PENGARUH PENCAHAYAAN
TERHADAP PENAMPILAN BURUNG PUYUH DI KECAMATAN TURI KABUPATEN SLEMAN PROVINSI
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
PROPOSAL TUGAS AKHIR
Oleh :
ANDRI
KISWANTORO
NIRM.
042040275
JURUSAN PENYULUHAN
PETERNAKAN
SEKOLAH TINGGI PENYULUHAN
PERTANIAN BOGOR
2008
Judul : Pengaruh
Pencahayaan Terhadap Penampilan Burung Puyuh
di Kecamatan Turi Kabupaten Sleman Provinsi
Daerah Isti –
mewa Yogyakarta .
Nama : Andri Kiswantoro
NIRM : 042040275
Jurusan : Penyuluhan Peternakan
Disetujui :
Pembimbing I, Pembimbing
II,
Drs.
Susilo, M. Si. Drs.
Rizal Krisna
NIP. 080074156 NIP.
080034177
Diketahui :
Ketua Jurusan
Ir. Kenedy Putra, M. Si.
NIP. 080100001
Tanggal seminar : …………………………..
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya Proposal Tugas Akhir
ini dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya.
Sebelum menuyusun proposal, penulis
melakukan survai lokasi terlebih dahulu, di mana isi proposal ini dibuat
berdasarkan permasalahan yang tengah dihadapi petani, sehingga tersusunlah
sebuah judul tentang Pengaruh Pencahayaan Terhadap Penampilan (Performance) Burung Puyuh. Selain dari
pada itu, proposal ini disusun sebagai persyaratan untuk melaksanakan Praktek
Akhir.
Dalam kesempatan ini, penulis
mengucapkan terimakasih kepada :
1.
Bapak Dr .
Ir. Asmiun Noeralam, MS.
selaku Ketua Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Bogor.
2.
Bapak
Ir. Kenedy Putra, M,Si. selaku Ketua Jurusan Penyuluhan Peternakan STPP Bogor.
3.
Bapak
Drs. Susilo, M. Si. selaku pembimbing I dan Bapak Drs. Rizal Krisna selaku pembimbing II.
4.
Semua
pihak yang turut membantu dalam penyusunan Proposal Tugas Akhir ini.
Demikian
sedikit kata pengantar dari penulis, semoga Proposal Tugas Akhir ini bermanfaat
bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Bogor,
Desember 2007
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................... ii
DAFTAR TABEL ....................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... v
I.
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang ....................................................................... 01
B. Rumusan
Masalah ....................................................................... 02
C. Tujuan ....................................................................... 03
D. Manfaat ....................................................................... 03
II.
DASAR
PERENCANAAN
A. Potensi
Wilayah ....................................................................... 05
1. Sumber Daya Alam ....................................................................... 05
2. Sumber Daya Manusia....................................................................... 06
B. Tinjauan
Sistem Agribisnis..................................................................... 09
1. Subsistem Agroinput ....................................................................... 09
2. Subsistem Agroproduksi................................................................... 20
3. Subsistem Agroindustri.................................................................... 36
4. Subsistem Pemasaran ....................................................................... 38
C. Tinjauan
Penyuluhan ....................................................................... 39
D.
Pendekatan dan Metodelogi.................................................................. 42
III.
METODE
A. Metode
Identifikasi Masalah................................................................. 48
B.
Pemberdayaan Sistem Agribisnis........................................................... 49
C.
Pemberdayaan Kelompoktani................................................................ 53
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................... 57
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel
1. Luas dan Produksi Tanaman............................................................ 00
Tabel
2. Tanaman Perdagangan (Komoditi Perkebunan).............................. 00
Tabel 3. Data Pangan ....................................................................... 00
Tabel 4. Data Potensi Perikanan di Kecamatan Turi..................................... 00
Tabel
5. Populasi Ternak Besar dan Ternak Kecil......................................... 00
Tabel
6. Populasi Ternak Unggas................................................................... 00
Tabel 7. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin................................ 00
Tabel
8. Jumlah Penduduk Menurut Pemeluk Agama................................... 00
Tabel
9. Jumlah Penduduk Menurut Usia...................................................... 00
Tabel
10. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian.............................. 00
Tabel
11. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan........................... 00
Tabel
12. Lama Penyimpanan Telur Tetas Terhadap Kemampuan Daya Tetas 00
Tabel
13. Kebutuhan Jumlah Pakan Rata-Rata Puyuh.................................. 00
Tabel
14. Pengaruh Lama Pemeliharaan Periode Pembesaran Terhadap Puncak
Produksi ....................................................................... 00
Tabel 15. Komposisi Pakan Puyuh Menurut Umur....................................... 00
Tabel 16. Kebutuhan Gizi Puyuh Berdasarkan Periode
Pemeliharaan.......... 00
Tabel 17. Kebutuhan Jumlah Pakan Rata-Rata
Puyuh.................................. 00
Tabel 18. Analisi SWOT
Agribisnis Ternak Puyuh di Kecamatan Turi
Kabupaten Sleman ....................................................................... 00
Tabel
19. Skoring Faktor Strategis Internal Usaha Ternak Puyuh................. 00
Tabel
20. Skoring Faktor Strategis Eksternal Usaha Ternak Puyuh.............. 00
Tabel
21. Bentuk Pengkajian Rancangan Acak Lengkap (RAL).................. 00
DAFTAR
GAMBAR
Gambar 1. Pola
Persilangan Sederhana Burung Puyuh................................. 00
Gambar 2. Pola
Persilangan Burung Puyuh................................................... 00
DAFTAR
LAMPIRAN
Jadwal
Kegiatan Pelaksanaan Praktek Akhir................................................ 00
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Prospek usaha
beternak puyuh masih mendapat perhatian yang cerah dari pasar, karena semakin
hari permintaan akan telur puyuh makin meningkat. Tidak hanya telur saja produk
yang dihasilkan ternak puyuh, melainkan daging, bulu, dan kotoran dapat
dijadikan sebagai tambahan pendapatan bagi peternak puyuh.
Awal tahun 1980
ternak puyuh menjadi andalan usaha rakyat kecil, hal ini dikarenakan modalnya
relatif kecil, dan tidak memakan banyak tempat, hasilnya cepat didapat, sebab
umur 8 minggu ternak puyuh sudah mulai bertelur. Tapi gambaran seperti itu
menghilang sejak krisis ekonomi menerpa Indonesia, mulai dari meningkatnya
harga pakan dan sarana produksi yang lainnya, sehingga banyak peternak puyuh
yang gulung tikar. Namun tidak lama kemudian di tahun 1999 geliat bisnis puyuh
mulai bangkit kembali, mulai dari kian maraknya peternak puyuh yang
mengembangkan usahanya karena meningkatnya permintaan pasar akan produk puyuh
khususnya telur (Trubus, September 2000).
Dalam upaya
mengembangkan usaha ternak puyuh, maka perlu diperhatikan faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan beternak puyuh, yaitu mulai dari tatacara
pemeliharaannya, kondisi pasarnya ada apa tidak, peternak harus memiliki
motivasi usaha yang optimis, faktor lingkungan, dan pelaksanaan manajemennya.
Keberhasilan
pemeliharaan ternak unggas khususnya burung puyuh yang utama terletak pada
manajemen. Manajemen ini sangatlah luas, akan tetapi salah satu manajemen yang
sangat penting karena dapat mempengaruhi produktivitas burung puyuh itu sendiri
dan sering kali diabaikan serta disepelekan yaitu manajemen pencahayaan lokasi
kandang. Menyikapi dari permasalahan tersebut, maka penulis akan melakukan
penelitian dan kaji terap tentang manajemen pencahayaan pada ternak burung
puyuh di Dusun Pancoh dan Dusun Kemirikebo Desa Girikerto Kecamatan Turi
Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Disampaikan oleh M.
H. Togatorop dkk bahwa telah banyak penelitian yang dilakukan di dalam bidang
pengelolaan termasuk penyediaan fasilitas-fasilitas antara lain pemberian jenis
dan tingkat intensitas serta lamanya cahaya terhadap pertumbuhan dan produksi
telur, baik di negara-negara yang sudah maju peternakannya ataupun di Indonesia
sendiri. Karena pemberian cahaya tersebut disamping berguna untuk penerangan,
juga dapat mempengaruhi kesempatan ternak ternak tersebut untuk makan dan
minum.
Kecamatan Turi yang
terletak di Kabupaten Sleman ini memiliki 9797 kepala keluarga dengan jumlah
penduduknya sebanyak 34664 yang terdiri atas 17111 laki-laki dan 17553
perempuan. Luas wilayahnya 7540 Ha. Sebagian besar penduduknya
bermatapencaharian sebagai petani khususnya perkebunan, dalam hal ini bahwa
Kabupaten Sleman terkenal dengan sentral perkebunan salaknya dan peternak
seperti sapi potong, kambing PE, burung puyuh dan ayam serta kerbau dan tidak
sedikit pula yang bekerja menjadi buruh (Data Monografi Kecamatan Turi Semester
II Tahun 2006).
Populasi ternak
puyuh di Kecamatan Turi sebanyak 30000 ekor dengan rata-rata kepemilikan 1000
sampai dengan 3000 ekor per peternak atau kelompok (Data Monografi Kecamatan
Turi Semester II Tahun 2006). Dari hasil survai, penulis mendapatkan pernyataan
dari peternak puyuh bahwa mereka tidak berani mengganti pakan pabrik dengan
pakan hasil formulasi sendiri hal ini di karenakan mereka takut produksi ternak
puyuhnya mengalami penurunan. Harapan peternak puyuh di Kecamatan Turi saat ini
yaitu bagaimana caranya agar ternak puyuhnya dapat berproduksi lebih tinggi
guna memenuhi permintaan pasar yang kian hari kian meningkat. Menyikapi hal
tersebut, maka penulis akan melakukan penelitian dalam hal perbaikan manajemen
khususnya pencahayaan seperti yang telah diterangkan sebelumnya tanpa merubah
jenis pakan yang telah diberikan oleh peternak.
B. Rumusan
Masalah
Dari hasil survai penulis, didapatkan
permasalahan sebagai berikut :
1.
Belum
diberikan pakan tambahan pada ternak puyuh, karena pakan produksi pabrik saja
sudah mahal.
2.
Belum
dapat menyusun formulasi pakan sendiri, hal ini semata-mata mereka bukannya
tidak mau menyusun formulasi pakan sendiri, tapi mereka memiliki rasa takut dan
khawatir apabila diberi pakan hasil formulasi sendiri produksinya akan menurun,
dan ini pernah terjadi dan dialami oleh peternak puyuh itu sendiri.
3.
Menentukan lokasi kandang masih seadanya.
4.
Pelaksanaan manajemen perkandangan masih diabaikan
khususnya manajemen pencahayaan.
5.
Anggota kelompoktani atau peternak tidak ada yang menjadi
anggota atau pengurus KUD.
6.
Jumlah anggota kelompoktani atau peternak puyuh yang
memanfaatkan KUD masih rendah.
7.
Tidak adanya informasi mengenai ternak puyuh dari sumber
seperti petugas, media, dan sumber yang lainnya. Terkadang informasi tentang
puyuh didapatkan peternak hanya dari relasinya saja, dan yang mendapat
informasi itu hanya peternak tertentu saja (tidak semua peternak puyuh
mendapatkan informasi tentang puyuh).
C. Tujuan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam Praktek Akhir ini
yaitu :
1.
Meningkatkan produktivitas ternak puyuh melalui perbaikan
manajemen pencahayaan.
2.
Mengembangkan usaha peternakan puyuh di wilayah Kecamatan
Turi Kabupaten Sleman.
3.
Menjalin kemitraan yang baik antara Sekolah
Tinggi Penyuluhan Pertanian Bogor dengan pihak lain yang terkait.
D. Manfaat
Adapun manfaat
yang dapat dipetik dari berlangsungnya kegiatan praktek akhir ini yaitu :
1.
Dengan dilakukannya
perbaikan manajemen pencahayaan pada lokasi kandang maka produktivitas ternak
puyuh petani akan mengalami peningkatan.
2.
Petani peternak akan
memperoleh informasi tentang inovasi teknologi pertanian, dan tatacara
pengelolaan usahataninya khususnya dalam segi manajemen pencahayaan lokasi kandang.
3.
Bagi mahasiswa yang
melaksanakan Tugas Akhir dapat menerapkan dan mengembangkan IPTEK serta
menumbuhkan kerjasama dengan instansi terkait.
4.
Melatih mahasiswa
untuk hidup mandiri dan bermasyarakat dengan kondisi sosiokultur yang berbeda.
5.
Mengetahui permasalahan
dan upaya pemecahan yang dihadapi petani peternak, pengusaha, dan instansi
terkait lainnya.
II. DASAR
PERENCANAAN
A. Potensi Wilayah
Kecamatan Turi berada di Kabupaten Sleman Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta. Secara administratif Kecamatan Turi memiliki batas wilayah
yaitu sebelah Utara berbatasan dengan hutan Merapi, sebelah Timur berbatasan
dengan Kecamatan Pakem, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sleman, dan
sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Tempel (Data Monografi Kecamatan Turi Semester II Tahun
2006).
Jarak pusat pemerintahan Kecamatan dengan Kabupaten 8 km
atau jarak tempuh dengan kendaraan bermotor sekitar 0,75 jam, sedangkan jarak
ibu kota Propinsi 23 km atau jarak tempuh dengan kendaraan bermotor sekitar
1,00 jam. Kecamatan Turi ini memiliki curah hujan 3284,00 mm/tahun atau jumlah
hari dengan curah hujan terbanyak
sekitar 21 hari (Data Monografi Kecamatan Turi Semester II Tahun 2006).
Kecamatan Turi memiliki topografi datar sampai berombak
40%, berombak sampai berbukit 30%, dan berbukit sampai bergunung 30%, dengan
ketinggian 550 dpl dengan suhu minimum 23 OC dan suhu maksimum 32OC
(Data Monografi
Kecamatan Turi Semester II Tahun 2006).
1. Sumberdaya Alam
Kecamatan Turi hanya memiliki 4 desa yaitu Desa Wonokerto,
Desa Girikerto, Desa Dinokerto, dan Desa Bangunkerto dengan jumlah dusun secara
keseluruhan sebanyak 54 buah dusun, dan 119 buah RW serta 276 buah RT (Data Monografi Kecamatan
Turi Semester II Tahun 2006).
Adapun
jenis-jenis sumberdaya alam yang lainnya berupa produksi pertanian, perkebunan,
pangan, pertambangan, perikanan, dan peternakan dapat dilihat pada tabel-tabel
di bawah ini :
Tabel
1. Luas dan Produksi Tanaman
No
|
Jenis
|
Luas
Tanaman
(Ha)
|
Luas yang
Dipanen
(Ha)
|
Rata-Rata
Produksi
(Kw/Ha)
|
Jumlah
Produksi
(Ton)
|
1.
|
Padi
a. Sawah
b. Gogo
|
1,440
-
|
1148,30
-
|
53,05
-
|
8,064
-
|
2.
|
Jagung
|
155
|
54,4
|
176
|
6231
|
3.
|
Ketela pohon
|
70
|
109,8
|
1964,6
|
1342
|
4.
|
Ketela rambat
|
88
|
19,2
|
271,1
|
1,505
|
5.
|
Kacang tanah
|
34
|
0,4
|
0,6
|
-
|
6.
|
Kedelai
|
-
|
-
|
-
|
-
|
7.
|
Sayur-sayuran
|
196
|
90
|
6
|
540
|
8.
|
Buah-buahan
|
2593
|
548
|
15
|
8220
|
9.
|
Kacang hijau
|
-
|
-
|
-
|
-
|
10
|
Sorgum
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Sumber : (Data Monografi Kecamatan
Turi Semester II Tahun 2006).
