             00






DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pola Persilangan Sederhana Burung Puyuh.................................             00
Gambar 2. Pola Persilangan Burung Puyuh...................................................             00



























DAFTAR LAMPIRAN

Jadwal Kegiatan Pelaksanaan Praktek Akhir................................................             00




























I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Prospek usaha beternak puyuh masih mendapat perhatian yang cerah dari pasar, karena semakin hari permintaan akan telur puyuh makin meningkat. Tidak hanya telur saja produk yang dihasilkan ternak puyuh, melainkan daging, bulu, dan kotoran dapat dijadikan sebagai tambahan pendapatan bagi peternak puyuh.
Awal tahun 1980 ternak puyuh menjadi andalan usaha rakyat kecil, hal ini dikarenakan modalnya relatif kecil, dan tidak memakan banyak tempat, hasilnya cepat didapat, sebab umur 8 minggu ternak puyuh sudah mulai bertelur. Tapi gambaran seperti itu menghilang sejak krisis ekonomi menerpa Indonesia, mulai dari meningkatnya harga pakan dan sarana produksi yang lainnya, sehingga banyak peternak puyuh yang gulung tikar. Namun tidak lama kemudian di tahun 1999 geliat bisnis puyuh mulai bangkit kembali, mulai dari kian maraknya peternak puyuh yang mengembangkan usahanya karena meningkatnya permintaan pasar akan produk puyuh khususnya telur (Trubus, September 2000).
Dalam upaya mengembangkan usaha ternak puyuh, maka perlu diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan beternak puyuh, yaitu mulai dari tatacara pemeliharaannya, kondisi pasarnya ada apa tidak, peternak harus memiliki motivasi usaha yang optimis, faktor lingkungan, dan pelaksanaan manajemennya.
Keberhasilan pemeliharaan ternak unggas khususnya burung puyuh yang utama terletak pada manajemen. Manajemen ini sangatlah luas, akan tetapi salah satu manajemen yang sangat penting karena dapat mempengaruhi produktivitas burung puyuh itu sendiri dan sering kali diabaikan serta disepelekan yaitu manajemen pencahayaan lokasi kandang. Menyikapi dari permasalahan tersebut, maka penulis akan melakukan penelitian dan kaji terap tentang manajemen pencahayaan pada ternak burung puyuh di Dusun Pancoh dan Dusun Kemirikebo Desa Girikerto Kecamatan Turi Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Disampaikan oleh M. H. Togatorop dkk bahwa telah banyak penelitian yang dilakukan di dalam bidang pengelolaan termasuk penyediaan fasilitas-fasilitas antara lain pemberian jenis dan tingkat intensitas serta lamanya cahaya terhadap pertumbuhan dan produksi telur, baik di negara-negara yang sudah maju peternakannya ataupun di Indonesia sendiri. Karena pemberian cahaya tersebut disamping berguna untuk penerangan, juga dapat mempengaruhi kesempatan ternak ternak tersebut untuk makan dan minum.
Kecamatan Turi yang terletak di Kabupaten Sleman ini memiliki 9797 kepala keluarga dengan jumlah penduduknya sebanyak 34664 yang terdiri atas 17111 laki-laki dan 17553 perempuan. Luas wilayahnya 7540 Ha. Sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani khususnya perkebunan, dalam hal ini bahwa Kabupaten Sleman terkenal dengan sentral perkebunan salaknya dan peternak seperti sapi potong, kambing PE, burung puyuh dan ayam serta kerbau dan tidak sedikit pula yang bekerja menjadi buruh (Data Monografi Kecamatan Turi Semester II Tahun 2006).
Populasi ternak puyuh di Kecamatan Turi sebanyak 30000 ekor dengan rata-rata kepemilikan 1000 sampai dengan 3000 ekor per peternak atau kelompok (Data Monografi Kecamatan Turi Semester II Tahun 2006). Dari hasil survai, penulis mendapatkan pernyataan dari peternak puyuh bahwa mereka tidak berani mengganti pakan pabrik dengan pakan hasil formulasi sendiri hal ini di karenakan mereka takut produksi ternak puyuhnya mengalami penurunan. Harapan peternak puyuh di Kecamatan Turi saat ini yaitu bagaimana caranya agar ternak puyuhnya dapat berproduksi lebih tinggi guna memenuhi permintaan pasar yang kian hari kian meningkat. Menyikapi hal tersebut, maka penulis akan melakukan penelitian dalam hal perbaikan manajemen khususnya pencahayaan seperti yang telah diterangkan sebelumnya tanpa merubah jenis pakan yang telah diberikan oleh peternak.

B. Rumusan Masalah
Dari hasil survai penulis, didapatkan permasalahan sebagai berikut :
1.      Belum diberikan pakan tambahan pada ternak puyuh, karena pakan produksi pabrik saja sudah mahal.
2.      Belum dapat menyusun formulasi pakan sendiri, hal ini semata-mata mereka bukannya tidak mau menyusun formulasi pakan sendiri, tapi mereka memiliki rasa takut dan khawatir apabila diberi pakan hasil formulasi sendiri produksinya akan menurun, dan ini pernah terjadi dan dialami oleh peternak puyuh itu sendiri.
3.      Menentukan lokasi kandang masih seadanya.
4.      Pelaksanaan manajemen perkandangan masih diabaikan khususnya manajemen pencahayaan.
5.      Anggota kelompoktani atau peternak tidak ada yang menjadi anggota atau pengurus KUD.
6.      Jumlah anggota kelompoktani atau peternak puyuh yang memanfaatkan KUD masih rendah.
7.      Tidak adanya informasi mengenai ternak puyuh dari sumber seperti petugas, media, dan sumber yang lainnya. Terkadang informasi tentang puyuh didapatkan peternak hanya dari relasinya saja, dan yang mendapat informasi itu hanya peternak tertentu saja (tidak semua peternak puyuh mendapatkan informasi tentang puyuh).

C. Tujuan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam Praktek Akhir ini yaitu :
1.      Meningkatkan produktivitas ternak puyuh melalui perbaikan manajemen pencahayaan.
2.      Mengembangkan usaha peternakan puyuh di wilayah Kecamatan Turi Kabupaten Sleman.
3.      Menjalin kemitraan yang baik antara Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Bogor dengan pihak lain yang terkait.

D. Manfaat
Adapun manfaat yang dapat dipetik dari berlangsungnya kegiatan praktek akhir ini yaitu :
1.      Dengan dilakukannya perbaikan manajemen pencahayaan pada lokasi kandang maka produktivitas ternak puyuh petani akan mengalami peningkatan.
2.      Petani peternak akan memperoleh informasi tentang inovasi teknologi pertanian, dan tatacara pengelolaan usahataninya khususnya dalam segi manajemen pencahayaan lokasi kandang.
3.      Bagi mahasiswa yang melaksanakan Tugas Akhir dapat menerapkan dan mengembangkan IPTEK serta menumbuhkan kerjasama dengan instansi terkait.
4.      Melatih mahasiswa untuk hidup mandiri dan bermasyarakat dengan kondisi sosiokultur yang berbeda.
5.      Mengetahui permasalahan dan upaya pemecahan yang dihadapi petani peternak, pengusaha, dan instansi terkait lainnya.






















II. DASAR PERENCANAAN

A. Potensi Wilayah
Kecamatan Turi berada di Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara administratif Kecamatan Turi memiliki batas wilayah yaitu sebelah Utara berbatasan dengan hutan Merapi, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pakem, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sleman, dan sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Tempel (Data Monografi Kecamatan Turi Semester II Tahun 2006).
Jarak pusat pemerintahan Kecamatan dengan Kabupaten 8 km atau jarak tempuh dengan kendaraan bermotor sekitar 0,75 jam, sedangkan jarak ibu kota Propinsi 23 km atau jarak tempuh dengan kendaraan bermotor sekitar 1,00 jam. Kecamatan Turi ini memiliki curah hujan 3284,00 mm/tahun atau jumlah hari dengan curah hujan terbanyak  sekitar 21 hari (Data Monografi Kecamatan Turi Semester II Tahun 2006).
Kecamatan Turi memiliki topografi datar sampai berombak 40%, berombak sampai berbukit 30%, dan berbukit sampai bergunung 30%, dengan ketinggian 550 dpl dengan suhu minimum 23 OC dan suhu maksimum 32OC (Data Monografi Kecamatan Turi Semester II Tahun 2006).

1. Sumberdaya Alam
Kecamatan Turi hanya memiliki 4 desa yaitu Desa Wonokerto, Desa Girikerto, Desa Dinokerto, dan Desa Bangunkerto dengan jumlah dusun secara keseluruhan sebanyak 54 buah dusun, dan 119 buah RW serta 276 buah RT (Data Monografi Kecamatan Turi Semester II Tahun 2006).
Adapun jenis-jenis sumberdaya alam yang lainnya berupa produksi pertanian, perkebunan, pangan, pertambangan, perikanan, dan peternakan dapat dilihat pada tabel-tabel di bawah ini :



Tabel 1. Luas dan Produksi Tanaman
No
Jenis
Luas
Tanaman
(Ha)
Luas yang
Dipanen
(Ha)
Rata-Rata
Produksi
(Kw/Ha)
Jumlah
Produksi
(Ton)
1.
Padi
a. Sawah
b. Gogo

1,440
-

1148,30
-

53,05
-

8,064
-
2.
Jagung
155
54,4
176
6231
3.
Ketela pohon
70
109,8
1964,6
1342
4.
Ketela rambat
88
19,2
271,1
1,505
5.
Kacang tanah
34
0,4
0,6
-
6.
Kedelai
-
-
-
-
7.
Sayur-sayuran
196
90
6
540
8.
Buah-buahan
2593
548
15
8220
9.
Kacang hijau
-
-
-
-
10
Sorgum
-
-
-
-
Sumber : (Data Monografi Kecamatan Turi Semester II Tahun 2006).
Selain produksi pertanian pangan, Kecamatan Turi juga memiliki komoditas perkebunan seperti yang tersaji pada tabel 2 dibawah ini.
Tabel 2. Tanaman Perdagangan (Komoditi Perkebunan)
No
Nama Tanaman
Banyaknya Pohon (Batang)
Jumlah
Belum Produksi
Berproduksi
Tidak
(Muda)
Berproduksi
Produksi
1
Cengkeh
0
4
0
8,7
2
Lada
-
-
-
0,005
3
Tembakau
29
6,452

946
4
Kelapa
-
-
-
332,2
5
Kopi
-
-
-
215
6
Salak
15870
33578
5003
155400
Sumber : (Data Monografi Kecamatan Turi Semester II Tahun 2006).
Untuk data pangan di Kecamatan Turi hanya mencakup luas tambah tanam padi inmum, luas serangan hama, penyaluran urea lini IV dalam minggu pelaporan, penyaluran insektisida lini IV dalam minggu pelaporan, penyaluran pestisida lini IV dalam minggu pelaporan, yang data terperincinya dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Data Pangan

No
Aspek
Keterangan Jumlah
1
Luas tambah tanam padi inmum
406 Ha
2
Luas serangan hama
0,6 Ha
3
Penyaluran urea lini IV dalam minggu pelaporan
25 ton
4
Penyaluran insektisida lini IV dalam minggu pelaporan
262 liter
5
Penyaluran pestisida lini IV dalam minggu pelaporan
41 liter
Sumber : (Data Monografi Kecamatan Turi Semester II Tahun 2006).
Untuk data pertambangan di Kecamatan Turi hanya terdapat 2 buah pertambangan golongan C dengan jenis bahan tambangnya adalah pasir (Data Monografi Kecamatan Turi Semester II Tahun 2006).
Pada sektor perikanan, Kecamatan Turi turut menyumbang produk perikanan kewilayah sekitar Kabupaten Sleman. Adapun data tentang perikanan di Kecamatan Turi dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini.
Tabel 4. Data Potensi Perikanan di Kecamatan Turi

No
Jenis
Luas
Hasil
M2
Kg/Thn
1
Bandeng
-
-
2
Udang
300
100
3
Buaya
-
-
4
Kura-kura
-
-
5
Gurame
14,84
7420
6
Tambra/Karper
1,5
826
7
Lele
0,5
72,2
8
Tawes
0,6
4125
9
Mujaer/Nila
2,7
26383
10
Grass carp
2,0
25214
11
Katak
-
-
12
Ikan hias
-
-
13
Lobeter
-
-
14
Tripang
-
-
15
Lain-lain
 -
 -
Sumber : (Data Monografi Kecamatan Turi Semester II Tahun 2006).
Sedangkan data peternakan di Kecamatan Turi dapat diperhatikan pata tabel 5 dan tabel 6 dibawah ini.
Tabel 5. Populasi Ternak Besar dan Ternak Kecil

No
Jenis Ternak
Jumlah (Ekor)
Jantan
Betina
1
Sapi perah
328
251
2
Sapi potong
1335
893
3
Kerbau
403
261
4
Kuda
16
9
5
Kambing
401
3641
6
Kambing PE
3570
1957
7
Domba
1474
1487
8
Babi


Sumber : (Data Monografi Kecamatan Turi Semester II Tahun 2006).
Tabel 6. Populasi Ternak Unggas

No
Jenis Ternak
Jumlah (Ekor)
1
Ayam buras
46500
2
Ayam ras petelur
4000
3
Ayam ras pedaging
112050
4
Itik
2129
5
Angsa
3245
6
Menthok
3150
7
Burung puyuh
30000
8
Burung merpati
576
Sumber : (Data Monografi Kecamatan Turi Semester II Tahun 2006).

2. Sumberdaya Manusia
Jumlah penduduk di Kecamatan Turi sebanyak 34664 jiwa dengan 9797 kepala keluarga. Adapun rincian jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 7 berikut ini.
Tabel 7. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
No
Jenis Kelamin
Jumlah (Orang)
1
Laki
17111
2
Perempuan
17553
Jumlah
34664
Sumber : (Data Monografi Kecamatan Turi Semester II Tahun 2006).
Adapun jumlah penduduk menurut pemeluk agama disajikan pada tabel 8 berikut ini.
Tabel 8. Jumlah Penduduk Menurut Pemeluk Agama
No
Jenis Kelamin
Jumlah (Orang)
1
Islam
29685
2
Khatolik
4671
3
Protestan
152
4
Hindu
0
5
Budha
4
Jumlah
34664
Sumber : (Data Monografi Kecamatan Turi Semester II Tahun 2006).
Jumlah penduduk menurut usia dapat diperhatikan pada tabel 9 dibawah ini.
Tabel 9. Jumlah Penduduk Menurut Usia
No
Usia
Jumlah
1
0 – 4
2534
2
5 – 9
3372
3
10 – 14
4082
4
15 – 19
3820
5
20 – 24
2740
6
25 – 29
2356
7
30 – 34
2327
8
35 – 39
9920
9
40 tahun ke atas
3491
Total Penduduk
34664
Sumber : (Data Monografi Kecamatan Turi Semester II Tahun 2006).
Untuk jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada tabel 10 di bawah ini.
Tabel 10. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
No
Pekerjaan (Mata Pencaharian)
Jumlah (Orang)
1
Petani


a. Petani pemilik tanah
7517

b. Petani penggarap tanah
1549

c. Petani penggarap/penyekap
0

d. Buruh tani
631
2
Nelayan
0
3
Pengusaha sedang/besar
1
4
Pengrajin /Industri kecil
131
5
Buruh industri
402
6
Buruh bangunan
124
7
Buruh pertambangan
0
8
Buruh perkebunan besar/kecil
0
9
Pedagang
246
10
Pengangkutan
2
11
Pegawai Negeri Sipil
1150
12
TNI
118
13
Pensiunan (PNS/TNI)
32
14
Peternak


a. Sapi perah
251

b. Sapi potong
893

c. Kerbau
261

d. Kuda
9

e. Kambing
2036

f. Kambing PE
60

g. Domba
0

h. Babi
0

i. Ayam buras
18

j. Ayam ras petelur
8

k. Ayam ras pedaging
0

l. Itik
0

m. Angsa
8

n. Menthok
20

o. Burung puyuh
0

p. Burung merpati
8

q. Kelinci
25

r. Ikan konsumsi
6

s. Peternak hias
0

t. Lain-lain
0
Sumber : (Data Monografi Kecamatan Turi Semester II Tahun 2006).
Sedangkan jumlah penduduk Kecamatan Turi berdasarkan tingkat pendidikan dapat diperhatikan pada tabel 11.
Tabel 11. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
No
Tingkat Pendidikan
Jumlah (Orang)
1
Belum sekolah
4213
2
Tidak tamat sekolah
4644
3
Tamat SD/sederajat
8878
4
Tamat SLTP/sederajat
8923
5
Tamat SLTA
4602
6
Tamat D1
1750
7
Tamat D2
52
8
Tamat Akademi/sederajat
478
9
Tamat Perguruan tinggi/sederajat


S1
501

S2
12

S3
2
10
Buta huruf
460
Sumber : (Data Monografi Kecamatan Turi Semester II Tahun 2006).

B. Tinjauan Sistem Agribisnis
Pengembangan agribisnis merupakan pendekatan dalam usaha perunggasan khususnya dalam hal ini adalah ternak puyuh. Dikatakan oleh Suharno dalam Jonson Siahaan (2005) bahwa pendekatan agribisnis ini adalah penanganan secara utuh seluruh aspek atau subsistem agribisnis mulai dari aspek agroinput, aspek agroproduksi (usahatani), aspek agro industri, dan aspek agroniaga.
1. Subsistem Agroinput
1.1. Pengadaan Bibit
Dari hasil survai penulis, bahwa ketersediaan bibit puyuh di Kecamatan Turi relatif stabil dan tidak mengalami kesulitan. Akan tetapi bibit yang mereka peroleh tidak mereka produksi sendiri melainkan didapatkan dari perusahaan pembibitan puyuh secara langsung maupun melalui perantara agen sapronak.
Membeli DOQ dari pembibit merupakan langkah paling mudah karena peternak tidak perlu mengatur perkawinan bibit puyuh dan menetaskannya sindiri. Menurut Zainal Abidin (2002), sebaiknya DOQ yang dibeli memiliki kualitas yang cukup baik, yaitu proses pembibitannya terarah, misalnya dengan proses pemilihan telur tetas  (berat standar 10,5 gram), kerabang tidak cacat, serta berasal dari induk jantan dan betina yang berkualitas baik, di samping itu sebaiknya membeli DOQ yang sudah divaksinasi.
Secara garis besar, bahwa hampir semua peternak puyuh di Kecamatan Turi telah mengetahui bibit puyuh yang berkualitas baik, bahkan sebenarnya mereka mampuh melakukan pembibitan sendiri akan tetapi semua itu terbentur oleh terbatasnya modal. Sebab dari hasil wawancara penulis dengan beberapa responden ternak puyuh bahwa mereka mengatakan untuk mendapatkan bibit puyuh yang baik harus berasal dari induk pejantan dan betina dari hasil seleksi. Mereka juga mengetahui tentang tatacara persilangan induk puyuh. Mereka mengemukakan bahwa proses persilangan harus dilakukan pada puyuh yang tidak berkerabat (sedarah) dengan tatacara persilangannya yaitu induk jantan yang berbulu kuning disilangkan dengan induk betina yang berbulu hitam akan menghasilkan anak puyuh jantan yang berbulu hitam dan anak puyuh betina yang berbulu kuning. Dengan demikian, petani dapat mengetahui jenis kelamin puyuh yang pasti.
Biasanya puyuh betina yang mereka budidayakan untuk dijadikan sebagai ternak penghasil telur, ada pula yang memelihara puyuh jantan walau jumlahnya sangat terbatas untuk digemukkan sebagai ternak potong.
Menurut R. Eddy Sugiharto (2004), untuk memperoleh anak puyuh yang berkualitas, disarankan untuk mengawinkan puyuh dengan puyuh lain yang tidak sedarah. Hal ini dapat dilakukan dengan mengambil induk jantan dari peternak lain dan induk betina milik sendiri atau induk jantan dari peternak A dan induk betina dari peternak B. Pola persilangan ini diuraikan dalam gambar 1 berikut.
1 induk jantan berbulu kuning dari peternak A
 
5 induk betina berbulu hitam dari peternak B
 
 

                                                                  ><


82% anak puyuh betina berbulu kuning
&
18% anak puyuh jantan berbulu hitam
 
 





Gambar 1. Pola Persilangan Sederhana Burung Puyuh

Persilangan sederhana ini menghasilkan anak puyuh jantan berbulu hitam dan betina berbulu kuning, namun untuk membedakan jantan dan betina (sexing) tidak dapat dilakukan pada anak puyuh sehari (DOQ). Sexing dalam pola persilangan baru dapat dilakukan setelah anak puyuh berumur 3 sampai dengan 4 minggu. Pola persilangan ini dapat menghasilkan puyuh jantan yang tidak mungkin dipelihara secara terus-menerus.  Puyuh jantan ini hanya dipelihara sampai waktu sexing  lalu dijual sebagai puyuh potong.
Ditambahkan lagi oleh R. Eddy Sugiharto (2004), ada dua cara seleksi yang dapat dilakukan pada ternak puyuh yaitu seleksi secara fisik dan seleksi secara genetik. Secara fisik, kondisi dan karakteristik puyuh yang akan dijadikan induk sebagai berikut (1) sehat, aktif, dan lincah, (2) berbadan besar yang menandakan bahwa puyuh cepat tumbuh dan kelak menghasilkan telur yang cukup besar, (3) tidak cacat fisik, sehingga tidak mengganggu proses perkawinan dan proses produksi, (4) nafsu makannya baik. Sedangkan seleksi secara genetik yaitu seleksi berdasarkan sifat yang diturunkan oleh induk kepada anak atau keturunannya. Umumnya, puyuh memiliki kemampuan bertelur relatif tinggi, yaitu 300 sampai dengan 310 butir/ekor/tahun. Kemampuan bertelur ini akan diturunkan induk kepada anaknya. Sifat genetis yang perlu dimiliki calon induk puyuh adalah sebagai berikut (1) calon induk berasal dari keturunan puyuh yang mempunyai kemampuan bertelur tinggi, (2) berasal dari induk yang menghasilkan telur yang cukup besar dengan berat 11 sampai dengan 13 gram/butir, (3) berasal dari induk yang sehat dan tahan stres atau tidak mudah kaget, (4) berdaya produksi cukup panjang, yaitu 1,5 sampai 2 tahun. Hal ini dapat diprediksikan dari kondisi calon induk tersebut yaitu berat badannya mencapai 90 sampai 100 gram.
Menurut Elly Listiyowati dan Kinanti Roospitasari (2005), salah satu proses seleksi yaitu meliputi pemilihan anak puyuh (DOQ/Day Old Quail). DOQ yang dipilih bukan berasal dari perkawinan inbreed yaitu perkawinan antara induk pejantan dan betina sedarah, sebab bibit ini memiliki kecenderungan membawa cacat bawaan yang sifatnya lebih buruk dari induk-induknya seperti kemampuan produksinya rendah atau mudah terserang penyakit.
Agus G. T. K dkk mengemukakan bahwa bibit merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam beternak puyuh. Jadi, tidak mengherankan bila perlu seleksi yang ketat untuk mendapatkannya. Bahkan daerah asal puyuh menjadi pertimbangan. Misalkan, bila induk betina berasal dari Jawa Barat, sebaiknya induk jantannya harus berasal dari luar Jawa Barat, seperti Semarang atau Yogyakarta. Hal ini untuk menghindari kemungkinan munculnya inbreeding atau kawin satu keturunan.
 Menurut R. Eddy Sugiharto (2004), ada pola persilangan lain yang lebih menguntungkan yaitu dengan mengetahui jenis kelamin puyuh sejak masih DOQ. Sehingga tidak membutuhkan biaya perawatan puyuh jantan. Biaya perawatan puyuh jantan hampir sama dengan biaya perawatan puyuh betina. DOQ jantan yang masih kecil ini dapat digunakan untuk pakan lele dumbo, dijual, atau dipelihara sebagai puyuh potong. Pemeliharaan jantan sebagai puyuh potong membutuhkan waktu 4 sampai dengan 6 minggu. Pola persilangan yang bisa mendapat puyuh jantan dan betina yang berbeda warna, sehingga jenis kelaminnya dapat diketahui lebih dini (auto sexing) tersaji dalam gambar 2 berikut.
Pemurnian induk jantan berbulu kuning
 
Pemurnian induk betina berbulu hitam

 
Induk jantan berbulu kuning
 
Induk betina berbulu hitam
 
 









Anak puyuh
Jantan : berbulu hitam
Betina : berbulu kuning
 
                                                                      ><









Gambar 2. Pola Persilangan Burung Puyuh

Pola persilangan ini menghasilkan anak puyuh jantan berbulu hitam dan betina berbulu kuning. Keadaan bulu anak puyuh ini akan segera diketahui begitu telur menetas dan anak puyuh keluar dari cangkang telur. Warna bulu hitam pada jantan dan warna bulu kuning pada betina akan tetap sampai puyuh berumur tua. Anak puyuh jantan yang tidak dipelihara sebaiknya segera dikeluarkan karena biaya pemeliharaannya relatif tinggi, kecuali jika ada tujuan lain, seperti akan digemukkan sebagai puyuh pedaging.
Tentunya setelah proses persilangan tersebut tidak langsung dihasilkan anak puyuh begitu saja, melainkan induk-induk puyuh yang telah disilangkan di dalam alat reproduksinya akan terjadi proses fertilisasi atau pembuahan antara indung telur (ovum) dengan seperma (cemen) yang nantinya akan menghasilkan telur. Dari telur inilah anak-anak puyuh akan dihasilkan setelah ditetaskan terlebih dahulu.
Proses penetasan lebih baik menggunakan mesin penetas, sebab kalau ditetaskan secara alami melalui induk puyuh itu sendiri tingkat kegagalannya tinggi, hal ini dikarenakan puyuh memiliki sifat mengeram yang sangat rendah.
Dikatakan oleh Zainal Abidin (2002), puyuh umumnya tidak memiliki kemampuan untuk menetaskan telurnya sendiri, sehingga untuk menetaskan telur tetas dibutuhkan mesin tetas.
Menurut Agus G.T.K dkk (2001), untuk menghasilkan bibit, telur-telur tersebut harus ditetaskan. Tentunya tidak semua telur bisa ditetaskan, pasti dari sekian banyak yang dihasilkan, ada yang tidak layak tetas. Adapun cara yang dapat dipakai untuk memilih telur yang layak tetas atau fertile dan yang memiliki daya tetas tinggi sebagai berikut (1) telur diteropong dengan menggunakan kertas yang digulung dan diarahkan ke cahaya matahari, atau dapat juga menggunakan alat teropong khusus seperti halnya pada ayam, alat tersebut biasanya menggunakan penyinaran lampu pijar, (2) telur dipilih dari induk betina yang berumur 4 sampai dengan 10 bulan, selain itu telur yang dipilih harus berasal dari kandang pemeliharaan yang memiliki perbandingan jantan dan betina sebesar 3 : 1, (3) agar daya tetasnya tetap tinggi, sebaiknya telur disimpan tidak terlalu lama. Maksimal penyimpanan yang baik adalah di bawah 5 hari. Penyimpanan lebih dari 5 hari akan menurunkan daya tetas sebesar 3%/hari. Secara lengkap, lama penyimpanan dan pengaruhnya terhadap daya tetas dapat diperhatikan pada tabel 12, (4) telur yang dipilih sebaiknya yang berkerabang oval, tidak terlalu bulat atau lonjong. Ukurannya tidak terlalu besar atau terlalu kecil, tapi yang ideal yaitu memiliki berat rata-rata 10 s.d 11 gram/butir, (5) cangkang telur yang dipilih tidak retak, pecah, atau memiliki bercak kelabu yang tersebar merata di permukaan kerabang. Sebaiknya hindari warna telur yang terlalu kuning, coklat, atau putih polos. Pilih juga kerabang yang mulus, bersih, dan tidak ada kotoran yang menempel di permukaannya. Bila terpaksa digunakan, terlebih dahulu kotoran tersebut dibersihkan. Jika dibiarkan, akan menutup pori-pori kulit, dan ini akan mengurangi daya tetas telur tersebut.
Tabel 12. Lama Penyimpanan Telur Tetas Terhadap Kemampuan Daya Tetas
Lama Penyimpanan
Daya Tetas
(Hari)
(%)
0 s.d 7
58,2
8 s.d 14
59,1
15 s.d 21
53,9
22 s.d 28
40,0
29 s.d 35
22,6
Sumber : Puyuh (2001)