Selain produksi pertanian pangan, Kecamatan Turi juga
memiliki komoditas perkebunan seperti yang tersaji pada tabel 2 dibawah ini.
Tabel 2. Tanaman Perdagangan (Komoditi Perkebunan)
No
|
Nama Tanaman
|
Banyaknya Pohon (Batang)
|
Jumlah
|
||
Belum Produksi
|
Berproduksi
|
Tidak
|
|||
(Muda)
|
Berproduksi
|
Produksi
|
|||
1
|
Cengkeh
|
0
|
4
|
0
|
8,7
|
2
|
Lada
|
-
|
-
|
-
|
0,005
|
3
|
Tembakau
|
29
|
6,452
|
|
946
|
4
|
Kelapa
|
-
|
-
|
-
|
332,2
|
5
|
Kopi
|
-
|
-
|
-
|
215
|
6
|
Salak
|
15870
|
33578
|
5003
|
155400
|
Sumber : (Data Monografi Kecamatan
Turi Semester II Tahun 2006).
Untuk data pangan di Kecamatan Turi hanya mencakup
luas tambah tanam padi inmum, luas serangan hama, penyaluran urea lini IV dalam
minggu pelaporan, penyaluran insektisida lini IV dalam minggu pelaporan,
penyaluran pestisida lini IV dalam minggu pelaporan, yang data terperincinya
dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Data Pangan
|
|
|
No
|
Aspek
|
Keterangan Jumlah
|
1
|
Luas tambah tanam padi inmum
|
406 Ha
|
2
|
Luas serangan
|
0,6 Ha
|
3
|
Penyaluran urea lini IV dalam
minggu pelaporan
|
25 ton
|
4
|
Penyaluran insektisida lini IV
dalam minggu pelaporan
|
262 liter
|
5
|
Penyaluran pestisida lini IV
dalam minggu pelaporan
|
41 liter
|
Sumber : (Data Monografi Kecamatan
Turi Semester II Tahun 2006).
Untuk
data pertambangan di Kecamatan Turi hanya terdapat 2 buah pertambangan golongan
C dengan jenis bahan tambangnya adalah pasir (Data Monografi Kecamatan Turi
Semester II Tahun 2006).
Pada sektor perikanan, Kecamatan Turi turut menyumbang
produk perikanan kewilayah sekitar Kabupaten Sleman. Adapun data tentang
perikanan di Kecamatan Turi dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini.
Tabel 4. Data Potensi Perikanan di
Kecamatan Turi
|
|
||
No
|
Jenis
|
Luas
|
Hasil
|
M2
|
Kg/Thn
|
||
1
|
Bandeng
|
-
|
-
|
2
|
Udang
|
300
|
100
|
3
|
Buaya
|
-
|
-
|
4
|
Kura-kura
|
-
|
-
|
5
|
Gurame
|
14,84
|
7420
|
6
|
Tambra/Karper
|
1,5
|
826
|
7
|
Lele
|
0,5
|
72,2
|
8
|
Tawes
|
0,6
|
4125
|
9
|
Mujaer/Nila
|
2,7
|
26383
|
10
|
Grass carp
|
2,0
|
25214
|
11
|
Katak
|
-
|
-
|
12
|
Ikan hias
|
-
|
-
|
13
|
Lobeter
|
-
|
-
|
14
|
Tripang
|
-
|
-
|
15
|
Lain-lain
|
-
|
-
|
Sumber : (Data Monografi Kecamatan
Turi Semester II Tahun 2006).
Sedangkan data peternakan di Kecamatan Turi dapat
diperhatikan pata tabel 5 dan tabel 6 dibawah ini.
Tabel 5. Populasi Ternak Besar dan Ternak Kecil
|
|
||
No
|
Jenis
Ternak
|
Jumlah
(Ekor)
|
|
Jantan
|
Betina
|
||
1
|
Sapi perah
|
328
|
251
|
2
|
Sapi potong
|
1335
|
893
|
3
|
Kerbau
|
403
|
261
|
4
|
Kuda
|
16
|
9
|
5
|
Kambing
|
401
|
3641
|
6
|
|
3570
|
1957
|
7
|
Domba
|
1474
|
1487
|
8
|
Babi
|
|
|
Sumber : (Data Monografi Kecamatan
Turi Semester II Tahun 2006).
Tabel 6. Populasi Ternak Unggas
|
|
||
No
|
Jenis
Ternak
|
Jumlah
(Ekor)
|
|
1
|
Ayam buras
|
46500
|
|
2
|
Ayam ras petelur
|
4000
|
|
3
|
Ayam ras pedaging
|
112050
|
|
4
|
Itik
|
2129
|
|
5
|
Angsa
|
3245
|
|
6
|
Menthok
|
3150
|
|
7
|
Burung puyuh
|
30000
|
|
8
|
Burung merpati
|
576
|
Sumber : (Data Monografi Kecamatan
Turi Semester II Tahun 2006).
2. Sumberdaya Manusia
Jumlah penduduk di Kecamatan Turi sebanyak 34664 jiwa
dengan 9797 kepala keluarga. Adapun rincian jumlah penduduk berdasarkan jenis
kelamin dapat dilihat pada tabel 7 berikut ini.
Tabel 7. Jumlah Penduduk Berdasarkan
Jenis Kelamin
|
||
No
|
Jenis
Kelamin
|
Jumlah
(Orang)
|
1
|
Laki
|
17111
|
2
|
Perempuan
|
17553
|
Jumlah
|
34664
|
Sumber : (Data Monografi Kecamatan
Turi Semester II Tahun 2006).
Adapun jumlah penduduk menurut pemeluk agama disajikan
pada tabel 8 berikut ini.
Tabel 8. Jumlah Penduduk Menurut Pemeluk Agama
|
||
No
|
Jenis
Kelamin
|
Jumlah
(Orang)
|
1
|
Islam
|
29685
|
2
|
Khatolik
|
4671
|
3
|
Protestan
|
152
|
4
|
Hindu
|
0
|
5
|
Budha
|
4
|
Jumlah
|
34664
|
Sumber : (Data Monografi Kecamatan
Turi Semester II Tahun 2006).
Jumlah penduduk menurut usia dapat diperhatikan pada
tabel 9 dibawah ini.
Tabel 9. Jumlah Penduduk Menurut Usia
|
||
No
|
Usia
|
Jumlah
|
1
|
0 – 4
|
2534
|
2
|
5 – 9
|
3372
|
3
|
10 – 14
|
4082
|
4
|
15 – 19
|
3820
|
5
|
20 – 24
|
2740
|
6
|
25 – 29
|
2356
|
7
|
30 – 34
|
2327
|
8
|
35 – 39
|
9920
|
9
|
40 tahun ke
atas
|
3491
|
Total Penduduk
|
34664
|
Sumber : (Data Monografi Kecamatan
Turi Semester II Tahun 2006).
Untuk jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian
dapat dilihat pada tabel 10 di bawah ini.
Tabel 10. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
|
||
No
|
Pekerjaan
(Mata Pencaharian)
|
Jumlah
(Orang)
|
1
|
Petani
|
|
|
a. Petani pemilik tanah
|
7517
|
|
b. Petani penggarap tanah
|
1549
|
|
c. Petani penggarap/penyekap
|
0
|
|
d. Buruh tani
|
631
|
2
|
Nelayan
|
0
|
3
|
Pengusaha sedang/besar
|
1
|
4
|
Pengrajin /Industri kecil
|
131
|
5
|
Buruh industri
|
402
|
6
|
Buruh bangunan
|
124
|
7
|
Buruh pertambangan
|
0
|
8
|
Buruh perkebunan besar/kecil
|
0
|
9
|
Pedagang
|
246
|
10
|
Pengangkutan
|
2
|
11
|
Pegawai Negeri Sipil
|
1150
|
12
|
TNI
|
118
|
13
|
Pensiunan (PNS/TNI)
|
32
|
14
|
Peternak
|
|
|
a. Sapi perah
|
251
|
|
b. Sapi potong
|
893
|
|
c. Kerbau
|
261
|
|
d. Kuda
|
9
|
|
e. Kambing
|
2036
|
|
f. Kambing PE
|
60
|
|
g. Domba
|
0
|
|
h. Babi
|
0
|
|
i. Ayam buras
|
18
|
|
j. Ayam ras petelur
|
8
|
|
k. Ayam ras pedaging
|
0
|
|
l. Itik
|
0
|
|
m. Angsa
|
8
|
|
n. Menthok
|
20
|
|
o. Burung puyuh
|
0
|
|
p. Burung merpati
|
8
|
|
q. Kelinci
|
25
|
|
r. Ikan konsumsi
|
6
|
|
s. Peternak hias
|
0
|
|
t. Lain-lain
|
0
|
Sumber : (Data Monografi Kecamatan
Turi Semester II Tahun 2006).
Sedangkan jumlah penduduk Kecamatan Turi berdasarkan
tingkat pendidikan dapat diperhatikan pada tabel 11.
Tabel 11. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
|
||
No
|
Tingkat
Pendidikan
|
Jumlah
(Orang)
|
1
|
Belum sekolah
|
4213
|
2
|
Tidak tamat sekolah
|
4644
|
3
|
Tamat SD/sederajat
|
8878
|
4
|
Tamat SLTP/sederajat
|
8923
|
5
|
Tamat SLTA
|
4602
|
6
|
Tamat D1
|
1750
|
7
|
Tamat D2
|
52
|
8
|
Tamat Akademi/sederajat
|
478
|
9
|
Tamat Perguruan tinggi/sederajat
|
|
|
S1
|
501
|
|
S2
|
12
|
|
S3
|
2
|
10
|
Buta huruf
|
460
|
Sumber : (Data Monografi Kecamatan
Turi Semester II Tahun 2006).
B. Tinjauan Sistem Agribisnis
Pengembangan agribisnis merupakan pendekatan dalam usaha
perunggasan khususnya dalam hal ini adalah ternak puyuh. Dikatakan oleh Suharno
dalam Jonson Siahaan (2005) bahwa pendekatan agribisnis ini adalah penanganan
secara utuh seluruh aspek atau subsistem agribisnis mulai dari aspek agroinput,
aspek agroproduksi (usahatani), aspek agro industri, dan aspek agroniaga.
1. Subsistem Agroinput
1.1. Pengadaan Bibit
Dari
hasil survai penulis, bahwa ketersediaan bibit puyuh di Kecamatan Turi relatif
stabil dan tidak mengalami kesulitan. Akan tetapi bibit yang mereka peroleh
tidak mereka produksi sendiri melainkan didapatkan dari perusahaan pembibitan
puyuh secara langsung maupun melalui perantara agen sapronak.
Membeli
DOQ dari pembibit merupakan langkah paling mudah karena peternak tidak perlu
mengatur perkawinan bibit puyuh dan menetaskannya sindiri. Menurut Zainal
Abidin (2002), sebaiknya DOQ yang dibeli memiliki kualitas yang cukup baik,
yaitu proses pembibitannya terarah, misalnya dengan proses pemilihan telur
tetas (berat standar 10,5 gram), kerabang
tidak cacat, serta berasal dari induk jantan dan betina yang berkualitas baik,
di samping itu sebaiknya membeli DOQ yang sudah divaksinasi.
Secara
garis besar, bahwa hampir semua peternak puyuh di Kecamatan Turi telah
mengetahui bibit puyuh yang berkualitas baik, bahkan sebenarnya mereka mampuh
melakukan pembibitan sendiri akan tetapi semua itu terbentur oleh terbatasnya
modal. Sebab dari hasil wawancara penulis dengan beberapa responden ternak
puyuh bahwa mereka mengatakan untuk mendapatkan bibit puyuh yang baik harus
berasal dari induk pejantan dan betina dari hasil seleksi. Mereka juga
mengetahui tentang tatacara persilangan induk puyuh. Mereka mengemukakan bahwa
proses persilangan harus dilakukan pada puyuh yang tidak berkerabat (sedarah)
dengan tatacara persilangannya yaitu induk jantan yang berbulu kuning
disilangkan dengan induk betina yang berbulu hitam akan menghasilkan anak puyuh
jantan yang berbulu hitam dan anak puyuh betina yang berbulu kuning. Dengan
demikian, petani dapat mengetahui jenis kelamin puyuh yang pasti.
Biasanya
puyuh betina yang mereka budidayakan untuk dijadikan sebagai ternak penghasil
telur, ada pula yang memelihara puyuh jantan walau jumlahnya sangat terbatas
untuk digemukkan sebagai ternak potong.
Menurut
R. Eddy Sugiharto (2004), untuk memperoleh anak puyuh yang berkualitas,
disarankan untuk mengawinkan puyuh dengan puyuh lain yang tidak sedarah. Hal
ini dapat dilakukan dengan mengambil induk jantan dari peternak lain dan induk
betina milik sendiri atau induk jantan dari peternak A dan induk betina dari
peternak B. Pola persilangan ini diuraikan dalam gambar 1 berikut.
|
|
><
|
Gambar 1. Pola Persilangan Sederhana Burung Puyuh
Persilangan sederhana ini menghasilkan anak puyuh jantan berbulu hitam dan
betina berbulu kuning, namun untuk membedakan jantan dan betina (sexing) tidak dapat dilakukan pada anak
puyuh sehari (DOQ). Sexing dalam
pola persilangan baru dapat dilakukan setelah anak puyuh berumur 3 sampai
dengan 4 minggu. Pola persilangan ini dapat menghasilkan puyuh jantan yang
tidak mungkin dipelihara secara terus-menerus.
Puyuh jantan ini hanya dipelihara sampai waktu sexing lalu dijual sebagai
puyuh potong.
Ditambahkan lagi oleh R. Eddy Sugiharto (2004), ada dua cara seleksi yang
dapat dilakukan pada ternak puyuh yaitu seleksi secara fisik dan seleksi secara
genetik. Secara fisik, kondisi dan karakteristik puyuh yang akan dijadikan
induk sebagai berikut (1) sehat, aktif, dan lincah, (2) berbadan besar yang
menandakan bahwa puyuh cepat tumbuh dan kelak menghasilkan telur yang cukup
besar, (3) tidak cacat fisik, sehingga tidak mengganggu proses perkawinan dan
proses produksi, (4) nafsu makannya baik. Sedangkan seleksi secara genetik
yaitu seleksi berdasarkan sifat yang diturunkan oleh induk kepada anak atau
keturunannya. Umumnya, puyuh memiliki kemampuan bertelur relatif tinggi, yaitu
300 sampai dengan 310 butir/ekor/tahun. Kemampuan bertelur ini akan diturunkan
induk kepada anaknya. Sifat genetis yang perlu dimiliki calon induk puyuh
adalah sebagai berikut (1) calon induk berasal dari keturunan puyuh yang
mempunyai kemampuan bertelur tinggi, (2) berasal dari induk yang menghasilkan
telur yang cukup besar dengan berat 11 sampai dengan 13 gram/butir, (3) berasal
dari induk yang sehat dan tahan stres atau tidak mudah kaget, (4) berdaya
produksi cukup panjang, yaitu 1,5 sampai 2 tahun. Hal ini dapat diprediksikan
dari kondisi calon induk tersebut yaitu berat badannya mencapai 90 sampai 100
gram.