Menurut Elly Listiyowati dan Kinanti Roospitasari (2005), bahwa strain atau bibit puyuh yang memiliki corak warna bulu hitam memiliki masa produksi lebih lama akan tetapi awal produksinya lebih lama pula. Sedangkan starin atau bibit puyuh yang memiliki corak warna bulu kuning memiliki masa produksi lebih singkat, tapi awal produksinya lebih cepat dari pada strain yang berwarna hitam.
1.2. Pakan dan Air Minum
Pakan adalah istilah yang dipakai untuk makanan ternak, terdiri atas sekumpulan bahan makanan ternak yang digunakan untuk kebutuhan seluruh ternak dalam suatu areal (Agro Media, 2002).
Faktor terpenting dalam keberhasilan usaha peternakan khususnya ternak unggas puyuh yaitu pada pakan. Baik tidaknya hasil produksi suatu ternak tergantung pakan yang diberikan. Akan tetapi, perlu di ingat bahwa biaya produksi terbesar yaitu terletak pada biaya pengadaan pakan. Biaya ini dapat mencapai 70%.
Puyuh pada periode pembesaran (grower) sebaiknya diberi pakan jadi buatan pabrik. Saran atau anjuran ini berdasarkan kecenderungan bahwa pakan buatan pabrik diproduksi dengan baik dan benar, serta bahan dan kandungan gizinya sudah teranalisis dan sesuai dengan kebutuhan gizi anak puyuh (R. Eddy Sugiharto, 2004).
Di alam aslinya, puyuh liar gemar memakan biji-bijian, tumbuh-tumbuhan, dan serangga. Kemampuannya dalam berburu makan kegemarannya membuat kebutuhan gizi untuk hidup dan produksinya dapat terpenuhi. Berbeda dengan puyuh ternak yang tidak dapat mencari makan sendiri. Kelangsungan hidup dan produksinya seratus persen tergantung kepada peternak. Oleh sebab itu, pemberian ransum yang tepat akan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup dan produksinya (Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
Menurut Zainal Abidin (2002), bahwa puyuh periode DOQ membutuhkan pakan dengan kualitas yang lebih tinggi, mencapai 25%. Hal ini disebabkan DOQ belum mampu mengkonsumsi pakan dalam jumlah banyak, sedangkan untuk proses pertumbuhannya puyuh membutuhkan zat-zat makanan dalam jumlah yang cukup. Untuk puyuh grower, kadar protein pakan yang dibutuhkan adalah 20 sampai 22%, dan puyuh layer membutuhkan pakan dengan kadar protein 18 sampai 20%. Selain pakan yang berkualitas, jumlah pemberian pakanpun memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan puyuh. Secara lengkap, kebutuhan jumlah pakan rata-rata bagi puyuh dapat dilihat pada tabel 13.
Tabel 13. Kebutuhan Jumlah Pakan Rata-Rata Puyuh
Umur Puyuh
Kebutuhan Jumlah Pakan
(Hari)
(gram/hari)
0 s.d 10
2 s.d 3
11 s.d 20
4 s.d 5
21 s.d 30
8 s.d 10
31 s.d 40
12 s.d 15
41 s.d apkir
17 s.d 20
Sumber : Meningkatkan Produktifitas Puyuh (2002)
Secara umum, pakan yang baik harus mengandung zat-zat makanan yang diperlukan puyuh, seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral serta air. Selain itu, pakan tidak mengandung racun, jamur, atau kuman penyakit. Pakan harus tersedia di tempat atau lokasi yang dekat dengan peternakan dalam jumlah yang cukup, harga relatif murah, dan mudah diperoleh. (Agro Media, 2002).
Protein berfungsi untuk menyusun jaringan tubuh yang dibentuk. Jaringan tubuh tersebut berupa otot, sel darah, kuku, dan tulang. Selain itu, protein berfungsi untuk pertumbuhan jaringan baru, bahan pembuat telur, dan sperma. Bila kadar protein dalam pakan tidak cukup, pertumbuhan menjadi tidak normal. Bila keadaan tersebut dibiarkan berlarut-larut, puyuh dapat mengalami kematian. Sumber bahan makanan yang kaya protein adalah bungkil kedelai, bungkil kacang tanah, tepung ikan, tepung hati, dan tepung cacing  (Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005) dan (Agus G. T. K dkk, 2001).
Karbohidrat berfungsi sebagai penyuplai energi. Energi yang terkumpul tersebut digunakan untuk beraktivitas sehari-hari dan menjaga temperatur tubuh. Pada puyuh muda kelebihan karbohidrat akan diubah menjadi protein, sedangkan pada puyuh dewasa akan diubah menjadi lemak. Makanan yang menjadi sumber karbohidrat terutama berasal dari tumbuhan, antara lain seperti jagung, dedak padi, minyak jagung, dan minyak wijen. Dari beberapa jenis pakan tersebut, jagung kuning yang paling banyak digunakan, sebab kandungan karotenanya tinggi. Karotena berguna sebagai salah satu komponen penyusun kuning telur (Agus G. T. K dkk, 2001).
Lemak merupakan sumber karbohidrat, yang berarti sumber energi bagi ternak yang mengkonsumsinya. Lemak berfungsi untuk mempermudah penyerapan vitamin A, D, E, K dan kalsium (Ca). Selain itu, lemak juga berfungsi untuk membantu penyerapan karoten dalam proses pencernaan dan menambah efisiensi dalam penggunaan energi. Sumber lemak dapat diperoleh dari makanan yang mengandung minyak, seperti minyak kelapa, minyak kacang kedelai, dan minyak jagung (Agro Media, 2002).
Vitamin adalah senyawa organik yang harus selalu tersedia, walaupun dalam jumlah sangat kecil, untuk metabolisme jaringan normal. Vitamin berfungsi untuk memperlancar jaringan metabolisme tubuh dan menahan serangan penyakit. Vitamin yang diperlukan puyuh adalah vitamin A, B2, B12, C, D, E, dan K. Sumber makanan yang banyak mengandung banyak vitamin yaitu seperti biji-bijian, dedaunan, kuning telur, dan jagung kuning (Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005) dan (Agus G. T. K dkk, 2001).
Mineral berfungsi untuk memperkuat atau memperkeras kerabang telur agar tidak mudah retak dan pecah. Mineral yang dibutuhkan puyuh ada 2 jenis, yaitu mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro terdiri atas Ca, P, Na, K, dan Cl. Mineral mikro terdiri atas Fe, Cu, I, Co, Zn, Mn, Se, dan Mo. Puyuh petelur memerlukan kalsium sebanyak 2,5% dan fosfor sebanyak 0,8%. Puyuh dalam masa starter memerlukan kalsium dan fosfor sekitar 0,5%. Pada prinsipnya, peternak harus menyediakan mineral dalam jumlah cukup. Kelebihan mineral berpengaruh buruk terhadap kesehatan. Sementara kekurangan mineralpun dapat mengganggu kesehatan pula. Bahan pakan yang mengandung mineral yaitu seperti tepung tulang, kulit kerang, biji-bijian, dan garam dapur (Agus G. T. K dkk, 2001) dan (Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
Air yang terkandung dalam tubuh hewan sangat tinggi, yaitu berkisar 40 sampai dengan 70%. Fungsi air sangat vital, yaitu mengangkut zat-zat pakan dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh lainnya. Fungsi air lainnya yaitu mempertahankan bentuk sel, mengatur dan mempertahankan suhu tubuh, meminyaki persendian, serta meningkatkan fungsi mata, telinga, dan reaksi-reaksi biokimia dalam tubuh. Pada unggas, air berfungsi dalam proses pembentukan dan produksi telur, maka dari itu fungsinya sangat vital dan air harus tersedia secara adlibitum dalam bentuk air minum (Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
Diungkapkan oleh Zainal Abidin (2002), bahwa air adalah inti kehidupan, sebab 60 sampai 80% komponen penyusun makhluk hidup adalah air. Demikian halnya dengan puyuh, jika kekurangan atau kehilangan air sampai 10%, puyuh akan mengalami gangguan-gangguan fisiologis yang serius dan berdampak pada penurunan produksi. Kekurangan atau kehilangan air sampai 20% akan menyebabkan kematian. Air minum yang diberikan harus berkualitas, yakni memenuhi standar keasaman dan kesadahan, tidak keruh, tidak mengandung logam dan mikroorganisme yang dapat membahayakan puyuh.
Ditambahkan lagi oleh Zainal Abidin (2002), yaitu beberapa kelainan yang dijumpai pada puyuh akibat kekurangan air di antaranya (1) pertumbuhannya lambat, puyuh terlihat lesu dan tidak bergairah, (2) warna bulu kusam, (3) kulit kurang elastis, (4) produksinya kurang optimal karena proses fisiologis di dalam tubuh banyak membutuhkan air sebagai pelarut, (5) jika air sudah tercemar logam berat atau racun, puyuh bisa mati, dan lebih berbahaya lagi apabila kandungan logam-logam berat itu terbawa dalam produk yang dihasilkan puyuh, misalnya telur atau daging, sebab hal ini dapat membahayakan orang yang mengkonsumsinya.
Agar air minum yang diberikan kepada puyuh dapat berfungsi secara optimal, maka perlu dilakukan beberapa langkah sebagai berikut (1) air ditampung terlebihdahulu di suatu tempat sebelum diberikan sebagai air minum, (2) tempat penampungan air sebaiknya tidak terkena sinar matahari langsung, (3) tempat penampungan air sebaiknya tidak terbuat dari bahan yang mudah berkarat, (4) air minum yang akan dikonsumsi oleh puyuh sebaiknya tidak terkena pemanasan sinar matahari langsung  dan perlu dijaga agar suhunya tidak lebih dari 25OC, (5) air minum sebaiknya diberikan secara adlibitum (tidak terbatas), (6) tempat minum sebaiknya dibersihkan setiap hari, (7) pencampuran air dengan antibiotika tertentu, misalnya Streptomisin, atau Basitrasin, dilakukan secara berkala dengan mempertimbangkan waktu retensi antibiotika tersebut dalam tubuh puyuh. Tujuannya adalah agar antibiotika tersebut tidak terbawa dalam produk yang dihasilkan oleh puyuh (Zainal Abidin, 2002).
1.3. Penyakit dan Penanggulangannya
Puyuh termasuk salah satu unggas yang peka terhadap penyakit tertentu. Selain menimbulkan kematian, penyakit yang menyerang unggas mungil ini dapat meningkatkan morbiditas yaitu tingkat kesulitan hidup pada individu atau kelompok ternak. Akibatnya, biaya pengobatan meningkat. Selain itu, ternak unggas yang telah sehat sering bertindak sebagai carrier yaitu sebagai pembawa bibit penyakit (Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
Sakit adalah keadaan tidak seimbang antara antibodi dengan antigen, di mana keadaan antibodi dalam keadaan menurun dan antigen meningkat (Mata Kuliah Teknologi Produksi Ternak Kecil, 22 Agustus 2006).
Untuk mencegah penyakit yang dapat menyerang unggas khususnya puyuh, perlu kita lakukan hal-hal seperti menjaga sanitasi kandang, melakukan vaksinasi, dan mengadakan isolasi.
Bibit penyakit menyukai tempat-tempat yang kotor. Jika peternak puyuh tidak ingin ternaknya terserang penyakit, maka salah satu upaya pencegahannya yaitu dengan melakukan sanitasi kandang dengan baik. Hal ini bisa dicapai dengan melaksanakan program sanitasi dan disenfeksi kandang secara rutin (Zainal Abidin, 2002).
Vaksinasi adalah suatu usaha memasukkan bibit penyakit yang telah dilemahkan atau dimatikan ke dalam jaringan tubuh hewan, guna mendapatkan kekebalan (Diktat Paket Kesatuan Keterampilan, 1998).
Upaya mengadakan isolasi dapat dilakukan dengan cara membatasi kontak dunia luar dengan puyuh yang dipelihara, misalnya mengatur lalulintas, mengontrol keluar masuknya karyawan, larangan masuk bagi orang yang tidak ada kepentingan ke dalam kandang, pencelupan atau penyemprotan disenfektan terhadap kendaraan, barang atau orang yang masuk lokasi kandang (Zainal Abidin, 2002).
Usaha pencegahan dan penolakan penyakit hewan diatur pula dalam Undang-Undang nomor 6 tahun 1967 pasal 20 ayat 1 yang berisi tentang kegiatan-kegiatan penolakan masuknya suatu penyakit hewan ke dalam wilayah Republik Indonesia (Peraturan Perundang-Undangan, 2007).
Mengenai tatacara pencegahan penyakit hewan telah diatur pula dalam Undang-Undang nomor 6 tahun 1967 pasal 20 ayat 2  yang menjelaskan tentang karantina, pengawasan lalulintas hewan, pengawasan atas impor dan ekspor hewan, pengebalan hewan, pemeriksaan dan pengujian penyakit, serta tindakan hygiene (Peraturan Perundang-Undangan, 2007).
Berdasarkan hasil survai penulis bahwa umumnya ternak puyuh yang ada di Kecamatan Turi Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewah Yogyakarta terserang penyakit snot, dan pullorum atau berak kapur. Akan tetapi sebagian besar peternak dapat mengatasi dengan melakukan pengobatan melalui mencampur obat dengan minumannya atau bahan pakannya.
Snot adalah penyakit pada unggas dengan ditandai adanya leleran lendir pada hidung, infeksi kelopak mata sehingga terjadi pelekatan kelopak, pembengkakan wajah, dan suara pernafasan yang tidak normal. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Haemophilus paragillarum. Pencegahannya yaitu menjaga kebersihan kandang dan melakukan vaksinasi. Pemberian vaksin snot trivalent yang diinjeksikan secara intramuskuler mampu memberikan perlindungan sebesar 78 sampai dengan 90%. Pengobatan snot dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik streptomycin, erythromycin, atau tylosin melalui air minum atau pakannya (Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
Ditambahkan oleh R. Eddy Sugiharto (2004), bahwa penyakit snot dapat menimbulkan angka kematian rendah, tetapi angka pesakitannya tinggi, sehingga dapat menimbulkan kerugian secara ekonomi, yakni menurunkan produksi telur 10 sampai 40%.
Pullorum atau berak kapur disebabkan oleh bakteri Salmonella pullorum. Penyakit ini termasuk penyakit yang harus diperhatikan, karena sifatnya yang mudah menular. Peralatan kandang maupun makanan dan minuman dapat menjadi media penularan yang efektif. Bahkan induk penderita pullorum sudah bisa menulari telur-telurnya. Tanda-tanda puyuh terserang penyakit ini adalah kotorannya berwarna putih, dengan tanda-tanda umum seperti sayapnya terkulai, lesu, nafsu makan hilang, sesak nafas, dan bulu mengkerut. Upaya pengobatannya dapat dilakukan dengan furazolidone. Untuk mencegah penularan, puyuh terinfeksi yang sudah mati harus dikubur atau dibakar (Agus G. T. K dkk, 2001).
Adapun penyakit lain yang biasa menyerang ternak puyuh yaitu seperti radang usus (Quail Enteritis), tetelo (Newcastle Disease), coccidiosis, cacar unggas (Fowl Pox), bronchitis (Quail Bronchitis), aspergillosis, cacingan, flu burung (Avian Influenza), dan defisiensi vitamin E (Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
2. Subsistem Agroproduksi
2.1. Teknis Pemeliharaan
Memelihara puyuh merupakan hal yang mudah dilakukan. Orang yang berniat beternak puyuh tidak harus berpendidikan tinggi. Faktor utama keberhasilan dalam beternak puyuh adalah adanya rasa senang dan sayang terhadap puyuh, berkemauan keras, tekun, ulet, mau mengembangkan usaha, serta dapat menjual atau memasarkan hasilnya (R. Eddy Sugiharto, 2004).
Ditambahkan pula oleh redaksi Agromedia (2002), faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan usaha beternak puyuh salah satunya adalah adanya motivasi dari seorang peternak puyuh tersebut. Seseorang yang memiliki motivasi usaha yang kuat tidak akan menyerah begitu saja ketika mengalami kegagalan. Kegagalan yang pernah dialaminya akan menjadi bahan perbaikan usahanya, untuk mencoba dan terus mencoba, serta tidak takut gagal.
Secara alami, anak puyuh (DOQ) yang menetas dari hasil pengeraman indukannya, diasuh dan dibesarkan di bawah pemeliharaan induknya sendiri. Dalam hal tersebut si induk mempunyai fungsi sebagai melindungi anak-anaknya dari cuaca dingin dan hujan, melatih anaknya mencari makan dan minum, melatih anak-anaknya dari bahaya dan gangguan luar agar selalu waspada. Akan tetapi, kemampuan induk untuk melakukan hal tersebut sangatlah terbatas, yaitu dalam arti terbatas dalam kemampuan jumlah anak yang dipelihara, serta terbatas dalam melakukan tugas-tugas pemeliharaan lainnya. Oleh karena itu, untuk pemeliharaan anak puyuh dalam jumlah banyak dan sekaligus agar jauh lebih sempurna perlu dibuatkan suatu alat yang dapat menggantikan fungsi dari induk tersebut (Paket Satuan Keterampilan, 1998).
Menurut R. Eddy Sugiharto (2004), pemeliharaan puyuh dapat dilakukan berdasarkan dua periode yaitu pada periode pembesaran dan periode produksi. Pada pemeliharaan periode pembesaran, anak puyuh yang baru menetas dipilih yang memiliki bobot 8 sampai dengan 10 gram dan berbulu jarum halus. DOQ yang sehat berbulu kering mengembang, gerakannya lincah, besarnya seragam, dan aktif mencari pakan dan minum. Periode pembesaran DOQ ini disebut dengan periode starter-grower (stargo) yang dilakukan hingga anak puyuh berumur delapan minggu. Dengan perlakuan yang tepat, berat badan anak puyuh dapat maksimal dan seragam antara satu dengan yang lainnya, sehingga masa produksinya bisa panjang dan baik. Pada periode ini, anak puyuh tumbuh dan berkembang dengan pesat, sehingga memerlukan zat-zat pakan yang cukup memadai, baik mutu maupun jumlahnya. Periode pembesaran merupakan faktor penentu keberhasilan usaha ternak puyuh, karena berpengaruh besar terhadap pertumbuhan badan anak puyuh. Sementara itu, lama pemeliharaan periode pembesaran berpengaruh baik terhadap puncak produksi telur yang dicapai oleh sekelompok puyuh. Berdasarkan percobaan yang dilakukan, pengaruh lama pemeliharaan pada periode pembesaran terhadap puncak produksi yang dicapai dapat dilihat pada tabel 14 di bawah ini.
Tabel 14. Pengaruh Lama Pemeliharaan Periode Pembesaran Terhadap Puncak Produksi
No
Periode Pembesaran
Rata-Rata
Puncak Produksi
(Minggu)
(%)
1
0 s.d 4
91,5
2
0 s.d 5
92,3
3
0 s.d 6
94,6
4
0 s.d 7
95,7
5
0 s.d 8
98,5
Sumber : R. Eddy Sugiharto (2004)