Menurut Elly
Listiyowati dan Kinanti Roospitasari (2005), salah satu proses seleksi yaitu
meliputi pemilihan anak puyuh (DOQ/Day
Old Quail). DOQ yang dipilih bukan berasal dari perkawinan inbreed yaitu perkawinan antara induk
pejantan dan betina sedarah, sebab bibit ini memiliki kecenderungan membawa
cacat bawaan yang sifatnya lebih buruk dari induk-induknya seperti kemampuan
produksinya rendah atau mudah terserang penyakit.
Agus G. T.
K dkk mengemukakan bahwa bibit merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam
beternak puyuh. Jadi, tidak mengherankan bila perlu seleksi yang ketat
untuk mendapatkannya. Bahkan daerah asal puyuh menjadi pertimbangan. Misalkan,
bila induk betina berasal dari Jawa Barat, sebaiknya induk jantannya harus
berasal dari luar Jawa Barat, seperti Semarang atau Yogyakarta. Hal ini untuk
menghindari kemungkinan munculnya inbreeding
atau kawin satu keturunan.
Menurut R. Eddy Sugiharto (2004),
ada pola persilangan lain yang lebih menguntungkan yaitu dengan mengetahui
jenis kelamin puyuh sejak masih DOQ. Sehingga tidak membutuhkan biaya perawatan
puyuh jantan. Biaya perawatan puyuh jantan hampir sama dengan biaya perawatan
puyuh betina. DOQ jantan yang masih kecil ini dapat digunakan untuk pakan lele
dumbo, dijual, atau dipelihara sebagai puyuh potong. Pemeliharaan jantan
sebagai puyuh potong membutuhkan waktu 4 sampai dengan 6 minggu. Pola persilangan
yang bisa mendapat puyuh jantan dan betina yang berbeda warna, sehingga jenis
kelaminnya dapat diketahui lebih dini (auto
sexing) tersaji dalam gambar 2 berikut.
|
|
||||||||||||
|
|
||||||||||||
|
><
Gambar 2. Pola Persilangan Burung Puyuh
Pola persilangan ini menghasilkan anak puyuh jantan berbulu hitam dan
betina berbulu kuning. Keadaan bulu anak puyuh ini akan segera diketahui begitu
telur menetas dan anak puyuh keluar dari cangkang telur. Warna bulu hitam pada
jantan dan warna bulu kuning pada betina akan tetap sampai puyuh berumur tua.
Anak puyuh jantan yang tidak dipelihara sebaiknya segera dikeluarkan karena
biaya pemeliharaannya relatif tinggi, kecuali jika ada tujuan lain, seperti
akan digemukkan sebagai puyuh pedaging.
Tentunya setelah proses persilangan tersebut tidak langsung dihasilkan anak
puyuh begitu saja, melainkan induk-induk puyuh yang telah disilangkan di dalam
alat reproduksinya akan terjadi proses fertilisasi
atau pembuahan antara indung telur (ovum)
dengan seperma (cemen) yang nantinya
akan menghasilkan telur. Dari telur inilah anak-anak puyuh akan dihasilkan
setelah ditetaskan terlebih dahulu.
Proses penetasan lebih baik menggunakan mesin penetas, sebab kalau
ditetaskan secara alami melalui induk puyuh itu sendiri tingkat kegagalannya
tinggi, hal ini dikarenakan puyuh memiliki sifat mengeram yang sangat rendah.
Dikatakan oleh Zainal Abidin (2002), puyuh umumnya tidak memiliki kemampuan
untuk menetaskan telurnya sendiri, sehingga untuk menetaskan telur tetas
dibutuhkan mesin tetas.
Menurut Agus G.T.K dkk (2001), untuk menghasilkan bibit, telur-telur
tersebut harus ditetaskan. Tentunya tidak semua telur bisa ditetaskan, pasti
dari sekian banyak yang dihasilkan, ada yang tidak layak tetas. Adapun cara
yang dapat dipakai untuk memilih telur yang layak tetas atau fertile dan yang memiliki daya tetas
tinggi sebagai berikut (1) telur diteropong dengan menggunakan kertas yang
digulung dan diarahkan ke cahaya matahari, atau dapat juga menggunakan alat
teropong khusus seperti halnya pada ayam, alat tersebut biasanya menggunakan
penyinaran lampu pijar, (2) telur dipilih dari induk betina yang berumur 4
sampai dengan 10 bulan, selain itu telur yang dipilih harus berasal dari
kandang pemeliharaan yang memiliki perbandingan jantan dan betina sebesar 3 :
1, (3) agar daya tetasnya tetap tinggi, sebaiknya telur disimpan tidak terlalu
lama. Maksimal penyimpanan yang baik adalah di bawah 5 hari. Penyimpanan lebih
dari 5 hari akan menurunkan daya tetas sebesar 3%/hari. Secara lengkap, lama penyimpanan
dan pengaruhnya terhadap daya tetas dapat diperhatikan pada tabel 12, (4) telur
yang dipilih sebaiknya yang berkerabang oval, tidak terlalu bulat atau lonjong.
Ukurannya tidak terlalu besar atau terlalu kecil, tapi yang ideal yaitu
memiliki berat rata-rata 10 s.d 11 gram/butir, (5) cangkang telur yang dipilih
tidak retak, pecah, atau memiliki bercak kelabu yang tersebar merata di
permukaan kerabang. Sebaiknya hindari warna telur yang terlalu kuning, coklat,
atau putih polos. Pilih juga kerabang yang mulus, bersih, dan tidak ada kotoran
yang menempel di permukaannya. Bila terpaksa digunakan, terlebih dahulu kotoran
tersebut dibersihkan. Jika dibiarkan, akan menutup pori-pori kulit, dan ini
akan mengurangi daya tetas telur tersebut.
Tabel 12. Lama Penyimpanan Telur Tetas Terhadap Kemampuan
Daya Tetas
|
|
Lama
Penyimpanan
|
Daya
Tetas
|
(Hari)
|
(%)
|
0 s.d 7
|
58,2
|
8 s.d 14
|
59,1
|
15 s.d 21
|
53,9
|
22 s.d 28
|
40,0
|
29 s.d 35
|
22,6
|
Sumber : Puyuh (2001)
|
|
Menurut
Elly Listiyowati dan Kinanti Roospitasari (2005), bahwa strain atau bibit puyuh yang memiliki corak warna bulu hitam
memiliki masa produksi lebih lama akan tetapi awal produksinya lebih lama pula.
Sedangkan starin atau bibit puyuh
yang memiliki corak warna bulu kuning memiliki masa produksi lebih singkat, tapi
awal produksinya lebih cepat dari pada strain
yang berwarna hitam.
1.2.
Pakan dan Air Minum
Pakan
adalah istilah yang dipakai untuk makanan ternak, terdiri atas sekumpulan bahan
makanan ternak yang digunakan untuk kebutuhan seluruh ternak dalam suatu areal
(Agro Media, 2002).
Faktor
terpenting dalam keberhasilan usaha peternakan khususnya ternak unggas puyuh
yaitu pada pakan. Baik tidaknya hasil produksi suatu ternak tergantung
pakan yang diberikan. Akan tetapi, perlu di ingat bahwa biaya produksi terbesar
yaitu terletak pada biaya pengadaan pakan. Biaya ini dapat mencapai 70%.
Puyuh pada periode pembesaran (grower)
sebaiknya diberi pakan jadi buatan pabrik. Saran atau anjuran ini berdasarkan
kecenderungan bahwa pakan buatan pabrik diproduksi dengan baik dan benar, serta
bahan dan kandungan gizinya sudah teranalisis dan sesuai dengan kebutuhan gizi
anak puyuh (R. Eddy Sugiharto, 2004).
Di alam aslinya, puyuh liar gemar memakan biji-bijian, tumbuh-tumbuhan, dan
serangga. Kemampuannya dalam berburu makan kegemarannya membuat kebutuhan gizi
untuk hidup dan produksinya dapat terpenuhi. Berbeda dengan puyuh ternak yang
tidak dapat mencari makan sendiri. Kelangsungan hidup dan produksinya seratus
persen tergantung kepada peternak. Oleh sebab itu, pemberian ransum yang tepat
akan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup dan produksinya (Elly
Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
Menurut Zainal Abidin (2002), bahwa puyuh periode DOQ membutuhkan pakan
dengan kualitas yang lebih tinggi, mencapai 25%. Hal ini disebabkan DOQ belum
mampu mengkonsumsi pakan dalam jumlah banyak, sedangkan untuk proses
pertumbuhannya puyuh membutuhkan zat-zat makanan dalam jumlah yang cukup. Untuk
puyuh grower, kadar protein pakan
yang dibutuhkan adalah 20 sampai 22%, dan puyuh layer membutuhkan pakan dengan kadar protein 18 sampai 20%. Selain
pakan yang berkualitas, jumlah pemberian pakanpun memegang peranan penting
dalam pertumbuhan dan perkembangan puyuh. Secara lengkap, kebutuhan jumlah
pakan rata-rata bagi puyuh dapat dilihat pada tabel 13.
Tabel 13. Kebutuhan Jumlah Pakan Rata-Rata Puyuh
|
|
Umur
Puyuh
|
Kebutuhan
Jumlah Pakan
|
(Hari)
|
(gram/hari)
|
0 s.d 10
|
2 s.d 3
|
11 s.d 20
|
4 s.d 5
|
21 s.d 30
|
8 s.d 10
|
31 s.d 40
|
12 s.d 15
|
41 s.d apkir
|
17 s.d 20
|
Sumber : Meningkatkan Produktifitas Puyuh (2002)
|
Secara
umum, pakan yang baik harus mengandung zat-zat makanan yang diperlukan puyuh,
seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral serta air. Selain
itu, pakan tidak mengandung racun, jamur, atau kuman penyakit. Pakan harus tersedia
di tempat atau lokasi yang dekat dengan peternakan dalam jumlah yang cukup,
harga relatif murah, dan mudah diperoleh. (Agro Media,
2002).
Protein berfungsi untuk menyusun jaringan tubuh yang dibentuk. Jaringan
tubuh tersebut berupa otot, sel darah, kuku, dan tulang. Selain itu, protein
berfungsi untuk pertumbuhan jaringan baru, bahan pembuat telur, dan sperma.
Bila kadar protein dalam pakan tidak cukup, pertumbuhan menjadi tidak normal.
Bila keadaan tersebut dibiarkan berlarut-larut, puyuh dapat mengalami kematian.
Sumber bahan makanan yang kaya protein adalah bungkil kedelai, bungkil kacang
tanah, tepung ikan, tepung hati, dan tepung cacing (Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari,
2005) dan (Agus G. T. K dkk, 2001).
Karbohidrat berfungsi sebagai penyuplai energi. Energi yang terkumpul
tersebut digunakan untuk beraktivitas sehari-hari dan menjaga temperatur tubuh.
Pada puyuh muda kelebihan karbohidrat akan diubah menjadi protein, sedangkan
pada puyuh dewasa akan diubah menjadi lemak. Makanan yang menjadi sumber
karbohidrat terutama berasal dari tumbuhan, antara lain seperti jagung, dedak
padi, minyak jagung, dan minyak wijen. Dari beberapa jenis pakan tersebut,
jagung kuning yang paling banyak digunakan, sebab kandungan karotenanya tinggi.
Karotena berguna sebagai salah satu komponen penyusun kuning telur (Agus G. T.
K dkk, 2001).
Lemak merupakan sumber karbohidrat, yang berarti sumber energi bagi ternak
yang mengkonsumsinya. Lemak berfungsi untuk mempermudah penyerapan vitamin A,
D, E, K dan kalsium (Ca). Selain itu, lemak juga berfungsi untuk membantu
penyerapan karoten dalam proses pencernaan dan menambah efisiensi dalam
penggunaan energi. Sumber lemak dapat diperoleh dari makanan yang mengandung
minyak, seperti minyak kelapa, minyak kacang kedelai, dan minyak jagung (Agro
Media, 2002).
Vitamin adalah senyawa organik yang harus selalu tersedia, walaupun dalam
jumlah sangat kecil, untuk metabolisme jaringan normal. Vitamin berfungsi untuk
memperlancar jaringan metabolisme tubuh dan menahan serangan penyakit. Vitamin
yang diperlukan puyuh adalah vitamin A, B2, B12, C, D, E,
dan K. Sumber makanan yang banyak mengandung banyak vitamin yaitu seperti
biji-bijian, dedaunan, kuning telur, dan jagung kuning (Elly Listiyowati &
Kinanti Roospitasari, 2005) dan (Agus G. T. K dkk, 2001).
Mineral berfungsi untuk memperkuat atau memperkeras kerabang telur agar
tidak mudah retak dan pecah. Mineral yang dibutuhkan puyuh ada 2 jenis, yaitu
mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro terdiri atas Ca, P, Na, K, dan Cl. Mineral
mikro terdiri atas Fe, Cu, I, Co, Zn, Mn, Se, dan Mo. Puyuh petelur memerlukan
kalsium sebanyak 2,5% dan fosfor sebanyak 0,8%. Puyuh dalam masa starter memerlukan kalsium dan fosfor
sekitar 0,5%. Pada prinsipnya, peternak harus menyediakan mineral dalam jumlah
cukup. Kelebihan mineral berpengaruh buruk terhadap kesehatan. Sementara
kekurangan mineralpun dapat mengganggu kesehatan pula. Bahan pakan yang
mengandung mineral yaitu seperti tepung tulang, kulit kerang, biji-bijian, dan
garam dapur (Agus G. T. K dkk, 2001) dan (Elly Listiyowati & Kinanti
Roospitasari, 2005).
Air yang
terkandung dalam tubuh hewan sangat tinggi, yaitu berkisar 40 sampai dengan
70%. Fungsi air sangat vital, yaitu mengangkut zat-zat pakan dari satu bagian
tubuh ke bagian tubuh lainnya. Fungsi air lainnya yaitu mempertahankan bentuk
sel, mengatur dan mempertahankan suhu tubuh, meminyaki persendian, serta
meningkatkan fungsi mata, telinga, dan reaksi-reaksi biokimia dalam tubuh. Pada
unggas, air berfungsi dalam proses pembentukan dan produksi telur, maka dari
itu fungsinya sangat vital dan air harus tersedia secara adlibitum dalam bentuk air minum (Elly Listiyowati & Kinanti
Roospitasari, 2005).
Diungkapkan
oleh Zainal Abidin (2002), bahwa air adalah inti kehidupan, sebab 60 sampai 80%
komponen penyusun makhluk hidup adalah air. Demikian halnya dengan puyuh, jika
kekurangan atau kehilangan air sampai 10%, puyuh akan mengalami
gangguan-gangguan fisiologis yang serius dan berdampak pada penurunan produksi.
Kekurangan atau kehilangan air sampai 20% akan menyebabkan kematian. Air minum
yang diberikan harus berkualitas, yakni memenuhi standar keasaman dan
kesadahan, tidak keruh, tidak mengandung logam dan mikroorganisme yang dapat
membahayakan puyuh.
Ditambahkan
lagi oleh Zainal Abidin (2002), yaitu beberapa kelainan yang dijumpai pada
puyuh akibat kekurangan air di antaranya (1) pertumbuhannya lambat, puyuh
terlihat lesu dan tidak bergairah, (2) warna bulu kusam, (3) kulit kurang
elastis, (4) produksinya kurang optimal karena proses fisiologis di dalam tubuh
banyak membutuhkan air sebagai pelarut, (5) jika air sudah tercemar logam berat
atau racun, puyuh bisa mati, dan lebih berbahaya lagi apabila kandungan
logam-logam berat itu terbawa dalam produk yang dihasilkan puyuh, misalnya
telur atau daging, sebab hal ini dapat membahayakan orang yang mengkonsumsinya.