Sedangkan pemeliharaan pada masa produksi merupakan kelanjutan pemeliharaan pembesaran (stargo). Jadi, proses pemeliharaan puyuh yang ada di dalam kandang tinggal melanjutkan saja. Sejak DOQ hingga berumur delapan minggu puyuh diberi pakan broiler sarter dan setelah minginjak umur sembilan minggu, pakannya diganti menjadi pakan produksi.
Puyuh dara atau puyuh yang menginjak waktu bertelur (berumur 35 sampai dengan 42 hari) harus diseleksi, meskipun umumnya puyuh tampak bagus dan sehat karena masa perawatan stargo yang memadai. Puyuh dara sebaiknya segera diseleksi, yakni antara yang gemuk dan yang agak kurus dipisahkan. Puyuh yang berat badannya mencapai 90 sampai dengan 100 gram biasanya akan segera mulai bertelur. Karenanya, agar mencapai target mulai bertelur saat puyuh berumur 35 sampai dengan 42 hari, pemberian pakan dan vitamin pada periode pembesaran harus baik dan sesuai dengan yang dianjurkan (R. Eddy Sugiharto, 2004).
2.2. Pemberian Pakan dan Air Minum
Telah dikemukakan sebelumnya, bahwa faktor terpenting dalam keberhasilan beternak puyuh adalah faktor pakan. Di awal telah dikemukakan pula bahwa sebaiknya puyuh pada periode pembesaran diberi pakan jadi buatan pabrik. Hal ini dimaksudkan bahan dan kandungan gizinya sudah teranalisis dan sesuai dengan kebutuhan gizi anak puyuh.
Sementara itu, puyuh pada periode produksi atau puyuh dewasa dapat diberi pakan buatan sendiri yang terdiri dari campuran bahan pakan yang ada disekitar peternakan. Umumnya puyuh senang diberi pakan berbentuk butiran. Karenanya, jika memungkinkan disarankan membuat pakan berbentuk butiran (R. Eddy Sugiharto, 2004).
Berdasarkan hasil survai penulis, bahwa peternak puyuh yang berada di Kecamatan Turi Kabupaten Sleman dapat membuat ransum sendiri, akan tetapi kebanyakan mereka menggunakan ransum buatan pabrik. Sebab mereka tidak berani menanggung resiko apabila produktivitas puyuhnya menurun seperti yang pernah mereka alami sebelumnya. Beberapa peternak berpendapat bahwa ransum hasil buatan pabrik dapat menghasilkan telur dengan produktif karena komposisinya telah terbukti bermutu bagus.
Menurut  Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari (2005), dapat dipahami bagi peternak yang tidak menyusun ransum sendiri, terutama bagi peternak dengan jumlah puyuh puluhan ribu ekor. Mereka lebih memilih ransum jadi buatan pabrik dari pada menanggung kerugian yang lebih besar apabila menggunakan ransum hasil formulasi sendiri.
Sebenarnya, bagi peternak yang ingin menyusun formulasi pakan sendiri tidak perlu khawatir kalau produktivitas ternaknya turun. Kalau kita menyusunnya dengan formulasi yang tepat justru kita dapat menghemat biaya pakan yang mencapai 70 sampai 80% dengan tetap terjaga tingkat produktivitas puyuhnya.
Menurut Peni S. Hardjosworo ahli unggas dari Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dalam Puyuh Tatalaksana Budidaya Secara Komersial oleh Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari (2005), telah menemukan standar komposisi pakan puyuh yang dapat dilihat pada tabel 15 di bawah ini.
Tabel 15. Komposisi Pakan Puyuh Menurut Umur



Bahan Pakan
Umur (Hari)
(%)
1 s.d 7
7 s.d 21
21 s.d 35
> 35
Jagung kuning
42,18
47,6
55,78
52,78
55,78
50,75
Tepung ikan teri tawar
15,27
17,18
16,10
19,11
17,10
14,54
Bungkil kelapa
9,46
10,64
10,63
11,83
10,63
9,67
Bungkil kedelai
19,28
17,18
6,8
7,99
8,33
16,67
Dedak halus
13,20
6,88
10,00
7,69
2,72
2,54
Kulit kerang
0,36
0,41
0,41
0,35
5,19
5,62
Vitamin mix (premix A)
0,25
0,25
0,25
0,25
0,25
0,25
Total
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
Sumber : Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari (2005)



Ditambahkan lagi oleh Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari (2005), bahwa burung puyuh hanya mempunyai dua fase pemeliharaan, yaitu fase pertumbuhan dan fase produksi (bertelur). Fase pertumbuhan puyuh terbagi lagi menjadi dua, yaitu fase starter (umur 0 sampai dengan 3 minggu) dan fase grower (umur 3 sampai dengan 5 minggu). Perbedaan fase ini beresiko pada pemberian pakan berdasarkan perbedaan kebutuhannya.
Menurut R. Eddy Sugiharto (2004), kebutuhan gizi puyuh berdasarkan periode pemeliharaan dapat dilihat pada tabel 16 di bawah ini.
Tabel 16. Kebutuhan Gizi Puyuh Berdasarkan Periode Pemeliharaan


No
Periode Pemeliharaan
Protein
Energi Metabolisme
Lemak
Serat Kasar
Kalsium
Fosfor
Umur (minggu)
(%)
(kkal/kg)
(%)
(%)
(%)
(%)
1
Stargo (0 s.d 8)
22 s.d 23
3000 s.d 3200
6 s.d 7
4 s.d 5
1
0,6
2
Layer (9 s.d apkir)
20 s.d 21
2800 s.d 2900
6 s.d 7
4 s.d 5
2
1,3
Sumber : R. Eddy Sugiharto (2004)




Ditambahkan lagi oleh Zainal Abidin (2002), selain pakan yang berkualitas, jumlah pemberian pakanpun memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan puyuh. Kekurangan jumlah pakan juga bisa berakibat menurunnya laju pertumbuhan atau jumlah produksi. Kebutuhan jumlah pakan untuk puyuh seperti halnya ternak-ternak lainnya, biasanya sekitar 10% dari berat hidupnya. Angka kebutuhan ini biasanya berada pada titik ideal ketika puyuh berumur 8 minggu. Sebelum mencapai umur itu, puyuh membutuhkan pakan lebih dari 10% dari berat badannya. Misalnya, sampai umur 7 hari, dengan berat badan sekitar 10 gram, puyuh membutuhkan pakan seberat 2 sampai dengan 3 gram/hari. Secara lengkap, kebutuhan jumlah pakan rata-rata bagi puyuh dapat dilihat pada tabel 17 di bawah ini.
Tabel 17. Kebutuhan Jumlah Pakan Rata-Rata Puyuh
Umur
Kebutuhan Jumlah Pakan
(hari)
(gram/hari)
0 s.d 10
2 s.d 3
11 s.d 20
4 s.d 5
21 s.d 30
8 s.d 10
31 s.d 40
12 s.d 15
41 sampai apkir
17 s.d 20
Sumber : Zainal Abidin (2002)


Selain ransum utama yang berupa konsentrat tepung komplit, puyuh memerlukan pakan tambahan berupa dedaunan segar, seperti daun ubi, singkong, sawi, selada air, bayam, kangkung, atau tauge. Sebelum diberikan, dedaunan tersebut dicuci terlebih dahulu agar puyuh terhindar dari keracunan pestisida yang mungkin masih tersisa. Kemudian daun dicincang halus agar puyuh mudah untuk menelannya. Selain mengandung sumber vitamin, dedaunan ini juga memberikan kesibukan agar puyuh tidak saling mematuk. Dari hasil penelitian, penambahan tepung daun, kacang-kacangan, terutama tepung daun lamtoro sebanyak 5% dalam ransum dapat menambah rataan berat telur per butir menjadi 10,44 gram dan meningkatkan skor warna kuning telur (Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
Selain itu, pakan tambahan lain yang dapat dicampurkan ke dalam bahan pakan yaitu grit. Grit diartikan sebagai batu-batuan yang dapat membantu penghancuran pakan dalam alat pencernaan unggas, khususnya di dalam gizard atau ampela. Dalam perkembangannya, grit berfungsi sebagai sumber mineral, khususnya kalsium dan fhosfor (Ca2P). Agar ke dua fungsi grit ini dapat terpenuhi, puyuh produksi sebaiknya diberi kulit kerang yang ditumbuk halus atau kasar. Pemberian grit kulit kerang ini sangat penting agar kulit telur tebal, kuat, dan bagus (R. Eddy Sugiharto, 2004).
Selain komposisi zat pakan dalam ransum, cara pemberian pakan harus diperhatikan. Bila tidak akan mengganggu pertumbuhan, aktivitas, kesehatan, dan produksi puyuh. Pada saat tertentu, misalnya cuaca yang sangat panas, ransum dapat dibasahi sedikit dengan air. Dengan cara ini puyuh akan lebih bernafsu untuk makan. Ransum yang tidak habis dimakan harus segera dibuang. Ransum basah mudah terserang jamur. Tempat bekas pakan harus rutin dicuci dan dibersihkan. Ransum dapat diberikan dua kali dalam sehari, yaitu pagi dan siang hari (Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
Berdasarkan penelitian S. M. Hassan, et all, dalam Puyuh Tatalaksana Budidaya Secara Komersial oleh Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari (2005), bahwa pemberian pakan pada siang atau sore hari pukul 14.00 sampai dengan 22.00 ternyata dapat meningkatkan kesuburan dan produksi ternak puyuh, dibanding dengan puyuh yang diberi pakan pada pukul 06.00 sampai dengan 14.00. Namun, bobot telur yang dihasilkan tidak berbeda.
Selain jenis komposisi bahan pakan, cara pemberian pakan, ada hal  penting yang harus kita perhatikan, yaitu cara menyimpan bahan pakan dan pakan. Sebab bahan pakan dan pakan yang kita simpan sembarangan dapat merusak kandungan nutrisi di dalamnya.
Menurut R. Eddy Sugiharto (2004), pakan dan bahan pakan sebaiknya disimpan di tempat yang kering, tidak lembap, tidak terkena hujan atau terkena air, tidak terkena penguapan lantai, oleh karena itu lantai tempat penyimpanan diberi alas berupa papan atau karung yang tebal. Penyimpanan bahan pakan dan pakan paling lama 15 hari, jika lebih lama dari waktu tersebut, alas sebaiknya dibuat lebih tinggi dari lantai, tidak menempel di dinding tembok, serta harus terhindar dari tikus atau binatang lain yang bisa merusak kualitas dan kuantitasnya.
Selain pakan yang kita berikan kepada ternak puyuh, air minum pun harus kita berikan, sebab air minum ini pun sangat vital sekali fungsinya. Pakan yang dikonsumsi puyuh akan dicerna melalui bantuan zat cair yang sebagian besar diperoleh dari air minum.
Seperti yang telah dijelaskan di muka oleh Zainal Abidin (2002), bahwa air adalah inti kehidupan. Ungkapan ini tidak sepenuhnya salah, karena 60 sampai 80% komponen penyusun makhluk hidup adalah air. Demikian halnya dengan puyuh. Tidak mengherankan jika kekurangan atau kehilangan air sampai 10% puyuh akan mengalami gangguan fisiologis yang serius dan berdampak pada penurunan produksi, dan apabila kekurangan atau kehilangan air sampai 20% maka akan menyebabkan kematian.
Air yang digunakan untuk minum ternak puyuh harus air bersih yang segar, tidak berbau, dan tidak beracun. Air ini dapat berasal dari air sumur, air ledeng, atau dari sumber mata air. Air minum harus diberikan secara tidak terbatas (adlibitum), sehingga kapanpun  puyuh akan minum, air selalu tersedia di dalam tempat minum. Untuk anak puyuh, agar tidak sampai terjerembab ke dalam tempat minum yang bisa menyebabkan tubuhnya basah dan kedinginan, maka tempat minumnya diberi kerikil atau kelereng yang disebarkan di dasar tempat minum. Anak puyuh yang kedinginan tidak bisa makan dan minum dengan semestinya, sehingga bisa mengakibatkan kematian. Tempat minum harus rutin dibersihkan, begitu juga dengan kerikil atau kelereng harus dibersihkan agar tidak berbau dan bibit penyakit yang menempel bisa hilang. Kerikil atau kelereng ini dapat digunakan hingga anak puyuh berumur 5 sampai 7 hari. Air minum untuk anak puyuh sebaiknya diberi tambahan vitamin dalam bentuk serbuk atau powder. Agar anak puyuh aman dari residu-residu antibiotik, sebaiknya vitamin yang diberikan berupa vitamin non-antibiotik seperti Neobro, Vitabro, Vita Strong, atau Vitachick. Selain vitamin, EM-4 atau Effective Microorganism-4 adalah bahan cair yang berwarna cokelat kehitaman dan mengandung bakteri fermentasi bahan organik yang menguntungkan bagi ternak juga dapat ditambahkan pada air minum puyuh. Sebab, EM-4 dapat membantu proses pencernaan, mengurangi bau kotoran, meningkatkan nafsu makan, dan menekan penyakit (R. Eddy Sugiharto, 2004).
2.3. Pembibitan Puyuh (Reproduksi)
Pembibitan puyuh dapat dilakukan sendiri oleh peternak. Kegiatan yang harus dilakukan yaitu meliputi menyeleksi calon induk yang memenuhi syarat, memilih telur tetas yang memenuhi syarat, menyiapkan dan memeriksa kondisi mesin tetas, melakukan kegiatan penetasan dengan kontrol dan pengawasan yang rutin, dan manangani anak puyuh (DOQ) yang baru menetas.
Calon induk harus diambil dari puyuh jantan dan betina yang telah diseleksi dengan baik. Seleksi calon induk ini dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu seleksi secara fisik dan secara genetis.
Mengenai tatacara pembibitan puyuh pada subsistem agroproduksi ini tidak penulis jabarkan secara panjang lebar, sebab telah diuraikan pada subsistem agroinput. Akan tetapi, pada subsistem agroproduksi ini penulis akan memaparkan mengenai tahap-tahap memilih telur tetas yang memenuhi syarat dan tatacara penetasannya.
Sebelum kita melakukan penetasan telur, langkah pertama setelah kita siapkan peralatan yaitu memilih telur puyuh tetas yang baik dari induk hasil persilangan yang memiliki sifat genetis baik. Menurut Redaksi Agromedia (2002), telur puyuh memiliki tiga komponen penyusun sebagai berikut (1) kulit telur atau kerabang yang berfungsi sebagai pelindung isi telur (albumen & yolk) agar tidak keluar, serta berfungsi sebagai lalulintas gas oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2) dalam proses penetasan, (2) bagian cairan yang bening atau putih telur berfungsi untuk mengikat kuning telur agar tetap pada posisinya, (3) bagian cairan yang berwarna kuning atau kuning telur berfungsi sebagai cadangan makanan embrio ketika dalam proses penetasan.
Menurut Albertus Hery Suyono dalam Trubus Nomor 191 Tahun XVI Oktober (1985), untuk mendapatkan telur tetas berdaya tetas tinggi, perlu dilakukan seleksi. Pilih telur tetas yang baik dan singkirkan yang kurang baik. Sifat-sifat umum yang mempengaruhi daya tetas telur adalah kualitas eksterior telur yaitu bentuk dan ukuran kerabang, keutuhan, dan kebersihan serta kualitas interior yaitu kantong udara, dan fertilitas, sebab syarat utama telur tetas adalah harus fertil di samping kualitas dalam telur harus baik. Telur yang baik kantong udaranya berada di ujung yang tumbuh (bubling air). Telur yang mempunyai kantong udara berpindah-pindah daya tetasnya rendah.
Agar anak puyuh yang dihasilkan besarnya seragam, sehat, lincah, dan tidak cacat, telur tetas harus dipilih dengan syarat-syarat sebagai berikut (1) besar dan beratnya seragam, yaitu 11 sampai 13 gram, (2) berasal dari induk jantan dan betina dengan perbandingan 1 : 5, (3) berasal dari induk yang tidak mempunyai hubungan keluarga dekat, (4) berbentuk oval atau tidak terlalu bulat dan tidak terlalu lonjong, (5) kulit telur rata, halus, utuh, serta tidak retak atau pecah, (6) spot atau bercak kulit telurnya jelas, tidak kabur atau samar-samar, misalnya biru atau cokelat tua dan terang, (7) telur tetas disimpan diruang terpisah dari telur konsumsi dan tidak terkena sinar matahari langsung dengan ruang penyimpanan yang tidak lembap dan sirkulasi udaranya cukup baik , (8) penyimpanan telur tetas tidak terlalu lama (paling lama 7 hari), sebab waktu penyimpanan telur tetas berpengaruh terhadap fertilitas telur karena semakin lama waktu penyimpanan, fertilitasnya semakin menurun (R. Eddy Sugiharto, 2004).
Menurut Albertus Hery Suyono dalam Trubus Nomor 191 Tahun XVI Oktober (1985), daya tunas (fertilitas) merupakan faktor yang mempengaruhi daya tetas telur. Fertilias sendiri dipengaruhi oleh kualitas sperma pejantan dan sel telur betina unggas pembibit. Dilaporkan bahwa defisiensi vitamin E yang berkepanjangan dapat menyebabkan kemandulan pada beberapa pejantan. Karena itu, ransum  untuk unggas pembibit harus diperhatikan kualitasnya, agar diperoleh telur tetas yang fertilitasnya tinggi, disamping kuantitasnya juga tinggi. Usaha yang dapat dilakukan untuk mengetahui apakah telur tetas fertil atau tidak yaitu dengan peneropongan yang diarahkan kearah cahaya. Telur yang kosong tidak terdapat pembuluh-pembuluh darah, sedangkan telur yang dibuahi dan hidup di dalamnya akan tampak pembuluh-pembuluh darah yang menyebar merata dan kelihatan gelap, dan embrio yang mati akan tampak pembuluh darah menggumpal seperti menempel pada kulit telur serta berwarna merah jambu.
Ditambahkan oleh R. Eddy Sugiharto (2004), agar proses penetasan telur puyuh tidak terganggu, mesin tetas yang baik harus disiapkan. Persiapan ini meliputi hal-hal sebagai berikut (1) memeriksa dan memastikan kelistrikan seperti kabel, viting, dan bola lampu dapat bekerja dengan baik, (2) membersihkan mesin tetas dari kotoran dan dari bibit-bibit penyakit dengan cara menyemprotnya menggunakan larutan desinfektan, (3) menjemur mesin tetas, terutama bagian dalamnya selama beberapa jam, (4) memanaskan mesin tetas dengan cara menyalakan lampu dan mengisi bak air di dalam mesin tetas hingga mencapai suhu yang diinginkan, (5) mengatur sekerup capsule thermostast jika suhunya kurang atau lebih dari yang dibutuhkan, (6) menghitung dan mengatur telur tetas di dalam rak telur dengan posisi tidur. Jika suhu mesin tetas sudah stabil atau konstan, rak telur tetas bisa segera dimasukkan ke dalam mesin tetas, (7) mencatat jumlah telur yang ditetaskan, suhu, tanggal, dan jam mulai masuk mesin tetas.
Suhu yang dibutuhkan untuk penetasan telur puyuh dibagi menjadi dua macam sebagai berikut (1) suhu tetap atau konstan, yaitu suhu mesin tetas yang dari awal hingga akhir penetasan tidak dirubah berkisar 39 sampai dengan 40OC, (2) suhu bertingkat, yaitu suhu penetasan yang setiap minggunya ditingkatkan. Suhu yang dibutuhkan adalah minggu ke satu berkisar 101 sampai 102OF, minggu ke dua berkisar 102 sampai 103OF, dan minggu ke tiga berkisar 103 sampai 104OF yang angkanya tertera pada skala thermometer (R. Eddy Sugiharto, 2004).
Menurut Albertus Hery Suyono dalam Trubus Nomor 191 Tahun XVI Oktober (1985), prinsip penetasan telur dalam induk buatan yaitu (1) suhu dan perkembangan embrio, (2) kelembapan dalam induk buatan, (3) ventilasi selama penetasan, sebab perkembangan normal embrio membutuhkan oksigen O2 dan mengeluarkan CO2 melalui pori-pori kerabang telur, sehingga di dalam induk buatan harus cukup tersedia O2. Telur yang kerabangnya tertutup oleh kotoran bisa mengganggu pertukaran gas O2 dan CO2.
Posisi telur dalam induk buatan dibedakan menjadi dua macam berdasarkan atas periode pengeraman dan penetasan. Pada periode pengeraman hari ke 1 sampai ke 18 telur diletakkan dengan posisi vertikal dengan bagian yang tumpul di atas, hal ini di sebut dengan “setting comparment”. Sedangkan pada periode penetasan tiga hari terakhir telur diletakkan dengan posisi horizontal yang disebut dengan “hatching comparment”. Secara alam, pada saat mengeram puyuh akan memutar-mutar telur yang dierami dengan menggunakan kaki dan paruhnya. Demikian juga pada induk buatan dilakukan pemutaran tetapi tidak dilakukan oleh puyuh melainkan oleh manusia  (Albertus Hery Suyono dalam Trubus Nomor 191 Tahun XVI Oktober, 1985).
2.4. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Penyakit yang sering mengganggu saat proses penetasan berhasil menetaskan DOQ yaitu Pullorum, Infectious Bronchitis, CRD, Avian Encephalomyelitis. Penyakit ini dapat ditularkan melalui bulu-bulu halus dari unggas yang sakit atau melalui telur tetas yang tercemar. Upaya pencegahannya yaitu melakukan dipping terhadap telur yang akan ditetaskan dengan desinfektan, memilih telur tetas yang bersih dari segala kotoran, menghapus hamakan mesin tetas sebelum ataupun sesudah dipakai, tempat penetasan harus jauh dari kandang ayam dewasa, sisa-sisa penetasan seperti kulit telur harus disingkirkan dari mesin tetas (Albertus Hery Suyono dalam Trubus Nomor 191 Tahun XVI Oktober, 1985).
Adapun penyakit lain yang biasa menyerang ternak puyuh seperti yang telah diterangkan dimuka yaitu seperti Snot (Infections Coryza), kolera unggas atau berak hijau, berak kapur (Pullorum), cacingan, radang usus (Quail Enteritis), tetelo (Newcastle Disease), Coccidiosis, cacar unggas (Fowl Pox), Bronkhitis (Quail Bronchitis), Aspergillosis, flu burung (Avian Influenza), defisiensi vitamin E.
2.4.1. Snot (Infections Coryza)
Snot adalah penyakit pada unggas dengan ditandai adanya leleran lendir pada hidung, infeksi kelopak mata sehingga terjadi pelekatan kelopak, pembengkakan wajah, dan suara pernafasan yang tidak normal. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Haemophilus paragillarum (Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
Pencegahannya yaitu menjaga kebersihan kandang dan melakukan vaksinasi. Pemberian vaksin snot trivalent yang diinjeksikan secara intramuskuler mampu memberikan perlindungan sebesar 78 sampai dengan 90% (Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
Pengobatan snot dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik streptomycin, erythromycin, atau tylosin melalui air minum atau pakannya (Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
Ditambahkan oleh R. Eddy Sugiharto (2004), bahwa penyakit snot dapat menimbulkan angka kematian rendah, tetapi angka pesakitannya tinggi, sehingga dapat menimbulkan kerugian secara ekonomi, yakni menurunkan produksi telur 10 sampai 40%.
2.4.2. Kolera Unggas atau Berak Hijau
Kolera unggas disebut juga dengan kolera atau fowl cholera, yakni penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang mudah menular dan menyerang berbagai jenis unggas, dengan angka pesakitan dan angka kematian yang relatif tinggi. Berjangkitnya penyakit kolera biasanya berkaitan erat dengan kejadian stres akibat perubahan cuaca atau suhu udara, potong paruh, pindah kandang, pergantian pakan, kelembapan, vaksinasi, dan kepadatan kandang. Penularan penyakit kolera bisa melalui air atau cairan yang keluar dari hidung atau mulut dan kotoran puyuh yang sakit. Penularan yang sering terjadi melalui air minum, kontak langsung dengan puyuh yang sakit, dan peralatan peternakan (R. Eddy Sugiharto, 2004).
Ditambahkan oleh R. Eddy Sugiharto (2004), gejala-gejala penyakit kolera ini yaitu kematian puyuh secara mendadak, puyuh tampak lesu dan mengalami demam, nafsu makan dan minum menurun, puyuh mengantuk, bulunya berdiri, keluar cairan dari mulut, dan pernapasan lebih cepat dari biasanya, puyuh mengalami mencret yang pada tahap awal kotorannya berwarna kekuningan kemudian menjadi hijau bercampur lendir dengan bau tidak sedap, puyuh ngorok karena di dalam saluran pernapasannya terdapat lendir cairan, puyuh mengalami kekurangan cairan, terjadi pembengkakan pada sendi sayap, kaki, dan telapak kaki, sehingga puyuh mengalami kelumpuhan.
Pengobatan penyakit kolera ini dapat dilakukan menggunakan obat-obatan seperti Trimezyn serbuk, Quinoxalin, Noxal, dan antibiotik. Pemberian obat ini melalui air minum atau suntikan dengan dosis sesuai dengan anjuran di kemasan.
Pencegahan penyakit kolera dapat dilakukan dengan cara menjaga kondisi puyuh tetap prima, yaitu dengan memberikan pakan yang baik, vitamin, EM-4, dan jamu melalui air minum. Sedangkan upaya pengendaliannya dapat dilakukan dengan cara memisahkan puyuh yang sakit sedini mungkin agar penularan kepada puyuh lain tidak terjadi. Puyuh yang mati sebaiknya segera dibakar atau dikubur, agar penyakitnya tidak menulari puyuh lainnya.
2.4.3. Berak Kapur (Pullorum)
Pullorum atau berak kapur disebabkan oleh bakteri Salmonella pullorum. Penyakit ini termasuk penyakit yang harus diperhatikan, karena sifatnya yang mudah menular. Peralatan kandang maupun makanan dan minuman dapat menjadi media penularan yang efektif. Bahkan induk penderita pullorum sudah bisa menulari telur-telurnya dibakar (Agus G. T. K dkk, 2001).
Tanda-tanda puyuh terserang penyakit ini adalah kotorannya berwarna putih, dengan tanda-tanda umum seperti sayapnya terkulai, lesu, nafsu makan hilang, sesak nafas, dan bulu mengkerut dibakar (Agus G. T. K dkk, 2001).
Upaya pengobatannya dapat dilakukan dengan furazolidone. Untuk mencegah penularan, puyuh terinfeksi yang sudah mati harus dikubur atau dibakar (Agus G. T. K dkk, 2001).
2.4.4. Cacingan
Agar tidak terjangkit penyakit cacing, sebaiknya puyuh diberikan obat cacing seperti Worm X dan Ascaricid secara rutin setiap dua sampai tiga bulan sekali.
2.4.5. Radang Usus (Quail Enteritis)
Tanda-tanda puyuh yang terjangkit Quail Enteritis yaitu puyuh tampak lesu, mata tertutup, bulu terlihat kusam, serta kotoran berair dan mengandung asam urat. Timbulnya gejala tersebut disebabkan oleh serangan bakteri anaerob yang membentuk spora dan menyerang usus sehingga timbul peradangan pada usus dan juga dapat mengakibatkan kerusakan hati (necrosis). Radang usus dapat menyerang dalam waktu yang singkat. Penularan pada puyuh memerlukan waktu kurang dari 21 hari dengan kematian tertinggi, yaitu 5 sampai 14 hari setelah penularan. Penularan radang usus disebabkan lingkungan yang kurang bersih serta pakan, litter, dan air minum yang tercemar oleh bakteri penyebab penyakit tersebut (Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
Pencegahan Quail Enteritis dapat dilakukan dengan memperbaiki tatalaksana pemeliharaan serta memisahkan burung puyuh sehat dengan puyuh yang telah terinfeksi penyakit. Pemberian streptomycin melalui air minum dengan dosis 1 gram/5 liter air minum atau injeksi kanamycin dengan dosis 2 sampai dengan 3 mg/ekor dapat mengobati puyuh yang sudah terlanjur sakit (Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
2.4.6. Tetelo (Newcastle Disease)
Menurut Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari (2005), gejala tetelo terlihat dari puyuh tampak lesu, nafsu makan menurun, kehausan, sesak nafas, ngorok, bersin, bulu kusam, mencret berwarna putih hijau, dan produksi telur menurun.
Tetelo disebabkan oleh virus yang biasanya menyerang unggas seperti ayam, itik, dan burung-burung. Penyakit ini sangat menular dan tidak jarang menimbulkan kematian hingga 100%.
Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan dan mengapur kandang dengan NaOH 2% ditambah formalin 1 sampai 2%. Selain itu, tambahkan vaksin ND melalui air minum, tetes mata, tetes hidung, penyuntikan maupun penyemprotan (Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
2.4.7. Coccidiosis
Menurut Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari (2005), gejala Coccidiosis ditandai dengan puyuh tampak lesu dan pucat, nafsu makan menurun, tetapi nafsu minumnya meningkat, bulu kusut dengan bulu sekitar anus kotor oleh tinja yang bercampur darah, sehingga Coccidiosis sering disebut juga penyakit berak darah.
Coccidiosis disebabkan oleh coccidia, yaitu hewan bersel satu dari filum protozoa. Coccidia ini umumnya berkembang biak dalam sel-sel epitel usus sehingga menyebabkan radang usus yang diikuti dengan diare bercampur darah (Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
Tatalaksana dan sanitasi kandang yang baik dapat mencegah timbulnya penyakit ini. Kandang yang tercemar oleh oocyst dapat diberi larutan amoniak 20%, dengan penyiraman diterjen panas atau air soda. Ternak yang sakit dapat diobati dengan Baiko sebanyak 2 cc/liter air untuk 2 hari. Sebelum diobati, puyuh yang sakit sebaiknya dipuasakan terlebih dahulu (Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
2.4.8. Cacar Unggas (Fowl Pox)
Gejala cacar unggas terlihat dari timbulnya keropeng-keropeng pada kulit yang tidak berbulu seperti pada pial, kaki, mulut, dan faring yang bila dilepas akan mengeluarkan darah (Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
Cacar unggas ini disebabkan oleh Poxvirus dan sudah tersebar diseluruh Indonesia. Penyakit ini dapat menyerang seluruh bangsa unggas dari semua umur dan jenis kelamin. Penularan terjadi bila unggas penderita dan unggas sehat saling mematuk sehingga virus cacar masuk melalui luka yang ditimbulkan akibat patukan. Alat-alat yang tercemar virus, nyamuk, dan lalat penghisap darah juga dapat menjadi vektor pembawa penyakit ini (Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
Pencegahan termujarab penyakit unggas dapat dilakukan dengan vaksinasi menggunakan vaksin Dipteria dan mengisolasi kandang atau puyuh yang telah terinfeksi. Pemberian antibiotika, vitamin, dan elektrolit dapat mencegah infeksi sekunder dan memperbaiki kondisi penderita. Pemberian iodium tincture dan suntikan vitamin A juga dapat mengobati penyakit cacar unggas ini (Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
2.4.9. Bronkhitis (Quail Bronchitis)
Menurut Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari (2005), gejala Bronkhitis ditandai dengan puyuh terlihat lesu, bulu kusam, gemetar, sulit bernafas, batuk dan bersin, mata dan hidung mengeluarkan lendir, serta kepala dan leher agak terpelintir.
Quail Bronchitis adalah penyakit pernapasan yang disebabkan oleh quail bronchitis virus (adenovirus) dan sangat menular. Selain dengan kontak langsung, cara penularannya dapat melalui udara, alat-alat yang tercemar virus (Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
Pencegahan penyakit ini dilakukan dengan pemberian vaksin IB in-aktif (infectious bronchitis) yang berisi serotipe virus yang sama dengan penyebab IB di lapangan dan diberikan secara muskuler. Selain itu, pemberian pakan yang bergizi dengan sanitasi memadai dapat mencegah timbulnya penyakit ini (Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
Menurut Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari (2005), hingga saat ini, pengobatan brinkhitis belum ditemukan. Oleh karena itu, sangat dianjurkan agar puyuh yang terkena penyakit segera dimusnahkan untuk mencegah penularan yang lebih luas lagi.
2.4.10. Aspergillosis
Gejala Aspergillosis ditandai dengan puyuh mengalami gangguan pernafasan, paru-paru, kantung udara, dan pada mata terbentuk lapisan putih menyerupai keju. Bentuk akut ditandai dengan kesulitan bernafas, megap-megap, mengantuk, nafsu makan hilang, terkadang terjadi kelumpuhan, setelah itu mati (Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
Aspergillosis disebabkan oleh cendawan Aspergillus fumigatus. Penyakit ini menyerang alat-alat pernafasan. Aspergillosis sangat menular, terutama pada burung puyuh, burung kenari, dan anak ayam. Peternakan yang manajemennya tidak baik, misalnya kandang lembap, kotor, kurang sinar matahari, dan ventilasi tidak baik akan mudah terserang cendawan ini (Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
Pencegahan dilakukan terutama dengan memperbaiki sanitasi kandang dan lingkungan sekitarnya. Kandang sebaiknya dibersihkan dengan 1% larutan CuCO4 atau terusi. Hindarkan pemberian ransum yang sudah berjamur. Untuk mencegahnya, ransum diberi zat anti jamur. Cara yang paling tepat untuk mencegah penularan adalah mengeluarkan unggas yang sakit (Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
2.4.11. Flu Burung (Avian Influenza)
Menurut Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari (2005), pada infeksi ringan terlihat gejala gangguan pernapasan seperti batuk, bersin, hidung berlendir, keluarnya air mata, pembengkakan hidung, mencret, pembengkakan pada wajah, warna pial dan jengger membiru serta penurunan produksi telur. Pada serangan yang hebat, unggas yang terserang mati tanpa menunjukkan banyak gejala.
Avian Influenza adalah penyakit pernapasan unggas yang disebabkan oleh virus ganas AI, yaitu Orthomixovirus. Kematian yang diakibatkan virus ini dapat mencapai 70% (Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
Saat ini virus flu burung memiliki banyak varian. Salah satu varian yaitu H5N1 yang telah membuat gempar dunia medis. Di karenakan flu burung disebabkan oleh virus, maka pengendaliannya dilakukan dengan sistem biosecurity. Sistem ini diterapkan dengan cara mengawasi lalu-lalang manusia maupun kendaraan dalam peternakan. Kendaraan perlu difumigasi dengan KMnO4 dan formalin. Selain itu, pintu masuk peternakan perlu diberi keset yang dibasahi karbol. Dengan demikian, setiap orang yang akan memasuki kandang harus menginjakkan kakinya pada keset yang berkarbol tersebut. Serangan flu burung dapat dihindari dengan masuknya cahaya matahari ke dalam kandang secara leluasa. Pencegahan lain dapat dilakukan dengan memilih DOQ berasal dari induk yang telah divaksinasi (Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
2.4.12. Defisiensi Vitamin E
Defisiensi vitamin E timbul karena puyuh mengalami kekurangan vitamin E. Kekurangan vitamin E dapat terjadi karena kesalahan dalam pemberian pakan, misalnya pakan yang seharusnya untuk ayam ras diberikan kepada puyuh. Padahal, kandungan zat nutrisi yang terkandung dalam pakan ayam ras tidak sesuai dengan kebutuhan puyuh. Hal ini sering terjadi karena masih terbatasnya pengetahuan peternak (Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
Ditambahkan lagi oleh Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari (2005), untuk mencegahnya dapat menggunakan pakan khusus puyuh dan ditambahkan egg formula dalam air minumnya setiap hari. Sementara bagi anakan, tambahkan vitamin E dalam air minumnya setiap hari. Untuk pengobatan, bila terlihat gejala maka puyuh sakit harus segera diberi vitamin E setiap hari pada air minumnya.
3. Subsistem Agroindustri (Pengolahan)
Menurut Mulyono dalam Jonson Siahaan (2005), keuntungan dalam berusaha ternak unggas dalam hal ini khususnya puyuh, para peternak dianjurkan berusahatani secara diversifikasi. Baik diversifikasi vertikal maupun horizontal. Diversifikasi vertikal adalah berusahatani dalam satu jenis komoditas dengan mengusahakan penanganan dan pengolahan hasil serta limbah komoditas yang diusahakan tersebut. Sedangkan diversifikasi horizontal adalah berusahatani dengan mengusahakan beberapa komoditas.