Agar air
minum yang diberikan kepada puyuh dapat berfungsi secara optimal, maka perlu
dilakukan beberapa langkah sebagai berikut (1) air ditampung terlebihdahulu di
suatu tempat sebelum diberikan sebagai air minum, (2) tempat penampungan air
sebaiknya tidak terkena sinar matahari langsung, (3) tempat penampungan air
sebaiknya tidak terbuat dari bahan yang mudah berkarat, (4) air minum yang akan
dikonsumsi oleh puyuh sebaiknya tidak terkena pemanasan sinar matahari
langsung dan perlu dijaga agar suhunya
tidak lebih dari 25OC, (5) air minum sebaiknya diberikan secara adlibitum (tidak terbatas), (6) tempat
minum sebaiknya dibersihkan setiap hari, (7) pencampuran air dengan antibiotika
tertentu, misalnya Streptomisin, atau
Basitrasin, dilakukan secara berkala
dengan mempertimbangkan waktu retensi antibiotika tersebut dalam tubuh puyuh.
Tujuannya adalah agar antibiotika tersebut tidak terbawa dalam produk yang
dihasilkan oleh puyuh (Zainal Abidin, 2002).
1.3.
Penyakit dan Penanggulangannya
Puyuh
termasuk salah satu unggas yang peka terhadap penyakit tertentu. Selain
menimbulkan kematian, penyakit yang menyerang unggas mungil ini dapat
meningkatkan morbiditas yaitu tingkat
kesulitan hidup pada individu atau kelompok ternak. Akibatnya, biaya pengobatan
meningkat. Selain itu, ternak unggas yang telah sehat sering bertindak sebagai carrier yaitu sebagai pembawa bibit
penyakit (Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
Sakit
adalah keadaan tidak seimbang antara antibodi dengan antigen, di mana keadaan
antibodi dalam keadaan menurun dan antigen meningkat (Mata Kuliah Teknologi
Produksi Ternak Kecil, 22 Agustus 2006).
Untuk
mencegah penyakit yang dapat menyerang unggas khususnya puyuh, perlu kita lakukan
hal-hal seperti menjaga sanitasi kandang, melakukan vaksinasi, dan mengadakan
isolasi.
Bibit
penyakit menyukai tempat-tempat yang kotor. Jika peternak puyuh tidak ingin
ternaknya terserang penyakit, maka salah satu upaya pencegahannya yaitu dengan melakukan
sanitasi kandang dengan baik. Hal ini bisa dicapai dengan melaksanakan program sanitasi
dan disenfeksi kandang secara rutin (Zainal Abidin, 2002).
Vaksinasi adalah suatu usaha memasukkan bibit penyakit yang telah
dilemahkan atau dimatikan ke dalam jaringan tubuh hewan, guna mendapatkan
kekebalan (Diktat Paket Kesatuan Keterampilan, 1998).
Upaya mengadakan isolasi dapat dilakukan dengan cara membatasi kontak dunia
luar dengan puyuh yang dipelihara, misalnya mengatur lalulintas, mengontrol
keluar masuknya karyawan, larangan masuk bagi orang yang tidak ada kepentingan
ke dalam kandang, pencelupan atau penyemprotan disenfektan terhadap kendaraan,
barang atau orang yang masuk lokasi kandang (Zainal Abidin, 2002).
Usaha pencegahan dan penolakan penyakit hewan diatur pula dalam
Undang-Undang nomor 6 tahun 1967 pasal 20 ayat 1 yang berisi tentang
kegiatan-kegiatan penolakan masuknya suatu penyakit hewan ke dalam wilayah Republik
Indonesia (Peraturan Perundang-Undangan, 2007).
Mengenai tatacara pencegahan penyakit hewan telah diatur pula dalam
Undang-Undang nomor 6 tahun 1967 pasal 20 ayat 2 yang menjelaskan tentang karantina,
pengawasan lalulintas hewan, pengawasan atas impor dan ekspor hewan, pengebalan
hewan, pemeriksaan dan pengujian penyakit, serta tindakan hygiene (Peraturan Perundang-Undangan, 2007).
Berdasarkan hasil survai penulis bahwa umumnya ternak puyuh yang ada di
Kecamatan Turi Kabupaten Sleman Propinsi Daerah Istimewah Yogyakarta terserang
penyakit snot, dan pullorum atau berak kapur. Akan tetapi
sebagian besar peternak dapat mengatasi dengan melakukan pengobatan melalui
mencampur obat dengan minumannya atau bahan pakannya.
Snot adalah
penyakit pada unggas dengan ditandai adanya leleran lendir pada hidung, infeksi
kelopak mata sehingga terjadi pelekatan kelopak, pembengkakan wajah, dan suara
pernafasan yang tidak normal. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Haemophilus paragillarum. Pencegahannya
yaitu menjaga kebersihan kandang dan melakukan vaksinasi. Pemberian vaksin snot trivalent yang diinjeksikan secara intramuskuler mampu memberikan
perlindungan sebesar 78 sampai dengan 90%. Pengobatan snot dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik streptomycin, erythromycin, atau tylosin melalui
air minum atau pakannya (Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
Ditambahkan oleh R. Eddy Sugiharto (2004), bahwa penyakit snot dapat menimbulkan angka kematian
rendah, tetapi angka pesakitannya tinggi, sehingga dapat menimbulkan kerugian
secara ekonomi, yakni menurunkan produksi telur 10 sampai 40%.
Pullorum
atau berak kapur disebabkan oleh bakteri Salmonella
pullorum. Penyakit ini termasuk penyakit yang harus diperhatikan, karena
sifatnya yang mudah menular. Peralatan kandang maupun makanan dan minuman dapat
menjadi media penularan yang efektif. Bahkan induk penderita pullorum sudah bisa menulari
telur-telurnya. Tanda-tanda puyuh terserang penyakit ini adalah kotorannya
berwarna putih, dengan tanda-tanda umum seperti sayapnya terkulai, lesu, nafsu
makan hilang, sesak nafas, dan bulu mengkerut. Upaya pengobatannya dapat
dilakukan dengan furazolidone. Untuk
mencegah penularan, puyuh terinfeksi yang sudah mati harus dikubur atau dibakar
(Agus G. T. K dkk, 2001).
Adapun penyakit lain yang biasa menyerang ternak puyuh yaitu seperti radang
usus (Quail Enteritis), tetelo (Newcastle Disease), coccidiosis, cacar unggas (Fowl
Pox), bronchitis (Quail Bronchitis), aspergillosis, cacingan, flu burung (Avian Influenza), dan defisiensi
vitamin E (Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
2. Subsistem Agroproduksi
2.1. Teknis Pemeliharaan
Memelihara
puyuh merupakan hal yang mudah dilakukan. Orang yang berniat beternak puyuh
tidak harus berpendidikan tinggi. Faktor utama keberhasilan dalam beternak
puyuh adalah adanya rasa senang dan sayang terhadap puyuh, berkemauan keras,
tekun, ulet, mau mengembangkan usaha, serta dapat menjual atau memasarkan
hasilnya (R. Eddy Sugiharto, 2004).
Ditambahkan pula oleh redaksi
Agromedia (2002), faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan usaha beternak
puyuh salah satunya adalah adanya motivasi dari seorang peternak puyuh
tersebut. Seseorang yang memiliki motivasi usaha yang kuat tidak akan menyerah
begitu saja ketika mengalami kegagalan. Kegagalan yang pernah dialaminya akan
menjadi bahan perbaikan usahanya, untuk mencoba dan terus mencoba, serta tidak
takut gagal.
Secara alami, anak puyuh (DOQ)
yang menetas dari hasil pengeraman indukannya, diasuh dan dibesarkan di bawah
pemeliharaan induknya sendiri. Dalam hal tersebut si induk mempunyai fungsi
sebagai melindungi anak-anaknya dari cuaca dingin dan hujan, melatih anaknya
mencari makan dan minum, melatih anak-anaknya dari bahaya dan gangguan luar
agar selalu waspada. Akan tetapi, kemampuan induk untuk melakukan hal tersebut
sangatlah terbatas, yaitu dalam arti terbatas dalam kemampuan jumlah anak yang
dipelihara, serta terbatas dalam melakukan tugas-tugas pemeliharaan lainnya.
Oleh karena itu, untuk pemeliharaan anak puyuh dalam jumlah banyak dan
sekaligus agar jauh lebih sempurna perlu dibuatkan suatu alat yang dapat
menggantikan fungsi dari induk tersebut (Paket Satuan Keterampilan, 1998).
Menurut R. Eddy Sugiharto
(2004), pemeliharaan puyuh dapat dilakukan berdasarkan dua periode yaitu pada
periode pembesaran dan periode produksi. Pada pemeliharaan periode pembesaran,
anak puyuh yang baru menetas dipilih yang memiliki bobot 8 sampai dengan 10
gram dan berbulu jarum halus. DOQ yang sehat berbulu kering mengembang,
gerakannya lincah, besarnya seragam, dan aktif mencari pakan dan minum. Periode
pembesaran DOQ ini disebut dengan periode starter-grower
(stargo) yang dilakukan hingga anak
puyuh berumur delapan minggu. Dengan perlakuan yang tepat, berat badan anak
puyuh dapat maksimal dan seragam antara satu dengan yang lainnya, sehingga masa
produksinya bisa panjang dan baik. Pada periode ini, anak puyuh tumbuh dan
berkembang dengan pesat, sehingga memerlukan zat-zat pakan yang cukup memadai,
baik mutu maupun jumlahnya. Periode pembesaran merupakan faktor penentu
keberhasilan usaha ternak puyuh, karena berpengaruh besar terhadap pertumbuhan
badan anak puyuh. Sementara itu, lama pemeliharaan periode pembesaran
berpengaruh baik terhadap puncak produksi telur yang dicapai oleh sekelompok
puyuh. Berdasarkan percobaan yang dilakukan, pengaruh lama pemeliharaan pada
periode pembesaran terhadap puncak produksi yang dicapai dapat dilihat pada
tabel 14 di bawah ini.
Tabel 14. Pengaruh Lama Pemeliharaan Periode Pembesaran
Terhadap Puncak Produksi
|
||
No
|
Periode
Pembesaran
|
Rata-Rata
|
Puncak
Produksi
|
||
(Minggu)
|
(%)
|
|
1
|
0 s.d 4
|
91,5
|
2
|
0 s.d 5
|
92,3
|
3
|
0 s.d 6
|
94,6
|
4
|
0 s.d 7
|
95,7
|
5
|
0 s.d 8
|
98,5
|
Sumber : R. Eddy Sugiharto (2004)
|
|
Sedangkan pemeliharaan pada masa
produksi merupakan kelanjutan pemeliharaan pembesaran (stargo). Jadi, proses pemeliharaan puyuh yang ada di dalam kandang
tinggal melanjutkan saja. Sejak DOQ hingga berumur delapan minggu puyuh diberi
pakan broiler sarter dan setelah
minginjak umur sembilan minggu, pakannya diganti menjadi pakan produksi.
Puyuh
dara atau puyuh yang menginjak waktu bertelur (berumur 35 sampai dengan 42
hari) harus diseleksi, meskipun umumnya puyuh tampak bagus dan sehat karena
masa perawatan stargo yang memadai.
Puyuh dara sebaiknya segera diseleksi, yakni antara yang gemuk dan yang agak
kurus dipisahkan. Puyuh yang berat badannya mencapai 90 sampai dengan 100 gram
biasanya akan segera mulai bertelur. Karenanya, agar mencapai target mulai
bertelur saat puyuh berumur 35 sampai dengan 42 hari, pemberian pakan dan
vitamin pada periode pembesaran harus baik dan sesuai dengan yang dianjurkan (R.
Eddy Sugiharto, 2004).
2.2. Pemberian Pakan dan Air Minum
Telah
dikemukakan sebelumnya, bahwa faktor terpenting dalam keberhasilan beternak
puyuh adalah faktor pakan. Di awal telah dikemukakan pula bahwa sebaiknya puyuh
pada periode pembesaran diberi pakan jadi buatan pabrik. Hal ini dimaksudkan
bahan dan kandungan gizinya sudah teranalisis dan sesuai dengan kebutuhan gizi
anak puyuh.
Sementara
itu, puyuh pada periode produksi atau puyuh dewasa dapat diberi pakan buatan
sendiri yang terdiri dari campuran bahan pakan yang ada disekitar peternakan.
Umumnya puyuh senang diberi pakan berbentuk butiran. Karenanya, jika
memungkinkan disarankan membuat pakan berbentuk butiran (R. Eddy
Sugiharto, 2004).
Berdasarkan
hasil survai penulis, bahwa peternak puyuh yang berada di Kecamatan Turi
Kabupaten Sleman dapat membuat ransum sendiri, akan tetapi kebanyakan mereka
menggunakan ransum buatan pabrik. Sebab mereka tidak berani menanggung resiko
apabila produktivitas puyuhnya menurun seperti yang pernah mereka alami
sebelumnya. Beberapa peternak berpendapat bahwa ransum hasil buatan pabrik
dapat menghasilkan telur dengan produktif karena komposisinya telah terbukti
bermutu bagus.
Menurut Elly Listiyowati &
Kinanti Roospitasari (2005), dapat dipahami bagi peternak yang tidak menyusun
ransum sendiri, terutama bagi peternak dengan jumlah puyuh puluhan ribu ekor.
Mereka lebih memilih ransum jadi buatan pabrik dari pada menanggung kerugian
yang lebih besar apabila menggunakan ransum hasil formulasi sendiri.
Sebenarnya, bagi peternak yang ingin menyusun formulasi pakan sendiri tidak
perlu khawatir kalau produktivitas ternaknya turun. Kalau kita menyusunnya
dengan formulasi yang tepat justru kita dapat menghemat biaya pakan yang
mencapai 70 sampai 80% dengan tetap terjaga tingkat produktivitas puyuhnya.
Menurut Peni S. Hardjosworo ahli unggas dari Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor dalam Puyuh Tatalaksana Budidaya Secara Komersial oleh Elly
Listiyowati & Kinanti Roospitasari (2005), telah menemukan standar
komposisi pakan puyuh yang dapat dilihat pada tabel 15 di bawah ini.
Tabel 15. Komposisi Pakan Puyuh
Menurut Umur
|
|
|
|
|||
Bahan
Pakan
|
Umur
(Hari)
|
|||||
(%)
|
1
s.d 7
|
7
s.d 21
|
21
s.d 35
|
>
35
|
||
Jagung kuning
|
42,18
|
47,6
|
55,78
|
52,78
|
55,78
|
50,75
|
Tepung ikan teri tawar
|
15,27
|
17,18
|
16,10
|
19,11
|
17,10
|
14,54
|
Bungkil kelapa
|
9,46
|
10,64
|
10,63
|
11,83
|
10,63
|
9,67
|
Bungkil kedelai
|
19,28
|
17,18
|
6,8
|
7,99
|
8,33
|
16,67
|
Dedak halus
|
13,20
|
6,88
|
10,00
|
7,69
|
2,72
|
2,54
|
Kulit kerang
|
0,36
|
0,41
|
0,41
|
0,35
|
5,19
|
5,62
|
Vitamin mix (premix A)
|
0,25
|
0,25
|
0,25
|
0,25
|
0,25
|
0,25
|
Total
|
100,00
|
100,00
|
100,00
|
100,00
|
100,00
|
100,00
|
Sumber : Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari (2005)
|
|
|
Ditambahkan
lagi oleh Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari (2005), bahwa burung
puyuh hanya mempunyai dua fase pemeliharaan, yaitu fase pertumbuhan dan fase
produksi (bertelur). Fase pertumbuhan puyuh terbagi lagi menjadi dua, yaitu
fase starter (umur 0 sampai dengan 3
minggu) dan fase grower (umur 3
sampai dengan 5 minggu). Perbedaan fase ini beresiko pada pemberian pakan
berdasarkan perbedaan kebutuhannya.