3.1. Panen
Produk utama yang diambil dari ternak puyuh yaitu telur. Menurut Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari (2005), produksi telur puyuh mencapai 130 sampai 300 butir/tahun dengan berat sekitar 10 gram.
Produk yang dihasilkan ternak puyuh tidak hanya berupa telur saja, melainkan pada waktu puyuh betina sudah menginjak masa apkir atau puyuh jantan yang sengaja digemukkan dapat dijadikan sebagai produk tambahan sebagai penghasil daging. Selain itu, kotoran yang dihasilkan ternak puyuh dapat diolah untuk dijadikan sebagai pupuk kompos ataupun sumber bahan pakan bagi puyuh.
Dilaporkan bahwa faeces ternak unggas yang diberi pakan komersil seperti ternak puyuh, ayam petelur (leghorn), dan ayam broiler dapat diolah untuk dijadikan sebagai sumber bahan pakan yang memiliki kandungan protein tinggi sebab makanan yang dicerna oleh ternak unggas tidak sepenuhnya diserap oleh tubuh unggas, protein yang ada pada faeces berasal dari sintesa asam urik oleh mikroorganisme menjadi protein, protein itu juga berasal dari sel-sel epitel pencernaan yang mati atau rusak (Mata kuliah Bioteknologi 03 September 2007).
Selain telur, daging dan faeces yang dihasilkan dalam usaha peternakan puyuh bulu puyuhpun dapat dimanfaatkan sebagai tambahan pendapatan peternak. Selain sebagai kerajinan tangan, bulu ternak unggas dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak layaknya faeces tadi. Menurut Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari (2005), pemanfaatan bulu sebagai campuran bahan pakan ternak karena berpotensi sebagai sumber protein hewani dan sumber mineral. Selain itu, bulu kaya akan asam amino esensial. Energi metabolisme yang dihasilkan bulu mencapai 3,047 Kkal/kg, sedangkan protein kasarnya mencapai 86,5%.
Ada satu manfaat lagi yang didapatkan dalam usaha ternak puyuh, yaitu puyuh selalu dipilih sebagai hewan percobaan laboratorium. Ada beberapa pertimbangan yang dipakai, yaitu siklus hidupnya yang relatif singkat. Seekor puyuh, khususnya Coturnix japonica, sudah mencapai dewasa kelamin pada umur 41 hari dan dapat menghasilkan telur. Puyuh memiliki kemampuan untuk menghasilkan keturunan sebanyak 3 sampai 4 generasi per tahunnya. Sifat inilah yang menjadi keunggulan bahwa puyuh dapat dijadikan sebagai hewan laboratorium (Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
3.2. Pasca panen
Telur-telur puyuh yang dihasilkan dapat langsung dipasarkan atau diolah menjadi produk konsumsi lainnya. Walaupun langsung dipasarkan, peternak tidak langsung menjualnya, melainkan mengumpulkan dalam jumlah tertentu yang cukup banyak kemudian dipasarkan.
Untuk memperpanjang daya simpan serta menjaga kesegaran dan mutu isi telur konsumsi, diperlukan teknik penanganan yang tepat. Salah satu tekniknya adalah pengawetan, baik itu secara konvensional maupun modern. Secera teori, bahwa proses pengawetan adalah menutup pori-pori kulit telur agar tidak dimasuki mikroba dan mencegah air serta gas keluar dari dalam telur (Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
Cara pengawetan konvensional diantaranya menggunakan panas, suhu rendah, dan menggunakan bahan pengawet seperti melapisi kulit telur dengan pembungkus kering (dry packing) dan perendaman (immersion in liquid). Sementara pengawetan modern dengan pengeringan dan dibuat bubuk (dengan memisahkan putih dan kuning telur sesuai kebutuhan). Ada beberapa macam jenis pengawetan telur selain yang telah dijelaskan di atas seperti pembekuan, pengeringan, pengawetan menggunakan abu gosok maupun menggunakan bahan pengawet cair, pengasapan, pemindangan, pengawetan dalam kantong plastik, pengepakan dalam kemasan tetrapak (Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
4. Subsistem Pemasaran
Menurut Wasrob Nasruddin dkk (2005), pemasaran menjadi hal yang krusial, sebab dalam sistem agribisnis, subsistem pemasaran adalah bagian yang paling lemah dan yang paling kurang tertangani dengan baik.
Menurut Nurcahyo dan Widyastuti dalam Jonson Siahaan (2005), bahwa jalur distribusi produk peternakan unggas khususnya burung puyuh masih bermuara pada pasar tradisional, meskipun sebagian diantaranya sudah dapat menembus pasar swalayan, dan restoran, bahkan hotel.
Distribusi produk puyuh yang dilakukan peternak di Kecamatan Turi kabupaten Sleman Privinsi Daerah Istimewa Yogyakarta ada yang langsung memasarkan ke konsumen, ada yang melalui pedagang pengumpul lalu dipasarkan lagi ke pasar-pasar untuk dijual ke konsumen, ada juga yang memasarkan melalui biro penitipan, hal ini biasa dilakukan oleh peternak yang memasarkannya sampai ke luar kota.
Menurut Wasrob Nasruddin dkk (2005), umumnya petani tidak langsung menjual hasil produksinya kepada konsumen akhir, melainkan melalui beberapa perantara (pedagang dan agen). Banyak variasi saluran tataniaga yang dapat dilalui oleh produk pertanian. Ada saluran pendek, yaitu saluran yang langsung dari produsen ke konsumen akhir, saluran menengah yaitu dari produsen ke pengecer lalu ke konsumen akhir, atau saluran panjang yaitu dari produsen ke pedagang besar, lalu ke pedagang pengecer kemudian dijual lagi ke konsumen akhir. Saluran tersebut tidak selalu merupakan satu garis lurus, tetapi dapat bercabang-cabang.

C. Tinjauan Penyuluhan
Penyuluhan sebagai bagian dari upaya pembangunan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum merupakan hak asasi warga negara Republik Indonesia. Pemerintah berkewajiban menyelenggarakan penyuluhan di bidang pertanian, perikanan, dan kehutanan. Pengaturan penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan dewasa ini masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan serta belum dapat memberikan dasar hukum yang kuat dan lengkap bagi penyelenggaraan penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan, sehingga perlu membentuk Undang-Undang tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (Undang-Undang RI No. 16 Tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan).
Penyuluhan pertanian adalah pemberdayaan petani dan keluarganya beserta masyarakat pelaku agribisnis melalui kegiatan pendidikan non formal di bidang pertanian agar mereka mampu menolong dirinya sendiri baik di bidang ekonomi, sosial maupun politik sehingga peningkatan pendapatan dan kesejahteraan mereka dapat dicapai. Kegiatan penyuluhan pertanian meliputi (1) memfasilitasi proses pembelajaran petani dan keluarganya beserta masyarakat pelaku agribisnis, (2) memberikan rekomendasi dan mengusahakan akses petani dan keluarganya ke sumber-sumber informasi dan sumberdaya yang akan membantu mereka dalam memecahkan masalah yang sedang dihadapi, (3) membantu menciptakan iklim usaha yang menguntungkan, (4) mengembangkan organisasi petani menjadi organisasi sosial ekonomi yang tangguh, dan (5) menjadikan kelembagaan penyuluhan sebagai lembaga mediasi dan intermediasi, terutama yang menyangkut teknologi dan kepentingan petani dan keluarganya beserta masyarakat pelaku agribisnis.  (Departemen Pertanian, 2002).
Pengertian Penyuluhan menurut Undang-Undang Nomor 6 yaitu proses pembelajaran bagi pelaku utama dan pelaku usaha agar mereka mampu mengorganisasikan dirinya untuk mengakses kepada pasar, teknologi, permodalan dan sumberdaya lainnya sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraannya serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkup hidup (Mata kuliah Masalah Khusus, 30 Nopember 2007).
Penyuluhan pertanian, perikanan, kehutanan yang selanjutnya disebut penyuluhan adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan produktifitas, efisiensi usaha, pendapatan, dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 Bab I  Pasal 1 Ayat 2).
Ruang lingkup penyuluhan pertanian meliputi (1) bertani lebih baik, (2) berusaha dan berbisnis lebih menguntungkan serta lebih adil, (3) berorganisasi lebih baik, (4) bersistem informasi yang lebih baik, (5) bermasyarakat lebih baik, (6) berlingkungan yang lebih baik, dan (7) hidup yang lebih sejahtera yang semuanya diusahakan secara berkelanjutan (Departemen Pertanian, 2002).
Sebelum melaksanakan penyuluhan pertanian maka langkah pertama yang harus dilakukan yaitu membuat program atau rencana penyuluhan. Dengan adanya program atau rencana penyuluhan pertanian ini maka petani dan rakyat  yang lainnya dapat mengetahui sebelumnya tentang usaha-usaha apa saja yang akan dilakukan.
Rencana penyuluhan yang baik pasti telah memperhitungkan dan mempertimbangkan segala sesuatu yang bersangkut paut pada program itu, termasuk di dalamnya disampaikan tentang kendala-kendala yang mungkin akan dihadapi selama proses penyuluhan sedang berlangsung.
Program atau rencana penyuluhan pertanian dapat berisi tentang (1) materi apa yang akan disampaikan, (2) sasarannya siapa saja, (3) di mana lokasi penyuluhan pertanian akan dilaksanakan, (4) siapa yang akan melakukan penyuluhannya, dan (5) bagaimana cara melakukannya.
1. Materi
(1) Materi penyuluhan dibuat berdasarkan kebutuhan dan kepentingan pelaku utama dan pelaku usaha dengan memperhatikan kemanfaatan dan kelestarian sumber daya pertanian, perikanan, dan kehutanan, (2) Materi penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berisi unsur pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan modal sosial serta unsur ilmu pengetahuan, teknologi, informasi, ekonomi, manajemen, hukum, dan pelestarian lingkungan (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 Bab VII  Pasal 27 Ayat 1 dan 2).
(1) Materi penyuluhan dalam bentuk teknologi tertentu yang akan disampaikan kepada pelaku utama dan pelaku usaha harus mendapat rekomendasi dari lembaga pemerintah, kecuali teknologi yang bersumber dari pengetahuan tradisional, (2) lembaga pemerintah pemberi rekomendasi wajib mengeluarkan rekomendasi segera setelah proses pengujian dan administrasi selesai, (3) teknologi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan oleh Menteri, (4) ketentuan mengenai pemberian rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 3 dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 Bab VII  Pasal 28 Ayat 1, 2, 3, dan 4).
Materi penyuluhan pertanian merupakan segala sesuatu yang disampaikan pada proses penyampaian inovasi. Materi penyuluhan pertanian dapat berupa teknik budidaya, ekonomi, manajemen usahatani, dan dinamika kelompok.
2. Sasaran
Materi penyuluhan pertanian dapat disampaikan kepada sasaran penyuluhan pertanian, yang terdiri atas sasaran utama yang meliputi petani dan anggota keluarganya, sasaran penentu yang meliputi pejabat pemerintah, peneliti, produsen, dan lembaga-lembaga yang terkait dengan aktivitas penyuluhan pertanian.
3. Lokasi Pelaksanaan Penyuluhan Pertanian
Kegiatan penyuluhan pertanian hendaknya dilakukan di pedesaan. Baik itu di sawah, pekarangan rumah, kandang, dan tempat pertemuan yang ada di desa petani.
4. Siapa Yang Akan Melakukan Penyuluhan
Tenaga penyuluh terdiri atas (a) penyuluh pertanian lapangan yang berhubungan langsung dengan petani dan keluarganya, (b) penyuluh pertanian urusan program adalah penyuluh pertanian yang berpangkal di Balai Penyuluhan Pertanian dan bertanggungjawab atas penyuluhan pertanian di wilayah kerja balai penyuluhan pertanian, (c) penyuluh pertanian spesialis adalah penyuluh pertanian yang mendalami dan mahir suatu cabang ilmu tertentu yang bertindak sebagai tenaga ahli pendukung.
5. Bagaimana Cara Melakukan
Ada tiga metode yang dapat digunakan dalam penyuluhan pertanian, yaitu metode perorangan (individu), metode kelompok, dan metode massal.

D. Pendekatan dan Metodelogi
Pendekatan dan metodelogi yang akan diterapkan penulis di lokasi praktek akhir yaitu melakukan kunjungan atau pertemuan kelompok untuk memberikan informasi kepada petani tentang pentingnya lama pencahayaan terhadap penampilan ternak puyuhnya.
Metode yang akan penulis lakukan yaitu membuat tiga kelompok sampel ternak puyuh, di mana di antara tiga kelompok sampel itu betina semuanya dengan umur yang sama, dan diperlakukan sama baik itu pemberian pakan dan air minum, kebersihan kandang, obat-obatan dan vitamin. Hanya saja di antara tiga sampel kelompok puyuh itu diperlakukan beda pada segi pencahayaannya, di mana kelompok puyuh A mendapat perlakuan pencahayaan murni dari alam saja yaitu cahaya matahari biasanya mulai dari pukul 06.00 sampai dengan 17.30 atau intensitas pencahayaannya selama 11 sampai 12 jam saja. Sedangkan kelompok puyuh B selain mendapat pencahayaan dari alam (cahaya matahari) juga diberikan pencahayaan buatan berupa cahaya lampu sampai pukul 22.00 atau total pencahayaannya selama 16 jam. Untuk kelompok puyuh C diberi perlakuan pencahayaan selama 24 jam penuh yaitu cahaya dari alam dan kalau sudah petang diberi cahaya lampu yang dibiarkan menyala sampai pagi (sampai terbit fajar).
Dari metode kajiterap yang akan penulis lakukan seperti langkah-langkah di atas, akan didapatkan data-data dari masing-masing sampel kelompok ternak puyuh tersebut. Di mana menurut teori bahwa ternak unggas khususnya puyuh yang mendapat perlakuan pencahayaan lebih lama akan mengalami pertumbuhan lebih cepat dan tingkat produksinya lebih tinggi jika dibandingkan dengan unggas yang hanya mendapat perlakuan murni dari alam saja (cahaya matahari).
Ditinjau dari analisis SWOT, bahwa penulis telah melakukan survai lokasi dan didapatkan data-data informasi tentang kelompok peternak puyuh di Kecamatan Turi Kabepaten Sleman, baik itu informasi berupa kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman kelompok atau petani peternak dalam melakukan usaha budidaya ternak puyuh.
Adapun pemaparan tentang kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman usaha ternak puyuh di Kecamatan Turi Kabupaten Sleman sebagai berikut :

a.      Faktor Internal
1.      Kekuatan (Strength)
a.       Modal relatif terjangkau (murah)
b.      Pemeliharaannya mudah
c.       Pakan mudah didapat
d.      Permintaan pasar tinggi
e.       Sedikitnya pesaing


2.      Kelemahan (Weakness)
a.       Sulit mendapatkan bibit unggul
b.      Harga jual produk tidak stabil
c.       Hanya sebagai usaha sampingan


b.      Faktor Eksternal

1.      Peluang (Oportunities)
a. Jumlah konsumen meningkat
b. Sebagai bahan makanan
    alternatif yang bergizi tinggi
c. Pemasaran mudah
d. Adanya PP No. 9 tahun 1995
    yang menjelaskan bahwa
    koprasi dapat bermitra
   dengan badan usaha lain
e.Semakin berkembangnya
pola  pikir masyarakat
2. Ancaman (Treats)
a.       Harga pakan & obat serta vitamin mahal



b.      Adanya wabah penyakit unggas berbahaya khususnya flu burung
c. Kurangnya sumberdaya
    manusia yang terampil



Untuk lebih jelasnya, analisis SWOT usaha agribisnis ternak puyuh di Kecamatan Turi Kabupaten Sleman dapat diperhatikan pada tabel 18 di bawah ini.
Tabel 18. Analisi SWOT Agribisnis Ternak Puyuh di Kecamatan Turi Kab. Sleman
Faktor Internal







Faktor Eksternal
Kekuatan (Strength)
a.       Modal relatif terjangkau (murah)
b.      Pemeliharaannya mudah
c.       Pakan mudah didapat
d.      Permintaan pasar tinggi
e.       Sedikitnya pesaing
Kelemahan (Weakness)
a.       Sulit mendapatkan bibit unggul
b.      Harga jual produk tidak stabil
c.       Hanya sebagai usaha sampingan
Peluang (Oportunities)
a.       Jumlah konsumen meningkat
b.       Sebagai bahan makanan alternatif yang bergizi tinggi
c.       Pemasaran mudah
d.      Adanya PP No. 9 tahun 1995 yang menjelaskan bahwa      koprasi dapat bermitra dengan badan usaha lain
e.       Semakin berkembangnya pola pikir masyarakat
Strategi S – O
a.       Prospek usaha ternak puyuh sangat baik
b.      Pemenuhan kebutuhan protein hewani
c.       Menciptakan lapangan kerja
Strategi W – O
a.       Menyediakan bibit lokal yang berkualitas baik
b.      Meningkatkan skala usaha
c.       Menjual produk pada koperasi
Ancaman (Treats)
a.       Harga pakan & obat serta vitamin mahal
b.      Adanya wabah penyakit unggas berbahaya khususnya flu burung
c.       Kurangnya SDM yang terampil
Strategi S – T
a.       Menggunakan bibit yang berkualitas baik
b.      Dilakukan pembinaan dan kerjasama antara petani dengan lembaga penunjang untuk menghindari biaya produksi yang tinggi & kerugian petani akibat penyakit & faktor keamanan
Strategi W – T
a.    Meningkatkan pengetahuan petani tentang tatacara memilih bibit unggul
b.    Melakukan sanitasi kandang dan vaksinasi secara teratur kalau perlu menerapkan biosecurity





Tabel 19. Skoring Faktor Strategis Internal Usaha Ternak Puyuh
Faktor Internal
Bobot (b)
Rating (r)
bXr
Komentar
Kekuatan (Strength)




a.       Modal relatif terjangkau
       (murah)
0,10
4
0,4
a. Menarik minat petani untuk
    beternak puyuh
b.      Pemeliharaannya mudah
0,15
4
0,6
b. Menarik minat petani untuk
    beternak puyuh
c.       Pakan mudah didapat
0,15
3
0,45
c. Tidak membuat repot petani
d.      Permintaan pasar tinggi
0,15
3
0,45
d. Petani memiliki prospek usaha
    yang cerah
e.   Sedikitnya pesaing
0,15
3
0,45
e. Petani tidak memiliki rasa
    ketakutan
Jumlah
0,55

2,35

Kelemahan (Weakness)




a. Sulit mendapatkan bibit
    unggul
0,15
4
0,6
a. Petani belum mampu
    melakukan persilangan
b. Harga jual produk tidak stabil
0,15
3
0,45
b. Harga ditentukan dari pasar
c. Hanya sebagai usaha
    sampingan
0,15
2
0.3
c. Sebagai tambahan pendapatan
    petani
Jumlah
0.45

1,35

Jumlah (S + W)
1,00

3,7







Tabel 20. Skoring Faktor Strategis Eksternal Usaha Ternak Puyuh
Faktor Eksternal
Bobot (b)
Rating (r)
bXr
Komentar
Peluang (Oportunities)




a.       Jumlah konsumen meningkat
0,15
3
0,45
a. Menjamin usaha peternakan
    puyuh
b.      Sebagai bahan makanan alternatif yang bergizi tinggi
0,10
3
0,3
b. Petani turut mencerdaskan
    kehidupan masyarakat
c.       Pemasaran mudah
0,15
3
0,45
c. Menjamin usaha peternakan
    puyuh
d.      Adanya PP No. 9 tahun 1995 yang menjelaskan bahwa      koprasi dapat bermitra dengan badan usaha lain
0,05
4
0,2
d. Menjamin usaha peternakan
    puyuh
e. Semakin berkembangnya pola
    pikir masyarakat
0,10
2
0,2
e. Semakin meningkatnya
    optimisme petani dalam
    beternak
Jumlah
0,55

1,6

Ancaman (Treats)




a.       Harga pakan & obat serta vitamin mahal
0,10
4
0,4
a. Petani belum mampu menyusun
   formulasi pakan yang
   berkualitas
b.      Adanya wabah penyakit unggas berbahaya khususnya flu burung
0,10
3
0,3
b. Mengoptimalkan upaya
    biosecurity
c.       Kurangnya SDM yang
      terampil
0,05
2
0,1
c. Harus diberikan penyuluhan
    inovasi yang menarik
Jumlah
0,25

0.8

Jumlah (O + T)
0,8

2,4


Keterangan nilai Rating :


1 = Tidak penting


2 = Cukup penting


3 = Penting


4 = Sangat penting


Strategi terpilih :
S – O = 2,35 + 1,6 = 3,95
S – T = 2,35 + 0,8  = 3,15
W – O = 1,35 + 1,6 = 2,95
W – T = 1,35 + 0,8 = 2,15
Strategi yang dipilih adalah S – O karena memiliki skor tertinggi, yaitu berusaha mengoptimalkan kekuatan  (strength) dengan memanfaatkan peluang (oportunities) yang ada, yang akan diimplementasikan pada usaha budidaya ternak puyuh.
Melalui strategi terpilih tersebut, dapat disimpulkan langkah-langkah strategi yang akan dilaksanakan sebagai berikut (1) melakukan pembinaan atau penyuluhan untuk meningkatkan adopsi teknologi dan inovasi dalam bidang usaha ternak puyuh, (2) inovasi teknologi yang akan disampaikan yaitu pada segi manajemen pencahayaan lokasi kandang, (3) menggerakkan usaha melalui pembinaan usahatani berkelompok dalam penerapan sapta usaha.




























III. METODE

A. Metode Identifikasi Masalah
Metode identifikasi masalah yang akan dilakukan dilapangan yaitu dengan menggunakan metode pendekatan kelompok, diskusi, anjangsana, demplot atau kaji terap, dan seminar.
Pelaksanaan praktek akhir kegiatan penyuluhan dilaksanakan dengan metode pendekatan kelompok dengan harapan peternak dapat mengetahui dan memecahkan permasalahan yang dihadapi petani peternak dan usahataninya, sehingga petani peternak akan ikut aktif mengemukakan permasalahan yang dihadapi sekaligus mendiskusikannya.
Indikator yang menjadi tolak ukur dalam demplot pengembangan usaha dan pemberdayaan kelompoktani yaitu untuk membuktikan kepada petani peternak bahwa dengan inovasi teknologi yang akan disampaikan dapat menghasilkan puyuh yang cepat mengalami dewasa kelamin dengan kuantitas telur yang lebih banyak, dan didapatkan puyuh yang memiliki berat badan seragam.
Identifikasi masalah sedikit banyaknya telah penulis lakukan pada saat survai lokasi dan sudah didapatkan informasi mengenai permasalahan yang dihadapi petani peternak di Dusun Pancoh dan Kemirikebo Kecamatan Turi Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yohyakarta.
Secara garis besar, permasalahan yang masih terdapat pada petani peternak tersebut yaitu meliputi petani tidak berani membuat formulasi pakan sendiri karena berdasarkan pengalaman mereka setelah memberikan pakan pada ternak puyuh hasil formulasi sendiri didapatkan hasil bahwa produksi ternak mereka menurun drastis. Upaya membuat formulasi pakan sendiri telah dilakukan berkali-kali dengan berbagai campuran bahan pakan dan beragam dosis yang mereka lakukan, masih saja menghasilkan produksi puyuh yang tidak optimal. Maka dari itu mereka lebih memilih memberi pakan ternak puyuhnya dengan pakan hasil formulasi pabrik. Hanya saja harga pakan yang mereka beli sangat mahal.



B. Pemberdayaan Sistem Agribisnis
Pemberdayaan sistem agribisnis dimaksudkan agar petani peternak dapat hidup lebih sejahtera. Petani peternak yang memiliki kemampuan dalam mengusahakan usahataninya akan lebih memiliki daya saing yang kuat.
Dalam dinamika kelompoktani, tujuan membina kelompoktani yaitu meningkatkan kemampuan kelompoktani sehingga pada akhirnya pendapatan mereka akan meningkat apabila mereka berhasil dalam usaha agribisnisnya sesuai kemampuan yang telah dimilikinya.
Tujuan penyuluhan pertanian menurut Bungaran Saragih dalam mata kuliah Dinamika Kelompok (01 Oktober 2006) yaitu meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap, meningkatkan pendapatan, sehingga mereka akan berdaya dan pada akhirnya mereka akan hidup sejahtera.
Permberdayaan sistem agribisnis yang akan dilakukan oleh penulis pada praktek akhir ini yaitu mengkaji dan menerapkan pengaruh lama pencahayaan pada ternak puyuh.
Peningkatan cara dan teknik pengolahan termasuk pengadaan fasilitas adalah merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh di dalam usaha peningkatan produksi ternak unggas pada umumnya dan burung puyuh khususnya. Peternakan burung puyuh dapat berhasil baik dan berkembang dengan cepat apabila pengelolaan baik, pencegahan dan pemberantasan penyakit dapat diatasi serta makanan yang diberikan bernilai gizi baik dan cukup tersedia.
Penyediaan fasilitas pencahayaan baik itu jenis, intensitas, dan lamanya cahaya terhadap pertumbuhan dan produksi telur, baik di negara-negara yang sudah maju peternakannya maupun di Indonesia sendiri di samping berguna untuk penerangan, juga dapat mempengaruhi kesempatan ternak tersebut untuk makan dan minum (M. H. Togatorop dkk).
Dikatakan oleh A. Ilyas dalam Poultry Indonesia (2001), bahwa faktor kegagalan dalam menyediakan lingkungan yang tepat selama masa grower mengakibatkan pertumbuhan unggas khususnya puyuh terganggu, FCR buruk, dan meningkatnya serangan penyakit. Tujuan pemberian cahaya dalam waktu lebih lama di lokasi kandang puyuh adalah menyediakan lingkungan yang nyaman dan sehat secara efisien dan ekonomis bagi DOQ untuk pertumbuhan yang optimal. Temperatur, sirkulasi udara, dan kelembapan relatif adalah faktor penting yang harus diperhatikan.
Menurut M. Anwar dkk (1981), cahaya sangat diperlukan oleh burung puyuh untuk pertumbuhan dan produksi telur. Tanaka dkk (1965) dalam M. Anwar dkk (1981), mengatakan bahwa puyuh jantan mencapai dewasa kelamin pada umur 36 hari apabila sehari mendapat cahaya terang selama 16 jam dan gelap 8 jam. Keadaan yang sama pada puyuh betina pada umur 52 hari mencapai 50% produksi dan lebih awal dari pada apabila lama cahaya terang dikurangi.
Winter dan Funk (1965) dalam M. Anwar dkk (1981), mengatakan bahwa burung puyuh yang mendapatkan cahaya akan tumbuh dan berproduksi lebih baik karena cahaya mempunyai efek terhadap pertumbuhan gonade yang optimum dan optimum produksi telur dapat dipertahankan bila penurunan panjang hari dapat dipertahankan dengan memberikan penambahan cahaya terang. Dikatakan pula bahwa pengaruh cahaya terhadap produksi telur burung puyuh adalah disebabkan burung puyuh mendapat kesempatan makan lebih lama sehingga akan dapat mampu berproduksi lebih banyak dan cahaya akan merangsang pengaruh pengeluaran hormon yang dihasilkan ovarium yaitu hormon estrogen, dan juga pengeluaran hormon FSH yang akan berpengaruh pada produksi telur.
Cahaya sangat diperlukan untuk aktifitas sekresi hormon dari kelenjar “pituitary” yang penting untuk pertumbuhan dan produksi telur (Morrison, 1949 dan Haberman, 1956 dalam M. H. Togatorop dkk), dan juga untuk mempercepat tercapainya dewasa kelain pada unggas jantan dan betina (Leslie, 1961 dan Wilson dkk, 1964 dalam M. H. Togatorop dkk), serta produksi hormon “thyroxin” (Sturkie, 1954 dalam M. H. Togatorop dkk).
Woodard dan Mather (1964) dala M. Anwar dkk (1981), mengatakan bahwa burung puyuh yang mendapat cahaya terang selama 16 jam dan gelap 8 jam dengan intensitas cahaya 1 food-candle akan mempunyai performance lebih baik dari pada cahaya terang 14 jam atau kurang dengan keadaan gelap 10 jam atau lebih.
Dengan penambahan berbagai intensitas cahaya di malam hari berupa lampu pijar listrik memberikan effisiensi penggunaan makanan yang lebih baik untuk kelompok burung puyuh yang diberi cahaya dibandingkan dengan yang tidak mendapat cahaya (Rusli, 1972 dalam M. H. Togatorop dkk). Selanjutnya Platt (1953) dalam M. H. Togatorop dkk, melaporkan bahwa dengan pemberian cahaya putih maupun merah pada ternak unggas selama lebih dari 10 jam sehari waktu musim dingin memberikan hasil produksi yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan yang tidak diberi cahaya.
Menurut Anbor Acres, yang perlu diperhatikan sistem pencahayaan pada unggas meliputi (1) menurut sumber cahaya yang digunakan yaitu lampu pijar, fluorscent, dan sedium tekanan tinggi, (2) cahaya lampu pijar memberikan jarak spektrum yang baik, tetapi tidak efisien energi. Cahaya lampu pijar dengan pengeluaran lumen lebih tinggi per Watt akan mengurangi pengeluaran biaya, (3) bola lampu fluorscent memproduksi tiga sampai lima kali jumlah cahaya per Watt dibandingkan lampu pijar, kehangatan bola lampu putih fluorscent akan mendorong pertumbuhan dan produksi telur, (4) bola lampu sodium tekanan tinggi sangat efisien dan lebih efektif dalam langit-langit kandang tinggi  (minimum langit-langit tiga meter atau 10 ft), memproduksi kira-kira 10 kali jumlah cahaya per Watt dibandingkan dengan cahaya lampu pijar, (5) sistem pencahayaan penting dikontrol dalam 24 jam. Waktu pengecekan mingguan, jika daerah cenderung kekuatan listrik kurang baik, sebaiknya pengecekan dilakukan setiap hari, (6) bola lampu harus dibersihkan secara teratur dari debu yang bisa menyebabkan intensitas cahaya sebenarnya dapat menjagkau ternak, (7) pemantul cahaya di atas bola lampu bisa membantu mengarahkan cahaya langsung ke ternak.
Selain itu, menyediakan cahaya selama 23 sampai dengan 24 jam untuk hidup tiga hari pertama anak puyuh (DOQ) membantu belajar makan dan minum pada lingkungan baru.