Menurut R. Eddy Sugiharto
(2004), kebutuhan gizi puyuh berdasarkan periode pemeliharaan dapat dilihat
pada tabel 16 di bawah ini.
Tabel 16. Kebutuhan Gizi Puyuh
Berdasarkan Periode Pemeliharaan
|
|
|
|||||
No
|
Periode
Pemeliharaan
|
Protein
|
Energi
Metabolisme
|
Lemak
|
Serat
Kasar
|
Kalsium
|
Fosfor
|
Umur
(minggu)
|
(%)
|
(kkal/kg)
|
(%)
|
(%)
|
(%)
|
(%)
|
|
1
|
Stargo (0 s.d 8)
|
22 s.d 23
|
3000 s.d 3200
|
6 s.d 7
|
4 s.d 5
|
1
|
0,6
|
2
|
Layer (9 s.d apkir)
|
20 s.d 21
|
2800 s.d 2900
|
6 s.d 7
|
4 s.d 5
|
2
|
1,3
|
Sumber : R. Eddy Sugiharto (2004)
|
|
|
|
Ditambahkan lagi oleh Zainal
Abidin (2002), selain pakan yang berkualitas, jumlah pemberian pakanpun
memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan puyuh. Kekurangan
jumlah pakan juga bisa berakibat menurunnya laju pertumbuhan atau jumlah
produksi. Kebutuhan jumlah pakan untuk puyuh seperti halnya ternak-ternak
lainnya, biasanya sekitar 10% dari berat hidupnya. Angka kebutuhan ini biasanya
berada pada titik ideal ketika puyuh berumur 8 minggu. Sebelum mencapai umur
itu, puyuh membutuhkan pakan lebih dari 10% dari berat badannya. Misalnya,
sampai umur 7 hari, dengan berat badan sekitar 10 gram, puyuh membutuhkan pakan
seberat 2 sampai dengan 3 gram/hari. Secara lengkap, kebutuhan jumlah pakan
rata-rata bagi puyuh dapat dilihat pada tabel 17 di bawah ini.
Tabel 17. Kebutuhan Jumlah Pakan Rata-Rata Puyuh
|
|
Umur
|
Kebutuhan Jumlah Pakan
|
(hari)
|
(gram/hari)
|
0 s.d 10
|
2 s.d 3
|
11 s.d 20
|
4 s.d 5
|
21 s.d 30
|
8 s.d 10
|
31 s.d 40
|
12 s.d 15
|
41 sampai
apkir
|
17 s.d 20
|
Sumber : Zainal Abidin (2002)
|
|
Selain ransum utama yang berupa
konsentrat tepung komplit, puyuh memerlukan pakan tambahan berupa dedaunan
segar, seperti daun ubi, singkong, sawi, selada air, bayam, kangkung, atau
tauge. Sebelum diberikan, dedaunan tersebut dicuci terlebih dahulu agar puyuh
terhindar dari keracunan pestisida yang mungkin masih tersisa. Kemudian daun
dicincang halus agar puyuh mudah untuk menelannya. Selain mengandung sumber
vitamin, dedaunan ini juga memberikan kesibukan agar puyuh tidak saling
mematuk. Dari hasil penelitian, penambahan tepung daun, kacang-kacangan,
terutama tepung daun lamtoro sebanyak 5% dalam ransum dapat menambah rataan
berat telur per butir menjadi 10,44 gram dan meningkatkan skor warna kuning
telur (Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
Selain itu, pakan tambahan lain
yang dapat dicampurkan ke dalam bahan pakan yaitu grit. Grit diartikan sebagai
batu-batuan yang dapat membantu penghancuran pakan dalam alat pencernaan
unggas, khususnya di dalam gizard atau
ampela. Dalam perkembangannya, grit berfungsi sebagai sumber mineral, khususnya
kalsium dan fhosfor (Ca2P). Agar ke dua fungsi grit ini dapat
terpenuhi, puyuh produksi sebaiknya diberi kulit kerang yang ditumbuk halus
atau kasar. Pemberian grit kulit kerang ini sangat penting agar kulit telur
tebal, kuat, dan bagus (R. Eddy Sugiharto, 2004).
Selain komposisi zat pakan
dalam ransum, cara pemberian pakan harus diperhatikan. Bila tidak akan
mengganggu pertumbuhan, aktivitas, kesehatan, dan produksi puyuh. Pada saat
tertentu, misalnya cuaca yang sangat panas, ransum dapat dibasahi sedikit
dengan air. Dengan cara ini puyuh akan lebih bernafsu untuk makan. Ransum yang
tidak habis dimakan harus segera dibuang. Ransum basah mudah terserang jamur.
Tempat bekas pakan harus rutin dicuci dan dibersihkan. Ransum dapat diberikan
dua kali dalam sehari, yaitu pagi dan siang hari (Elly Listiyowati &
Kinanti Roospitasari, 2005).
Berdasarkan penelitian S. M.
Hassan, et all, dalam Puyuh
Tatalaksana Budidaya Secara Komersial oleh Elly Listiyowati & Kinanti
Roospitasari (2005), bahwa pemberian pakan pada siang atau sore hari pukul
14.00 sampai dengan 22.00 ternyata dapat meningkatkan kesuburan dan produksi
ternak puyuh, dibanding dengan puyuh yang diberi pakan pada pukul 06.00 sampai
dengan 14.00. Namun, bobot telur yang dihasilkan tidak berbeda.
Selain jenis komposisi bahan
pakan, cara pemberian pakan, ada hal
penting yang harus kita perhatikan, yaitu cara menyimpan bahan pakan dan
pakan. Sebab bahan pakan dan pakan yang kita simpan sembarangan dapat merusak
kandungan nutrisi di dalamnya.
Menurut R. Eddy Sugiharto (2004), pakan dan bahan pakan sebaiknya disimpan
di tempat yang kering, tidak lembap, tidak terkena hujan atau terkena air,
tidak terkena penguapan lantai, oleh karena itu lantai tempat penyimpanan
diberi alas berupa papan atau karung yang tebal. Penyimpanan bahan pakan dan
pakan paling lama 15 hari, jika lebih lama dari waktu tersebut, alas sebaiknya
dibuat lebih tinggi dari lantai, tidak menempel di dinding tembok, serta harus
terhindar dari tikus atau binatang lain yang bisa merusak kualitas dan
kuantitasnya.
Selain pakan yang kita berikan kepada ternak puyuh, air minum pun harus
kita berikan, sebab air minum ini pun sangat vital sekali fungsinya. Pakan yang
dikonsumsi puyuh akan dicerna melalui bantuan zat cair yang sebagian besar
diperoleh dari air minum.
Seperti yang telah dijelaskan di muka oleh Zainal Abidin (2002), bahwa air
adalah inti kehidupan. Ungkapan ini tidak sepenuhnya salah, karena 60 sampai
80% komponen penyusun makhluk hidup adalah air. Demikian halnya dengan puyuh.
Tidak mengherankan jika kekurangan atau kehilangan air sampai 10% puyuh akan
mengalami gangguan fisiologis yang serius dan berdampak pada penurunan
produksi, dan apabila kekurangan atau kehilangan air sampai 20% maka akan
menyebabkan kematian.
Air yang digunakan untuk minum
ternak puyuh harus air bersih yang segar, tidak berbau, dan tidak beracun. Air
ini dapat berasal dari air sumur, air ledeng, atau dari sumber mata air. Air
minum harus diberikan secara tidak terbatas (adlibitum), sehingga kapanpun
puyuh akan minum, air selalu tersedia di dalam tempat minum. Untuk anak
puyuh, agar tidak sampai terjerembab ke dalam tempat minum yang bisa
menyebabkan tubuhnya basah dan kedinginan, maka tempat minumnya diberi kerikil
atau kelereng yang disebarkan di dasar tempat minum. Anak puyuh yang kedinginan
tidak bisa makan dan minum dengan semestinya, sehingga bisa mengakibatkan
kematian. Tempat minum harus rutin dibersihkan, begitu juga dengan kerikil atau
kelereng harus dibersihkan agar tidak berbau dan bibit penyakit yang menempel
bisa hilang. Kerikil atau kelereng ini dapat digunakan hingga anak puyuh
berumur 5 sampai 7 hari. Air minum untuk anak puyuh sebaiknya diberi tambahan
vitamin dalam bentuk serbuk atau powder.
Agar anak puyuh aman dari residu-residu antibiotik, sebaiknya vitamin yang
diberikan berupa vitamin non-antibiotik seperti Neobro, Vitabro, Vita Strong,
atau Vitachick. Selain vitamin, EM-4 atau Effective
Microorganism-4 adalah bahan cair yang berwarna cokelat kehitaman dan
mengandung bakteri fermentasi bahan organik yang menguntungkan bagi ternak juga
dapat ditambahkan pada air minum puyuh. Sebab, EM-4 dapat membantu proses
pencernaan, mengurangi bau kotoran, meningkatkan nafsu makan, dan menekan
penyakit (R. Eddy Sugiharto, 2004).
2.3. Pembibitan Puyuh (Reproduksi)
Pembibitan
puyuh dapat dilakukan sendiri oleh peternak. Kegiatan yang harus dilakukan
yaitu meliputi menyeleksi calon induk yang memenuhi syarat, memilih telur tetas
yang memenuhi syarat, menyiapkan dan memeriksa kondisi mesin tetas, melakukan
kegiatan penetasan dengan kontrol dan pengawasan yang rutin, dan manangani anak
puyuh (DOQ) yang baru menetas.
Calon
induk harus diambil dari puyuh jantan dan betina yang telah diseleksi dengan
baik. Seleksi calon induk ini dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu seleksi
secara fisik dan secara genetis.
Mengenai
tatacara pembibitan puyuh pada subsistem agroproduksi ini tidak penulis
jabarkan secara panjang lebar, sebab telah diuraikan pada subsistem agroinput.
Akan tetapi, pada subsistem agroproduksi ini penulis akan memaparkan mengenai
tahap-tahap memilih telur tetas yang memenuhi syarat dan tatacara penetasannya.
Sebelum
kita melakukan penetasan telur, langkah pertama setelah kita siapkan peralatan
yaitu memilih telur puyuh tetas yang baik dari induk hasil persilangan yang
memiliki sifat genetis baik. Menurut Redaksi Agromedia (2002), telur puyuh
memiliki tiga komponen penyusun sebagai berikut (1) kulit telur atau kerabang
yang berfungsi sebagai pelindung isi telur (albumen
& yolk) agar tidak keluar, serta berfungsi sebagai lalulintas gas
oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2) dalam proses
penetasan, (2) bagian cairan yang bening atau putih telur berfungsi untuk
mengikat kuning telur agar tetap pada posisinya, (3) bagian cairan yang
berwarna kuning atau kuning telur berfungsi sebagai cadangan makanan embrio
ketika dalam proses penetasan.
Menurut Albertus Hery Suyono
dalam Trubus Nomor 191 Tahun XVI Oktober (1985), untuk mendapatkan telur tetas
berdaya tetas tinggi, perlu dilakukan seleksi. Pilih telur tetas yang baik dan
singkirkan yang kurang baik. Sifat-sifat umum yang mempengaruhi daya tetas
telur adalah kualitas eksterior telur yaitu bentuk dan ukuran kerabang,
keutuhan, dan kebersihan serta kualitas interior yaitu kantong udara, dan
fertilitas, sebab syarat utama telur tetas adalah harus fertil di samping
kualitas dalam telur harus baik. Telur yang baik kantong udaranya berada di
ujung yang tumbuh (bubling air).
Telur yang mempunyai kantong udara berpindah-pindah daya tetasnya rendah.
Agar
anak puyuh yang dihasilkan besarnya seragam, sehat, lincah, dan tidak cacat,
telur tetas harus dipilih dengan syarat-syarat sebagai berikut (1) besar dan
beratnya seragam, yaitu 11 sampai 13 gram, (2) berasal dari induk jantan dan
betina dengan perbandingan 1 : 5, (3) berasal dari induk yang tidak mempunyai
hubungan keluarga dekat, (4) berbentuk oval atau tidak terlalu bulat dan tidak
terlalu lonjong, (5) kulit telur rata, halus, utuh, serta tidak retak atau
pecah, (6) spot atau bercak kulit
telurnya jelas, tidak kabur atau samar-samar, misalnya biru atau cokelat tua
dan terang, (7) telur tetas disimpan diruang terpisah dari telur konsumsi dan
tidak terkena sinar matahari langsung dengan ruang penyimpanan yang tidak
lembap dan sirkulasi udaranya cukup baik , (8) penyimpanan telur tetas tidak
terlalu lama (paling lama 7 hari), sebab waktu penyimpanan telur tetas
berpengaruh terhadap fertilitas telur karena semakin lama waktu penyimpanan,
fertilitasnya semakin menurun (R. Eddy Sugiharto, 2004).
Menurut Albertus Hery Suyono
dalam Trubus Nomor 191 Tahun XVI Oktober (1985), daya tunas (fertilitas) merupakan faktor yang
mempengaruhi daya tetas telur. Fertilias sendiri
dipengaruhi oleh kualitas sperma pejantan dan sel telur betina unggas pembibit.
Dilaporkan bahwa defisiensi vitamin E yang berkepanjangan dapat menyebabkan
kemandulan pada beberapa pejantan. Karena itu, ransum untuk unggas pembibit harus diperhatikan
kualitasnya, agar diperoleh telur tetas yang fertilitasnya tinggi, disamping
kuantitasnya juga tinggi. Usaha yang dapat dilakukan untuk mengetahui apakah
telur tetas fertil atau tidak yaitu dengan peneropongan yang diarahkan kearah
cahaya. Telur yang kosong tidak terdapat pembuluh-pembuluh darah, sedangkan
telur yang dibuahi dan hidup di dalamnya akan tampak pembuluh-pembuluh darah
yang menyebar merata dan kelihatan gelap, dan embrio yang mati akan tampak
pembuluh darah menggumpal seperti menempel pada kulit telur serta berwarna
merah jambu.
Ditambahkan oleh R. Eddy
Sugiharto (2004), agar proses penetasan telur puyuh tidak terganggu, mesin
tetas yang baik harus disiapkan. Persiapan ini meliputi hal-hal sebagai berikut
(1) memeriksa dan memastikan kelistrikan seperti kabel, viting, dan bola lampu
dapat bekerja dengan baik, (2) membersihkan mesin tetas dari kotoran dan dari
bibit-bibit penyakit dengan cara menyemprotnya menggunakan larutan desinfektan,
(3) menjemur mesin tetas, terutama bagian dalamnya selama beberapa jam, (4)
memanaskan mesin tetas dengan cara menyalakan lampu dan mengisi bak air di
dalam mesin tetas hingga mencapai suhu yang diinginkan, (5) mengatur sekerup capsule thermostast jika suhunya kurang
atau lebih dari yang dibutuhkan, (6) menghitung dan mengatur telur tetas di
dalam rak telur dengan posisi tidur. Jika suhu mesin tetas sudah stabil atau
konstan, rak telur tetas bisa segera dimasukkan ke dalam mesin tetas, (7)
mencatat jumlah telur yang ditetaskan, suhu, tanggal, dan jam mulai masuk mesin
tetas.