1. Rencana Bahan dan Metoda Kaji Terap
Kaji terap ini akan dilaksanakan selama 8 minggu, mulai dari bulan Maret sampai dengan bulan April di Kelompoktani Puyuh yang berlokasi di Dusun Pancoh dan Dusun Kemirikebo Desa Girikerto Kecamatan Turi Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Digunakan 60 ekor DOQ atau puyuh fase layer berkelamin betina yang dibagi dalam tiga kelompok perlakuan, masing-masing kelompok menggunakan 30 ekor dengan perlakuan sebagai berikut :
P0        : Kelompok puyuh 1 dalam kandang A yang tidak diberi perlakuan khusus,
  hanya mendapat pencahayaan murni dari alam (12 jam per hari).
P1        : Kelompok puyuh 2 dalam kandang B yang diberi perlakuan pencahayaan
  selama 16 jam perhari (cahaya alam & cahaya lampu).
P2        : Kelompok puyuh 3 dalam kandang C yang diberi perlakuan pencahayaan
  selama 24 jam (cahaya alam & cahaya lampu).
Selama penelitian semua burung puyuh diberi makanan jadi produksi pabrik dan pemberian makanan dan minum secara adlibitum. Data yang akan dikumpulkan selama penelitian adalah tingkat penambahan berat badan dari masing-masing kelompok puyuh dan tingkat kecepatan matang kelamin dari masing-masing kelompok puyuh.
Semua parameter di atas secara statistik akan dianalisa dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Untuk lebih jelasnya gambaran Rancangan Acak Lengkap (RAL)  disajikan pada tabel 21.
Tabel 21. Bentuk Pengkajian Rancangan Acak Lengkap (RAL)
Ulangan
Perlakuan
P0
P1
P2
1
P0-U1
P1-U1
P2-U1
2
P0-U2
P1-U2
P2-U2
3
P0-U3
P1-U3
P2-U3
4
P0-U4
P1-U4
P2-U4
5
P0-U5
P1-U5
P2-U5
6
P0-U6
P1-U6
P2-U6
7
P0-U7
P1-U7
P2-U7
Keterangan :
P0                    : Kontrol (tanpa perlakuan khusus)
P1                    : Perlakuan 1 (pencahayaan selama 16 jam perhari)
P2                    : Perlakuan 2 (pencahayaan selama 24 jam)
U1 s.d U7       : Ulangan perlakuan dalam minggu 

C. Pemberdayaan Kelompoktani
Menurut Samsudin (1976), kelompoktani adalah kumpulan petani yang bersifat nonformal, berada dalam lingkungan pengaruh seorang kontaktani, memiliki pandangan dan kepentingan yang sama untuk mencapai tujuan bersama di mana hubungan satu sama lain sesama anggota bersifat luwes, wajar, dan kekeluargaan.
Pemberdayaan kelompoktani dapat dilakukan dengan melakukan suatu usaha atau kegiatan agribisnis dan kegiatan kelompok diatur dalam manajemen yang rapih dalam wadah Gapoktan (Mata kuliah Masalah Khusus, 30 Nopember 2007).
Fungsi kelompoktani sebagai kelas belajar mengajar maksudnya yaitu bahwa kelompoktani merupakan wadah bagi anggotanya untuk berinteraksi guna meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam berusahatani yang lebih baik dan menguntungkan serta mandiri untuk mencapai kehidupan yang lebih sejahtera.
Fungsi kelompoktani sebagai unit produksi berarti usahatani yang dilaksanakan oleh masing-masing anggota kelompok secara keseluruhan dipandang sebagai satu unit produksi, sehingga dapat dikembangkan untuk mencapai skala ekonomi yang berwawasan agribisnis.
Fungsi kelompoktani sebagai wahana kerja sama berarti kelompoktani yang ada merupakan tempat untuk memperkuat kerja sama di antara sesama petani dalam kelompok dan antar kelompok serta dengan pihak lain untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan serta menghadapi ancaman dan tantangan, hambatan serta gangguan.
Pemberdayaan kelompoktani tidak terlepas dari peran penyuluh dalam kegiatan pembinaan kelompok binaannya dalam suatu penyampaian inovasi. Adapun kegiatan pembinaan atau penyuluhan memiliki tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Pada tujuan jangka pendeknya yaitu PPL berupaya merubah pengetahuan, sikap dan keterampilan petani kearah yang lebih baik. Sedangkan tujuan jangka panjangnya yaitu meningkatkan kesejahteraan hidup petani. Kalau petani sudah sejahtera kehidupannya dapat disimpulkan atau diprediksikan bahwa petani itu telah berdaya dalam mengelola kegiatan usahataninya (Mata kuliah Masalah Khusus, 30 Nopember 2007).
Penumbuhan kelompoktani ditujukan pada proses pengembangan kesadaran petani, agar kerja sama dengan pihak petani lain dapat timbul sehingga tumbuh keinginan untuk membentuk kelompok, yang pembentukannya dapat didasarkan pada hamparan usahatani, jenis usahatani, dan domisili petani. Selain itu kesempatan petani sendiri untuk merealisasikan tumbuhnya suatu kelompoktani diperlukan melalui pendekatan kelompok dengan memperhatikan beberapa faktor seperti (1) adanya kepentingan bersama antar anggota, (2) adanya kesamaan kondisi sumberdaya alam dalam berusahatani, (3) adanya kondisi masyarakat dan kehidupan sosial yang sama, (4) adanya rasa saling percaya antar anggota, dan (5) adanya kepemimpinan dalam kelompok.
Untuk meningkatkan kemampuan petani dan keluarganya dapat dilakukan melalui pendekatan kelompok agar mereka lebih berperan sebagaimana yang diharapkan sesuai dengan peranan yang lebih meningkat, maka pandangan petani sebagai objek akan dapat berubah menjadi subjek pembangunan dengan peran sebagai berikut (1) mampu berbicara untuk mengemukakan pendapat, (2) mampu mengambil keputusan sendiri, (3) mampu membiayai usahataninya dengan usahanya sendiri dan atau dengan kredit yang sehat sehingga mempunyai usaha yang menguntungkan, (4) berperan dalam menentukan kegiatan kemasyarakatan di sekitar lingkungannya.
Metode yang digunakan dalam penyuluhan pertanian dapat dibagi ke dalam tiga golongan yaitu (1) metoda penyuluhan pertanian massal, (2) metode penyuluhan pertanian kelompok, (3) metode penyuluhan pertanian perorangan.
Metode penyuluhan pertanian massal. Pada dasarnya hanya dapat menimbulkan tahap kesadaran dan minat saja dengan sifat sasarannya yang heterogen atau berlainan watak dan perilaku, dengan melihat masyarakat tani dalam satu kesatuan yang dianggap sama. Menurut Pusat Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (2001), metode penyuluhan pertanian massal dapat dilakukan melalui bantuan media audio dan visual seperti radio, televisi, film, slide, surat kabar, majalah dan media lain yang bersifat massal, di mana dasar tujuannya yaitu mengarahkan perhatian petani pada suatu hal yang lebih baik dan menguntungkan.
Metode Penyuluhan Pertanian Kelompok. Tahap kesadaran dan tahap minat akan diarahkan menjadi tahap menilai dan mencoba. Petani dalam kegiatan ini diajak dan dibimbing serta diarahkan secara berkelompok untuk melaksanakan suatu kegiatan yang lebih produktif atas dasar kerja sama. Di sini dapat digunakan media pertemuan, kursus, latihan, diskusi, karyawisata, demonstrasi, perlombaan kelompok, dan kegiatan lain dalam bentuk kelompok (Samsudin, 1976).
Metode Penyuluhan Pertanian Perorangan. Metode ini dilakukan atas dasar hubungan langsung antara penyuluh dengan sasaran. Hubungan perorangan ini dapat dilakukan dengan media surat-menyurat, kunjungan rumah, pemberian penghargaan, dan pengakuan secara perorangan (Samsudin, 1976).
Dari ketiga metode penyuluhan pertanian di atas, metode massal sifatnya kurang insentif, karena hanya dapat menimbulkan tahap kesadaran dan minat saja. Metode kelompok merupakan metode pengarahan yang memerlukan bimbingan lanjutan, di sini telah terlihat gejala mencoba dan menilai sesuatu yang telah diketahui. Paling insentif ditinjau dari tujuan penyuluhan pertanian yaitu metode perorangan, dengan adanya hubungan langsung maka dapat diketahui bagaimana keadaan petani sebenarnya, akan tetapi ditinjau dari segi waktu dan biaya  metode ini kurang efektif dan efisien, karena metode ini memerlukan waktu yang cukup lama dan membutuhkan tambahan biaya yang cukup besar (Departemen Pertanian, 1969).
Fungsi penggunaan metode penyuluhan pertanian adalah (1) agar proses penyuluhan lebih efektif dan efisien karena hemat energi, hemat waktu, hemat biaya, mudah untuk dipahami, dan akan memberi kesan tersendiri, (2) mendorong sasaran agar lebih kreatif, sehingga petani dapat mengembangkan informasi di lahan usahataninya, (3) agar penyuluh terampil untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi penggunaan metode.
Dari usaha pemberdayaan petani yang telah dilakukan harus dilakukan evaluasi guna mengetahui tingkat adopsi petani terhadap inovasi yang disampaikan. Evaluasi ini dilakukan pada awal pembinaan (pre-test) dan pada akhir pembinaan (pos-test). Evaluasi awal (pre-test) bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan petani sebelum disampaikan mengenai inovasi teknologi baru, sedangkan evaluasi akhir(pos-test) bertujuan untuk mengetahui tingkat penerapan inovasi teknologi setelah dilakukan pembinaan, apakah ada peningkatan kemampuan atau tidak.
Alat atau instrumen pengumpul data menggunakan faktor penentu (kuisioner) untuk mengukur aspek teknik, aspek pemasaran, dan aspek kelembagaan budidaya burung puyuh.
Pengambilan dan pengumpulan data responden dilakukan dengan metode deskriptif yaitu evaluasi antara perbandingan sebelum pembinaan (pre-test) dan setelah pembinaan (pos-test), baik itu aspek teknis, kelembagaan dan pemasaran. Metode evaluasi tingkat adopsi inovasi melalui kuisioner dengan skoring sebagai alat ukur disajikan pada lampiran 2.























DAFTAR PUSTAKA

________. Pencahayaan. Arbor Acres.
________. 1969. Penyuluhan Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta.
________. 1998. Paket Satuan Keterampilan. Bogor.
________. September 2000. Puyuh Bangkit Kembali di Yogyakarta. Trubus : 74-75.
________. 2001. Puyuh. Agromedia Pustaka. Jakarta.  
________. 2001. Media Visual Dalam Pelatihan dan Penyuluhan. PMPSDMP.
____­­____.2002. Kebijaksanaan Nasional Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian. Departemen Pertanian.
________. 2002. Puyuh : si Mungil Penuh Potensi. Agromedia. Depok.
________. 2006. Data Monografi Kecamatan Turi Kabupaten Sleman. Sleman.
________. 2006. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan.
Abidin Zainal. 2002. Meningkatkan Produktivitas Puyuh : si Mungil yang Penuh Potensi. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Anwar M, Harimurti Sri, Yuwanta Tri. 1981. Pengaruh Cahaya dan Tipe Lantai Terhadap Peformance Burung Puyuh (Coturnix Japonica). Proceedings Seminar Penelitian Peternakan 448-454.
G. T. K. Agus. 2001. Puyuh. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Hery Albertus Suyono. Oktober 1985. Penetasan Telur dengan Induk Buatan. Trubus : 36-40.
Ilyas A. Juni 2001. Manajemen Pemanasan Pada Broiler. Poultry Indonesia : 49-52.
Listiyowati Elly, Roospitasari Kinanti. 2005. Puyuh : Tatalaksana Budidaya Secara Komersial. Penebar Swadaya. Jakarta.
Mata Kuliah Bioteknologi. 03 September 2007.
Mata Kuliah Dinamika Kelompok. 01 Oktober 2006.
Mata Kuliah Masalah Khusus Peternakan. 30 Nopember 2007.
Mata Kuliah Teknologi Produksi Ternak Kecil. 22 Agustus 2006.
Nasruddin Warob, dkk. 2005. Manajemen Agribisnis. STPP. Bogor.
Putra Kenedy. 2007. Peraturan Perundangan Peternakan. STPP. Bogor
Putro Heriyanto. Juni 2004. Program Pencahayaan Layer. Poultry Indonesia : 62-63.
Samsudin U. 1976. Dasar-Dasar Penyuluhan dan Modernisasi Pertanian. Binacipta. Majalengka.
Siahaan Jonson. 2005. pengembangan Usaha Ternak Ayam Buras & Pemberdayaan Kelompoktani di Kecamatan Gunung Guruh Kab. Sukabumi Provinsi Jawa Barat. STPP. Bogor.
Sugiharto Eddy. 2004. Meningkatkan Keuntungan Beternak Puyuh. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Togatorop M. H, Resnawati Heti, Siregar A. P. Pengaruh Cahaya Terhadap “Performance” Ayam Petelur. The Influence of Artificial Lighting on the Performance of Laying Hens.