Suhu yang dibutuhkan untuk
penetasan telur puyuh dibagi menjadi dua macam sebagai berikut (1) suhu tetap
atau konstan, yaitu suhu mesin tetas yang dari awal hingga akhir penetasan
tidak dirubah berkisar 39 sampai dengan 40OC, (2) suhu bertingkat,
yaitu suhu penetasan yang setiap minggunya ditingkatkan. Suhu yang dibutuhkan
adalah minggu ke satu berkisar 101 sampai 102OF, minggu ke dua
berkisar 102 sampai 103OF, dan minggu ke tiga berkisar 103 sampai
104OF yang angkanya tertera pada skala thermometer (R. Eddy Sugiharto,
2004).
Menurut Albertus Hery Suyono
dalam Trubus Nomor 191 Tahun XVI Oktober (1985), prinsip penetasan telur dalam
induk buatan yaitu (1) suhu dan perkembangan embrio, (2) kelembapan dalam induk
buatan, (3) ventilasi selama penetasan, sebab perkembangan normal embrio
membutuhkan oksigen O2 dan mengeluarkan CO2 melalui
pori-pori kerabang telur, sehingga di dalam induk buatan harus cukup tersedia O2.
Telur yang kerabangnya tertutup oleh kotoran bisa mengganggu pertukaran gas O2
dan CO2.
Posisi telur dalam induk buatan
dibedakan menjadi dua macam berdasarkan atas periode pengeraman dan penetasan.
Pada periode pengeraman hari ke 1 sampai ke 18 telur diletakkan dengan posisi
vertikal dengan bagian yang tumpul di atas, hal ini di sebut dengan “setting comparment”. Sedangkan pada
periode penetasan tiga hari terakhir telur diletakkan dengan posisi horizontal
yang disebut dengan “hatching comparment”.
Secara alam, pada saat mengeram puyuh akan memutar-mutar telur yang dierami
dengan menggunakan kaki dan paruhnya. Demikian juga pada induk buatan dilakukan
pemutaran tetapi tidak dilakukan oleh puyuh melainkan oleh manusia (Albertus Hery Suyono dalam Trubus Nomor 191
Tahun XVI Oktober, 1985).
2.4. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Penyakit
yang sering mengganggu saat proses penetasan berhasil menetaskan DOQ yaitu Pullorum, Infectious Bronchitis, CRD, Avian
Encephalomyelitis. Penyakit ini dapat ditularkan melalui bulu-bulu halus
dari unggas yang sakit atau melalui telur tetas yang tercemar. Upaya
pencegahannya yaitu melakukan dipping
terhadap telur yang akan ditetaskan dengan desinfektan, memilih telur tetas
yang bersih dari segala kotoran, menghapus hamakan mesin tetas sebelum ataupun
sesudah dipakai, tempat penetasan harus jauh dari kandang ayam dewasa,
sisa-sisa penetasan seperti kulit telur harus disingkirkan dari mesin tetas (Albertus Hery Suyono dalam
Trubus Nomor 191 Tahun XVI Oktober, 1985).
Adapun penyakit lain yang biasa
menyerang ternak puyuh seperti yang telah diterangkan dimuka yaitu seperti Snot (Infections Coryza), kolera unggas atau berak hijau, berak kapur (Pullorum), cacingan, radang usus (Quail Enteritis), tetelo (Newcastle Disease), Coccidiosis, cacar unggas (Fowl
Pox), Bronkhitis (Quail Bronchitis), Aspergillosis, flu burung (Avian
Influenza), defisiensi vitamin E.
2.4.1. Snot (Infections Coryza)
Snot adalah penyakit pada unggas dengan ditandai adanya leleran
lendir pada hidung, infeksi kelopak mata sehingga terjadi pelekatan kelopak,
pembengkakan wajah, dan suara pernafasan yang tidak normal. Penyakit ini
disebabkan oleh bakteri Haemophilus
paragillarum (Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
Pencegahannya
yaitu menjaga kebersihan kandang dan melakukan vaksinasi. Pemberian vaksin snot trivalent yang diinjeksikan secara intramuskuler mampu memberikan
perlindungan sebesar 78 sampai dengan 90% (Elly Listiyowati & Kinanti
Roospitasari, 2005).
Pengobatan
snot dapat dilakukan dengan pemberian
antibiotik streptomycin, erythromycin, atau tylosin melalui air minum atau pakannya (Elly Listiyowati &
Kinanti Roospitasari, 2005).
Ditambahkan
oleh R. Eddy Sugiharto (2004), bahwa penyakit snot dapat menimbulkan angka kematian rendah, tetapi angka
pesakitannya tinggi, sehingga dapat menimbulkan kerugian secara ekonomi, yakni
menurunkan produksi telur 10 sampai 40%.
2.4.2. Kolera Unggas atau Berak Hijau
Kolera unggas disebut juga
dengan kolera atau fowl cholera, yakni
penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang mudah menular dan menyerang berbagai
jenis unggas, dengan angka pesakitan dan angka kematian yang relatif tinggi.
Berjangkitnya penyakit kolera biasanya berkaitan erat dengan kejadian stres
akibat perubahan cuaca atau suhu udara, potong paruh, pindah kandang,
pergantian pakan, kelembapan, vaksinasi, dan kepadatan kandang. Penularan
penyakit kolera bisa melalui air atau cairan yang keluar dari hidung atau mulut
dan kotoran puyuh yang sakit. Penularan yang sering terjadi melalui air minum,
kontak langsung dengan puyuh yang sakit, dan peralatan peternakan (R. Eddy
Sugiharto, 2004).
Ditambahkan oleh R. Eddy
Sugiharto (2004), gejala-gejala penyakit kolera ini yaitu kematian puyuh secara
mendadak, puyuh tampak lesu dan mengalami demam, nafsu makan dan minum menurun,
puyuh mengantuk, bulunya berdiri, keluar cairan dari mulut, dan pernapasan
lebih cepat dari biasanya, puyuh mengalami mencret yang pada tahap awal
kotorannya berwarna kekuningan kemudian menjadi hijau bercampur lendir dengan
bau tidak sedap, puyuh ngorok karena di dalam saluran pernapasannya terdapat
lendir cairan, puyuh mengalami kekurangan cairan, terjadi pembengkakan pada
sendi sayap, kaki, dan telapak kaki, sehingga puyuh mengalami kelumpuhan.
Pengobatan penyakit kolera ini
dapat dilakukan menggunakan obat-obatan seperti Trimezyn serbuk, Quinoxalin,
Noxal, dan antibiotik. Pemberian obat ini melalui air minum atau suntikan
dengan dosis sesuai dengan anjuran di kemasan.
Pencegahan penyakit kolera
dapat dilakukan dengan cara menjaga kondisi puyuh tetap prima, yaitu dengan
memberikan pakan yang baik, vitamin, EM-4, dan jamu melalui air minum.
Sedangkan upaya pengendaliannya dapat dilakukan dengan cara memisahkan puyuh
yang sakit sedini mungkin agar penularan kepada puyuh lain tidak terjadi. Puyuh
yang mati sebaiknya segera dibakar atau dikubur, agar penyakitnya tidak
menulari puyuh lainnya.
2.4.3. Berak Kapur (Pullorum)
Pullorum atau berak kapur disebabkan oleh bakteri Salmonella pullorum. Penyakit ini termasuk
penyakit yang harus diperhatikan, karena sifatnya yang mudah menular. Peralatan
kandang maupun makanan dan minuman dapat menjadi media penularan yang efektif.
Bahkan induk penderita pullorum sudah
bisa menulari telur-telurnya dibakar (Agus G. T. K dkk, 2001).
Tanda-tanda puyuh terserang penyakit ini adalah kotorannya berwarna putih,
dengan tanda-tanda umum seperti sayapnya terkulai, lesu, nafsu makan hilang,
sesak nafas, dan bulu mengkerut dibakar (Agus G. T. K dkk, 2001).
Upaya
pengobatannya dapat dilakukan dengan furazolidone.
Untuk mencegah penularan, puyuh terinfeksi yang sudah mati harus dikubur atau
dibakar (Agus G. T. K dkk, 2001).
2.4.4. Cacingan
Agar tidak terjangkit penyakit
cacing, sebaiknya puyuh diberikan obat cacing seperti Worm X dan Ascaricid secara
rutin setiap dua sampai tiga bulan sekali.
2.4.5. Radang Usus (Quail Enteritis)
Tanda-tanda
puyuh yang terjangkit Quail
Enteritis yaitu puyuh tampak
lesu, mata tertutup, bulu terlihat kusam, serta kotoran berair dan mengandung
asam urat. Timbulnya gejala tersebut disebabkan oleh serangan bakteri anaerob yang membentuk spora dan
menyerang usus sehingga timbul peradangan pada usus dan juga dapat
mengakibatkan kerusakan hati (necrosis).
Radang usus dapat menyerang dalam waktu yang singkat. Penularan pada puyuh
memerlukan waktu kurang dari 21 hari dengan kematian tertinggi, yaitu 5 sampai
14 hari setelah penularan. Penularan radang usus disebabkan lingkungan yang
kurang bersih serta pakan, litter, dan air minum yang tercemar oleh bakteri
penyebab penyakit tersebut (Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
Pencegahan Quail Enteritis dapat
dilakukan dengan memperbaiki tatalaksana pemeliharaan serta memisahkan burung
puyuh sehat dengan puyuh yang telah terinfeksi penyakit. Pemberian streptomycin melalui air minum dengan
dosis 1 gram/5 liter air minum atau injeksi
kanamycin dengan dosis 2 sampai dengan 3 mg/ekor dapat mengobati puyuh yang
sudah terlanjur sakit (Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
2.4.6. Tetelo (Newcastle Disease)
Menurut
Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari (2005), gejala tetelo terlihat dari puyuh tampak lesu, nafsu makan
menurun, kehausan, sesak nafas, ngorok, bersin, bulu kusam, mencret berwarna
putih hijau, dan produksi telur menurun.
Tetelo
disebabkan oleh virus yang biasanya menyerang unggas seperti ayam, itik, dan
burung-burung. Penyakit ini sangat menular dan tidak jarang menimbulkan
kematian hingga 100%.
Pencegahan
dapat dilakukan dengan memberikan dan mengapur kandang dengan NaOH 2% ditambah
formalin 1 sampai 2%. Selain itu, tambahkan vaksin ND melalui air minum, tetes
mata, tetes hidung, penyuntikan maupun penyemprotan (Elly Listiyowati
& Kinanti Roospitasari, 2005).
2.4.7. Coccidiosis
Menurut
Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari (2005), gejala Coccidiosis ditandai dengan puyuh tampak
lesu dan pucat, nafsu makan menurun, tetapi nafsu minumnya meningkat, bulu
kusut dengan bulu sekitar anus kotor oleh tinja yang bercampur darah, sehingga Coccidiosis sering disebut juga penyakit
berak darah.
Coccidiosis disebabkan oleh coccidia,
yaitu hewan bersel satu dari filum
protozoa. Coccidia ini umumnya
berkembang biak dalam sel-sel epitel usus sehingga menyebabkan radang usus yang
diikuti dengan diare bercampur darah (Elly Listiyowati & Kinanti
Roospitasari, 2005).
Tatalaksana dan sanitasi
kandang yang baik dapat mencegah timbulnya penyakit ini. Kandang yang tercemar
oleh oocyst dapat diberi larutan
amoniak 20%, dengan penyiraman diterjen panas atau air soda. Ternak yang sakit
dapat diobati dengan Baiko sebanyak 2 cc/liter air untuk 2 hari. Sebelum
diobati, puyuh yang sakit sebaiknya dipuasakan terlebih dahulu (Elly
Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
2.4.8. Cacar Unggas (Fowl Pox)
Gejala cacar unggas terlihat
dari timbulnya keropeng-keropeng pada kulit yang tidak berbulu seperti pada
pial, kaki, mulut, dan faring yang bila dilepas akan mengeluarkan darah (Elly
Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
Cacar unggas ini disebabkan
oleh Poxvirus dan sudah tersebar
diseluruh Indonesia. Penyakit ini dapat menyerang seluruh bangsa unggas dari
semua umur dan jenis kelamin. Penularan terjadi bila unggas penderita dan
unggas sehat saling mematuk sehingga virus cacar masuk melalui luka yang
ditimbulkan akibat patukan. Alat-alat yang tercemar virus, nyamuk, dan lalat
penghisap darah juga dapat menjadi vektor pembawa penyakit ini (Elly
Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
Pencegahan termujarab penyakit
unggas dapat dilakukan dengan vaksinasi menggunakan vaksin Dipteria dan
mengisolasi kandang atau puyuh yang telah terinfeksi. Pemberian antibiotika,
vitamin, dan elektrolit dapat mencegah infeksi sekunder dan memperbaiki kondisi
penderita. Pemberian iodium tincture
dan suntikan vitamin A juga dapat mengobati penyakit cacar unggas ini (Elly
Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
2.4.9. Bronkhitis (Quail Bronchitis)
Menurut
Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari (2005), gejala Bronkhitis ditandai dengan puyuh
terlihat lesu, bulu kusam, gemetar, sulit bernafas, batuk dan bersin, mata dan
hidung mengeluarkan lendir, serta kepala dan leher agak terpelintir.
Quail Bronchitis adalah penyakit pernapasan yang disebabkan oleh quail bronchitis virus (adenovirus) dan
sangat menular. Selain dengan kontak langsung, cara penularannya dapat melalui
udara, alat-alat yang tercemar virus (Elly Listiyowati & Kinanti
Roospitasari, 2005).
Pencegahan penyakit ini
dilakukan dengan pemberian vaksin IB in-aktif
(infectious bronchitis) yang
berisi serotipe virus yang sama dengan penyebab IB di lapangan dan diberikan
secara muskuler. Selain itu, pemberian pakan yang bergizi dengan sanitasi
memadai dapat mencegah timbulnya penyakit ini (Elly Listiyowati & Kinanti
Roospitasari, 2005).
Menurut
Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari (2005), hingga saat ini,
pengobatan brinkhitis belum
ditemukan. Oleh karena itu, sangat dianjurkan agar puyuh yang terkena penyakit
segera dimusnahkan untuk mencegah penularan yang lebih luas lagi.
2.4.10. Aspergillosis
Gejala Aspergillosis ditandai dengan puyuh mengalami gangguan pernafasan,
paru-paru, kantung udara, dan pada mata terbentuk lapisan putih menyerupai
keju. Bentuk akut ditandai dengan kesulitan bernafas, megap-megap, mengantuk,
nafsu makan hilang, terkadang terjadi kelumpuhan, setelah itu mati (Elly
Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
Aspergillosis disebabkan oleh cendawan Aspergillus fumigatus. Penyakit ini menyerang alat-alat pernafasan.
Aspergillosis sangat menular,
terutama pada burung puyuh, burung kenari, dan anak ayam. Peternakan yang
manajemennya tidak baik, misalnya kandang lembap, kotor, kurang sinar matahari,
dan ventilasi tidak baik akan mudah terserang cendawan ini (Elly Listiyowati
& Kinanti Roospitasari, 2005).
Pencegahan dilakukan terutama
dengan memperbaiki sanitasi kandang dan lingkungan sekitarnya. Kandang
sebaiknya dibersihkan dengan 1% larutan CuCO4 atau terusi. Hindarkan
pemberian ransum yang sudah berjamur. Untuk mencegahnya, ransum diberi zat anti
jamur. Cara yang paling tepat untuk mencegah penularan adalah mengeluarkan
unggas yang sakit (Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
2.4.11. Flu Burung (Avian Influenza)
Menurut
Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari (2005), pada infeksi ringan
terlihat gejala gangguan pernapasan seperti batuk, bersin, hidung berlendir,
keluarnya air mata, pembengkakan hidung, mencret, pembengkakan pada wajah,
warna pial dan jengger membiru serta penurunan produksi telur. Pada serangan
yang hebat, unggas yang terserang mati tanpa menunjukkan banyak gejala.
Avian Influenza adalah penyakit pernapasan unggas yang disebabkan
oleh virus ganas AI, yaitu Orthomixovirus.
Kematian yang diakibatkan virus ini dapat mencapai 70% (Elly Listiyowati &
Kinanti Roospitasari, 2005).
Saat ini virus flu burung
memiliki banyak varian. Salah satu varian yaitu H5N1 yang
telah membuat gempar dunia medis. Di karenakan flu burung disebabkan oleh
virus, maka pengendaliannya dilakukan dengan sistem biosecurity. Sistem ini diterapkan dengan cara mengawasi
lalu-lalang manusia maupun kendaraan dalam peternakan. Kendaraan perlu
difumigasi dengan KMnO4 dan formalin. Selain itu, pintu masuk
peternakan perlu diberi keset yang dibasahi karbol. Dengan demikian, setiap
orang yang akan memasuki kandang harus menginjakkan kakinya pada keset yang
berkarbol tersebut. Serangan flu burung dapat dihindari dengan masuknya cahaya
matahari ke dalam kandang secara leluasa. Pencegahan lain dapat dilakukan
dengan memilih DOQ berasal dari induk yang telah divaksinasi (Elly Listiyowati
& Kinanti Roospitasari, 2005).
2.4.12. Defisiensi Vitamin E
Defisiensi vitamin E timbul
karena puyuh mengalami kekurangan vitamin E. Kekurangan vitamin E dapat terjadi
karena kesalahan dalam pemberian pakan, misalnya pakan yang seharusnya untuk
ayam ras diberikan kepada puyuh. Padahal, kandungan zat nutrisi yang terkandung
dalam pakan ayam ras tidak sesuai dengan kebutuhan puyuh. Hal ini sering
terjadi karena masih terbatasnya pengetahuan peternak (Elly Listiyowati &
Kinanti Roospitasari, 2005).
Ditambahkan lagi oleh Elly
Listiyowati & Kinanti Roospitasari (2005), untuk mencegahnya dapat
menggunakan pakan khusus puyuh dan ditambahkan egg formula dalam air minumnya setiap hari. Sementara bagi anakan,
tambahkan vitamin E dalam air minumnya setiap hari. Untuk pengobatan, bila
terlihat gejala maka puyuh sakit harus segera diberi vitamin E setiap hari pada
air minumnya.
3. Subsistem Agroindustri (Pengolahan)
Menurut Mulyono dalam Jonson
Siahaan (2005), keuntungan dalam berusaha ternak unggas dalam hal ini khususnya
puyuh, para peternak dianjurkan berusahatani secara diversifikasi. Baik
diversifikasi vertikal maupun horizontal. Diversifikasi vertikal adalah
berusahatani dalam satu jenis komoditas dengan mengusahakan penanganan dan
pengolahan hasil serta limbah komoditas yang diusahakan tersebut. Sedangkan
diversifikasi horizontal adalah berusahatani dengan mengusahakan beberapa
komoditas.
3.1. Panen
Produk utama yang diambil dari
ternak puyuh yaitu telur. Menurut Elly
Listiyowati & Kinanti Roospitasari (2005), produksi telur puyuh mencapai
130 sampai 300 butir/tahun dengan berat sekitar 10 gram.
Produk yang dihasilkan ternak
puyuh tidak hanya berupa telur saja, melainkan pada waktu puyuh betina sudah
menginjak masa apkir atau puyuh jantan yang sengaja digemukkan dapat dijadikan
sebagai produk tambahan sebagai penghasil daging. Selain itu, kotoran yang
dihasilkan ternak puyuh dapat diolah untuk dijadikan sebagai pupuk kompos
ataupun sumber bahan pakan bagi puyuh.
Dilaporkan bahwa faeces ternak unggas yang diberi pakan
komersil seperti ternak puyuh, ayam petelur (leghorn), dan ayam broiler dapat diolah untuk dijadikan sebagai
sumber bahan pakan yang memiliki kandungan protein tinggi sebab makanan yang
dicerna oleh ternak unggas tidak sepenuhnya diserap oleh tubuh unggas, protein
yang ada pada faeces berasal dari
sintesa asam urik oleh mikroorganisme menjadi protein, protein itu juga berasal
dari sel-sel epitel pencernaan yang mati atau rusak (Mata kuliah Bioteknologi
03 September 2007).
Selain telur, daging dan faeces yang dihasilkan dalam usaha
peternakan puyuh bulu puyuhpun dapat dimanfaatkan sebagai tambahan pendapatan
peternak. Selain sebagai kerajinan tangan, bulu ternak unggas dapat
dimanfaatkan sebagai pakan ternak layaknya faeces
tadi. Menurut Elly Listiyowati &
Kinanti Roospitasari (2005), pemanfaatan bulu sebagai campuran bahan pakan
ternak karena berpotensi sebagai sumber protein hewani dan sumber mineral.
Selain itu, bulu kaya akan asam amino esensial. Energi metabolisme yang
dihasilkan bulu mencapai 3,047 Kkal/kg, sedangkan protein kasarnya mencapai
86,5%.
Ada satu manfaat lagi yang
didapatkan dalam usaha ternak puyuh, yaitu puyuh selalu dipilih sebagai hewan
percobaan laboratorium. Ada beberapa pertimbangan yang dipakai, yaitu siklus
hidupnya yang relatif singkat. Seekor puyuh, khususnya Coturnix japonica, sudah mencapai dewasa kelamin pada umur 41 hari
dan dapat menghasilkan telur. Puyuh memiliki kemampuan untuk menghasilkan
keturunan sebanyak 3 sampai 4 generasi per tahunnya. Sifat inilah yang menjadi
keunggulan bahwa puyuh dapat dijadikan sebagai hewan laboratorium (Elly
Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
3.2. Pasca panen
Telur-telur puyuh yang
dihasilkan dapat langsung dipasarkan atau diolah menjadi produk konsumsi
lainnya. Walaupun langsung dipasarkan, peternak tidak langsung menjualnya,
melainkan mengumpulkan dalam jumlah tertentu yang cukup banyak kemudian
dipasarkan.
Untuk memperpanjang daya simpan
serta menjaga kesegaran dan mutu isi telur konsumsi, diperlukan teknik
penanganan yang tepat. Salah satu tekniknya adalah pengawetan, baik itu secara
konvensional maupun modern. Secera teori, bahwa proses pengawetan adalah menutup
pori-pori kulit telur agar tidak dimasuki mikroba dan mencegah air serta gas
keluar dari dalam telur (Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
Cara pengawetan konvensional
diantaranya menggunakan panas, suhu rendah, dan menggunakan bahan pengawet
seperti melapisi kulit telur dengan pembungkus kering (dry packing) dan perendaman (immersion
in liquid). Sementara pengawetan modern dengan pengeringan dan dibuat bubuk
(dengan memisahkan putih dan kuning telur sesuai kebutuhan). Ada beberapa macam
jenis pengawetan telur selain yang telah dijelaskan di atas seperti pembekuan,
pengeringan, pengawetan menggunakan abu gosok maupun menggunakan bahan pengawet
cair, pengasapan, pemindangan, pengawetan dalam kantong plastik, pengepakan
dalam kemasan tetrapak (Elly Listiyowati & Kinanti Roospitasari, 2005).
4. Subsistem
Pemasaran
Menurut Wasrob Nasruddin dkk
(2005), pemasaran menjadi hal yang krusial, sebab dalam sistem agribisnis,
subsistem pemasaran adalah bagian yang paling lemah dan yang paling kurang
tertangani dengan baik.
Menurut Nurcahyo dan Widyastuti
dalam Jonson Siahaan (2005), bahwa jalur distribusi produk peternakan unggas
khususnya burung puyuh masih bermuara pada pasar tradisional, meskipun sebagian
diantaranya sudah dapat menembus pasar swalayan, dan restoran, bahkan hotel.
Distribusi produk puyuh yang
dilakukan peternak di Kecamatan Turi kabupaten Sleman Privinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta ada yang langsung memasarkan ke konsumen, ada yang melalui pedagang
pengumpul lalu dipasarkan lagi ke pasar-pasar untuk dijual ke konsumen, ada
juga yang memasarkan melalui biro penitipan, hal ini biasa dilakukan oleh
peternak yang memasarkannya sampai ke luar kota.
Menurut Wasrob Nasruddin dkk
(2005), umumnya petani tidak langsung menjual hasil produksinya kepada konsumen
akhir, melainkan melalui beberapa perantara (pedagang dan agen). Banyak variasi
saluran tataniaga yang dapat dilalui oleh produk pertanian. Ada saluran pendek,
yaitu saluran yang langsung dari produsen ke konsumen akhir, saluran menengah
yaitu dari produsen ke pengecer lalu ke konsumen akhir, atau saluran panjang
yaitu dari produsen ke pedagang besar, lalu ke pedagang pengecer kemudian
dijual lagi ke konsumen akhir. Saluran tersebut tidak selalu merupakan satu
garis lurus, tetapi dapat bercabang-cabang.
C. Tinjauan Penyuluhan
Penyuluhan sebagai bagian dari upaya pembangunan
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum merupakan
hak asasi warga negara Republik Indonesia . Pemerintah berkewajiban menyelenggarakan
penyuluhan di bidang pertanian, perikanan, dan kehutanan. Pengaturan penyuluhan
pertanian, perikanan, dan kehutanan dewasa ini masih tersebar dalam berbagai
peraturan perundang-undangan serta belum dapat memberikan dasar hukum yang kuat
dan lengkap bagi penyelenggaraan penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan,
sehingga perlu membentuk Undang-Undang tentang Sistem Penyuluhan Pertanian,
Perikanan, dan Kehutanan (Undang-Undang RI No. 16 Tahun 2006 Tentang Sistem
Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan).
Penyuluhan
pertanian adalah pemberdayaan petani dan keluarganya beserta masyarakat pelaku
agribisnis melalui kegiatan pendidikan non formal di bidang pertanian agar
mereka mampu menolong dirinya sendiri baik di bidang ekonomi, sosial maupun
politik sehingga peningkatan pendapatan dan kesejahteraan mereka dapat dicapai.
Kegiatan penyuluhan pertanian meliputi (1) memfasilitasi proses pembelajaran
petani dan keluarganya beserta masyarakat pelaku agribisnis, (2) memberikan
rekomendasi dan mengusahakan akses petani dan keluarganya ke sumber-sumber
informasi dan sumberdaya yang akan membantu mereka dalam memecahkan masalah
yang sedang dihadapi, (3) membantu menciptakan iklim usaha yang menguntungkan,
(4) mengembangkan organisasi petani menjadi organisasi sosial ekonomi yang
tangguh, dan (5) menjadikan kelembagaan penyuluhan sebagai lembaga mediasi dan
intermediasi, terutama yang menyangkut teknologi dan kepentingan petani dan
keluarganya beserta masyarakat pelaku agribisnis. (Departemen Pertanian, 2002).
Pengertian
Penyuluhan menurut Undang-Undang Nomor 6 yaitu proses pembelajaran bagi pelaku
utama dan pelaku usaha agar mereka mampu mengorganisasikan dirinya untuk
mengakses kepada pasar, teknologi, permodalan dan sumberdaya lainnya sebagai
upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan
kesejahteraannya serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkup
hidup (Mata kuliah Masalah Khusus, 30 Nopember 2007).
Penyuluhan pertanian,
perikanan, kehutanan yang selanjutnya disebut penyuluhan adalah proses
pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu
menolong dan mengorganisasikan dirinya
dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumberdaya lainnya,
sebagai upaya untuk meningkatkan produktifitas, efisiensi usaha, pendapatan,
dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi
lingkungan hidup (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006
Bab I Pasal 1 Ayat 2).
Ruang
lingkup penyuluhan pertanian meliputi (1) bertani lebih baik, (2) berusaha dan
berbisnis lebih menguntungkan serta lebih adil, (3) berorganisasi lebih baik,
(4) bersistem informasi yang lebih baik, (5) bermasyarakat lebih baik, (6)
berlingkungan yang lebih baik, dan (7) hidup yang lebih sejahtera yang semuanya
diusahakan secara berkelanjutan (Departemen Pertanian, 2002).
Sebelum
melaksanakan penyuluhan pertanian maka langkah pertama yang harus dilakukan
yaitu membuat program atau rencana penyuluhan. Dengan adanya program atau
rencana penyuluhan pertanian ini maka petani dan rakyat yang lainnya dapat mengetahui sebelumnya
tentang usaha-usaha apa saja yang akan dilakukan.
Rencana
penyuluhan yang baik pasti telah memperhitungkan dan mempertimbangkan segala
sesuatu yang bersangkut paut pada program itu, termasuk di dalamnya disampaikan
tentang kendala-kendala yang mungkin akan dihadapi selama proses penyuluhan
sedang berlangsung.
Program
atau rencana penyuluhan pertanian dapat berisi tentang (1) materi apa yang akan
disampaikan, (2) sasarannya siapa saja, (3) di mana lokasi penyuluhan pertanian
akan dilaksanakan, (4) siapa yang akan melakukan penyuluhannya, dan (5)
bagaimana cara melakukannya.
1. Materi
(1) Materi penyuluhan dibuat berdasarkan kebutuhan dan kepentingan pelaku
utama dan pelaku usaha dengan memperhatikan kemanfaatan dan kelestarian sumber
daya pertanian, perikanan, dan kehutanan, (2) Materi penyuluhan
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berisi unsur pengembangan sumber daya manusia
dan peningkatan modal sosial serta unsur ilmu pengetahuan, teknologi, informasi,
ekonomi, manajemen, hukum, dan pelestarian lingkungan (Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 Bab VII
Pasal 27 Ayat 1 dan 2).
(1) Materi penyuluhan dalam bentuk
teknologi tertentu yang akan disampaikan kepada pelaku utama dan pelaku usaha
harus mendapat rekomendasi dari lembaga pemerintah, kecuali teknologi yang
bersumber dari pengetahuan tradisional, (2) lembaga pemerintah pemberi
rekomendasi wajib mengeluarkan rekomendasi segera setelah proses pengujian dan
administrasi selesai, (3) teknologi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat 1
ditetapkan oleh Menteri, (4) ketentuan mengenai pemberian rekomendasi
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 3 dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun
2006 Bab VII Pasal 28 Ayat 1, 2, 3, dan
4).
Materi
penyuluhan pertanian merupakan segala sesuatu yang disampaikan pada proses
penyampaian inovasi. Materi penyuluhan pertanian dapat berupa teknik budidaya,
ekonomi, manajemen usahatani, dan dinamika kelompok.
2. Sasaran
Materi
penyuluhan pertanian dapat disampaikan kepada sasaran penyuluhan pertanian,
yang terdiri atas sasaran utama yang meliputi petani dan anggota keluarganya,
sasaran penentu yang meliputi pejabat pemerintah, peneliti, produsen, dan
lembaga-lembaga yang terkait dengan aktivitas penyuluhan pertanian.
3. Lokasi
Pelaksanaan Penyuluhan Pertanian
Kegiatan
penyuluhan pertanian hendaknya dilakukan di pedesaan. Baik itu di sawah,
pekarangan rumah, kandang, dan tempat pertemuan yang ada di desa petani.
4. Siapa Yang Akan
Melakukan Penyuluhan
Tenaga
penyuluh terdiri atas (a) penyuluh pertanian lapangan yang berhubungan langsung
dengan petani dan keluarganya, (b) penyuluh pertanian urusan program adalah
penyuluh pertanian yang berpangkal di Balai Penyuluhan Pertanian dan
bertanggungjawab atas penyuluhan pertanian di wilayah kerja balai penyuluhan
pertanian, (c) penyuluh pertanian spesialis adalah penyuluh pertanian yang
mendalami dan mahir suatu cabang ilmu tertentu yang bertindak sebagai tenaga
ahli pendukung.
5. Bagaimana Cara
Melakukan
Ada
tiga metode yang dapat digunakan dalam penyuluhan pertanian, yaitu metode
perorangan (individu), metode kelompok, dan metode massal.
D. Pendekatan dan Metodelogi
Pendekatan dan metodelogi yang akan diterapkan penulis di
lokasi praktek akhir yaitu melakukan kunjungan atau pertemuan kelompok untuk
memberikan informasi kepada petani tentang pentingnya lama pencahayaan terhadap
penampilan ternak puyuhnya.
Metode yang akan penulis lakukan yaitu membuat tiga
kelompok sampel ternak puyuh, di mana di antara tiga kelompok sampel itu betina
semuanya dengan umur yang sama, dan diperlakukan sama baik itu pemberian pakan
dan air minum, kebersihan kandang, obat-obatan dan vitamin. Hanya saja di
antara tiga sampel kelompok puyuh itu diperlakukan beda pada segi
pencahayaannya, di mana kelompok puyuh A mendapat perlakuan pencahayaan murni
dari alam saja yaitu cahaya matahari biasanya mulai dari pukul 06.00 sampai
dengan 17.30 atau intensitas pencahayaannya selama 11 sampai 12 jam saja.
Sedangkan kelompok puyuh B selain mendapat pencahayaan dari alam (cahaya
matahari) juga diberikan pencahayaan buatan berupa cahaya lampu sampai pukul
22.00 atau total pencahayaannya selama 16 jam. Untuk kelompok puyuh C diberi
perlakuan pencahayaan selama 24 jam penuh yaitu cahaya dari alam dan kalau
sudah petang diberi cahaya lampu yang dibiarkan menyala sampai pagi (sampai
terbit fajar).
Dari metode kajiterap yang akan penulis lakukan seperti
langkah-langkah di atas, akan didapatkan data-data dari masing-masing sampel
kelompok ternak puyuh tersebut. Di mana menurut teori bahwa ternak unggas
khususnya puyuh yang mendapat perlakuan pencahayaan lebih lama akan mengalami
pertumbuhan lebih cepat dan tingkat produksinya lebih tinggi jika dibandingkan
dengan unggas yang hanya mendapat perlakuan murni dari alam saja (cahaya
matahari).
Ditinjau dari analisis SWOT, bahwa penulis telah melakukan
survai lokasi dan didapatkan data-data informasi tentang kelompok peternak
puyuh di Kecamatan Turi Kabepaten Sleman, baik itu informasi berupa kekuatan,
kelemahan, peluang, dan ancaman kelompok atau petani peternak dalam melakukan
usaha budidaya ternak puyuh.
Adapun pemaparan tentang kekuatan, kelemahan, peluang, dan
ancaman usaha ternak puyuh di Kecamatan Turi Kabupaten Sleman sebagai berikut :
a.
Faktor Internal
1.
Kekuatan
(Strength)
a.
Modal relatif
terjangkau (murah)
b.
Pemeliharaannya mudah
c.
Pakan mudah didapat
d.
Permintaan pasar
tinggi
e.
Sedikitnya pesaing
2.
Kelemahan
(Weakness)
a.
Sulit mendapatkan
bibit unggul
b.
Harga jual produk
tidak stabil
c.
Hanya sebagai usaha
sampingan
b.
Faktor Eksternal
1.
Peluang
(Oportunities)
a.
Jumlah konsumen meningkat
b.
Sebagai bahan makanan
alternatif yang bergizi tinggi
c. Pemasaran mudah
d. Adanya PP No. 9 tahun 1995
yang menjelaskan
bahwa
koprasi dapat
bermitra
dengan badan usaha
lain
e.Semakin
berkembangnya
pola pikir masyarakat
2. Ancaman (Treats)
a.
Harga pakan & obat
serta vitamin mahal
b.
Adanya wabah penyakit
unggas berbahaya khususnya flu burung
c.
Kurangnya sumberdaya
manusia yang terampil
Untuk lebih jelasnya, analisis SWOT usaha agribisnis ternak
puyuh di Kecamatan Turi Kabupaten Sleman dapat diperhatikan pada tabel 18 di
bawah ini.
Tabel 18. Analisi SWOT
Agribisnis Ternak Puyuh di Kecamatan Turi Kab. Sleman
Faktor Internal
Faktor
Eksternal
|
Kekuatan (Strength)
a.
Modal relatif
terjangkau (murah)
b.
Pemeliharaannya
mudah
c.
Pakan mudah didapat
d.
Permintaan pasar
tinggi
e.
Sedikitnya pesaing
|
Kelemahan (Weakness)
a.
Sulit mendapatkan
bibit unggul
b.
Harga jual produk
tidak stabil
c.
Hanya sebagai usaha
sampingan
|
Peluang (Oportunities)
a.
Jumlah konsumen
meningkat
b.
Sebagai bahan
makanan alternatif yang bergizi tinggi
c.
Pemasaran mudah
d.
Adanya PP No. 9
tahun 1995 yang menjelaskan bahwa
koprasi dapat bermitra dengan badan usaha lain
e.
Semakin
berkembangnya pola pikir masyarakat
|
Strategi S – O
a.
Prospek usaha ternak
puyuh sangat baik
b.
Pemenuhan kebutuhan
protein hewani
c.
Menciptakan lapangan
kerja
|
Strategi W – O
a.
Menyediakan bibit
lokal yang berkualitas baik
b.
Meningkatkan skala
usaha
c.
Menjual produk pada
koperasi
|
Ancaman (Treats)
a.
Harga pakan &
obat serta vitamin mahal
b.
Adanya wabah
penyakit unggas berbahaya khususnya flu burung
c.
Kurangnya SDM yang
terampil
|
Strategi S – T
a.
Menggunakan bibit
yang berkualitas baik
b.
Dilakukan pembinaan
dan kerjasama antara petani dengan lembaga penunjang untuk menghindari biaya
produksi yang tinggi & kerugian petani akibat penyakit & faktor
keamanan
|
Strategi W – T
a.
Meningkatkan
pengetahuan petani tentang tatacara memilih bibit unggul
b.
Melakukan sanitasi
kandang dan vaksinasi secara teratur kalau perlu menerapkan biosecurity
|
Tabel 19. Skoring Faktor
Strategis Internal Usaha Ternak Puyuh
Faktor Internal
|
Bobot
(b)
|
Rating
(r)
|
bXr
|
Komentar
|
Kekuatan (Strength)
|
|
|
|
|
a. Modal
relatif terjangkau
(murah)
|
0,10
|
4
|
0,4
|
a. Menarik minat petani untuk
beternak puyuh
|
b. Pemeliharaannya
mudah
|
0,15
|
4
|
0,6
|
b. Menarik minat petani untuk
beternak puyuh
|
c. Pakan
mudah didapat
|
0,15
|
3
|
0,45
|
c. Tidak membuat repot petani
|
d. Permintaan
pasar tinggi
|
0,15
|
3
|
0,45
|
d. Petani memiliki prospek usaha
yang cerah
|
e.
Sedikitnya pesaing
|
0,15
|
3
|
0,45
|
e. Petani tidak memiliki rasa
ketakutan
|
Jumlah
|
0,55
|
|
2,35
|
|
Kelemahan (Weakness)
|
|
|
|
|
a. Sulit mendapatkan bibit
unggul
|
0,15
|
4
|
0,6
|
a. Petani belum mampu
melakukan persilangan
|
b. Harga jual produk tidak stabil
|
0,15
|
3
|
0,45
|
b. Harga ditentukan dari pasar
|
c.
Hanya sebagai usaha
sampingan
|
0,15
|
2
|
0.3
|
c. Sebagai tambahan pendapatan
petani
|
Jumlah
|
0.45
|
|
1,35
|
|
Jumlah (S + W)
|
1,00
|
|
3,7
|
|
Tabel 20. Skoring Faktor
Strategis Eksternal Usaha Ternak Puyuh
Faktor Eksternal
|
Bobot
(b)
|
Rating
(r)
|
bXr
|
Komentar
|
||
Peluang (Oportunities)
|
|
|
|
|
||
a.
Jumlah konsumen
meningkat
|
0,15
|
3
|
0,45
|
a. Menjamin usaha peternakan
puyuh
|
||
b.
Sebagai bahan
makanan alternatif yang bergizi tinggi
|
0,10
|
3
|
0,3
|
b. Petani turut mencerdaskan
kehidupan
masyarakat
|
||
c.
Pemasaran mudah
|
0,15
|
3
|
0,45
|
c. Menjamin usaha peternakan
puyuh
|
||
d.
Adanya PP No. 9
tahun 1995 yang menjelaskan bahwa
koprasi dapat bermitra dengan badan usaha lain
|
0,05
|
4
|
0,2
|
d. Menjamin usaha peternakan
puyuh
|
||
e.
Semakin berkembangnya pola
pikir masyarakat
|
0,10
|
2
|
0,2
|
e. Semakin meningkatnya
optimisme petani
dalam
beternak
|
||
Jumlah
|
0,55
|
|
1,6
|
|
||
Ancaman (Treats)
|
|
|
|
|
||
a.
Harga pakan &
obat serta vitamin mahal
|
0,10
|
4
|
0,4
|
a. Petani belum mampu menyusun
formulasi pakan yang
berkualitas
|
||
b.
Adanya wabah
penyakit unggas berbahaya khususnya flu burung
|
0,10
|
3
|
0,3
|
b. Mengoptimalkan upaya
biosecurity
|
||
c.
Kurangnya
SDM yang
terampil
|
0,05
|
2
|
0,1
|
c. Harus diberikan penyuluhan
inovasi yang menarik
|
||
Jumlah
|
0,25
|
|
0.8
|
|
||
Jumlah (O + T)
|
0,8
|
|
2,4
|
|
||
Keterangan nilai Rating :
|
||||||
1 = Tidak penting
|
||||||
2 = Cukup penting
|
||||||
3 = Penting
|
||||||
4 = Sangat penting
|
||||||
Strategi terpilih
:
S – O = 2,35 + 1,6 = 3,95
S – T = 2,35 + 0,8
= 3,15
W – O = 1,35 + 1,6 = 2,95
W – T = 1,35 + 0,8 = 2,15
Strategi yang dipilih adalah S
– O karena memiliki skor tertinggi, yaitu berusaha mengoptimalkan kekuatan (strength)
dengan memanfaatkan peluang (oportunities) yang ada, yang akan
diimplementasikan pada usaha budidaya ternak puyuh.
Melalui
strategi terpilih tersebut, dapat disimpulkan langkah-langkah strategi yang
akan dilaksanakan sebagai berikut (1) melakukan pembinaan atau penyuluhan untuk
meningkatkan adopsi teknologi dan inovasi dalam bidang usaha ternak puyuh, (2)
inovasi teknologi yang akan disampaikan yaitu pada segi manajemen pencahayaan
lokasi kandang, (3) menggerakkan usaha melalui pembinaan usahatani berkelompok
dalam penerapan sapta usaha.
III. METODE
A. Metode Identifikasi Masalah
Metode identifikasi masalah yang akan dilakukan dilapangan
yaitu dengan menggunakan metode pendekatan kelompok, diskusi, anjangsana,
demplot atau kaji terap, dan seminar.
Pelaksanaan praktek akhir kegiatan penyuluhan dilaksanakan
dengan metode pendekatan kelompok dengan harapan peternak dapat mengetahui dan
memecahkan permasalahan yang dihadapi petani peternak dan usahataninya,
sehingga petani peternak akan ikut aktif mengemukakan permasalahan yang
dihadapi sekaligus mendiskusikannya.
Indikator yang menjadi tolak ukur dalam demplot
pengembangan usaha dan pemberdayaan kelompoktani yaitu untuk membuktikan kepada
petani peternak bahwa dengan inovasi teknologi yang akan disampaikan dapat
menghasilkan puyuh yang cepat mengalami dewasa kelamin dengan kuantitas telur
yang lebih banyak, dan didapatkan puyuh yang memiliki berat badan seragam.
Identifikasi masalah sedikit banyaknya telah penulis
lakukan pada saat survai lokasi dan sudah didapatkan informasi mengenai
permasalahan yang dihadapi petani peternak di Dusun Pancoh dan Kemirikebo
Kecamatan Turi Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yohyakarta.
Secara garis besar, permasalahan yang masih terdapat pada
petani peternak tersebut yaitu meliputi petani tidak berani membuat formulasi
pakan sendiri karena berdasarkan pengalaman mereka setelah memberikan pakan
pada ternak puyuh hasil formulasi sendiri didapatkan hasil bahwa produksi
ternak mereka menurun drastis. Upaya membuat formulasi pakan sendiri telah
dilakukan berkali-kali dengan berbagai campuran bahan pakan dan beragam dosis
yang mereka lakukan, masih saja menghasilkan produksi puyuh yang tidak optimal.
Maka dari itu mereka lebih memilih memberi pakan ternak puyuhnya dengan pakan
hasil formulasi pabrik. Hanya saja harga pakan yang mereka beli sangat mahal.
B. Pemberdayaan Sistem Agribisnis
Pemberdayaan sistem agribisnis dimaksudkan agar petani
peternak dapat hidup lebih sejahtera. Petani peternak yang memiliki kemampuan
dalam mengusahakan usahataninya akan lebih memiliki daya saing yang kuat.
Dalam dinamika kelompoktani, tujuan membina kelompoktani
yaitu meningkatkan kemampuan kelompoktani sehingga pada akhirnya pendapatan
mereka akan meningkat apabila mereka berhasil dalam usaha agribisnisnya sesuai
kemampuan yang telah dimilikinya.
Tujuan penyuluhan pertanian menurut Bungaran Saragih dalam
mata kuliah Dinamika Kelompok (01 Oktober 2006) yaitu meningkatkan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap, meningkatkan pendapatan, sehingga mereka akan berdaya
dan pada akhirnya mereka akan hidup sejahtera.
Permberdayaan sistem agribisnis yang akan dilakukan oleh
penulis pada praktek akhir ini yaitu mengkaji dan menerapkan pengaruh lama
pencahayaan pada ternak puyuh.
Peningkatan cara dan teknik pengolahan termasuk pengadaan
fasilitas adalah merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh di dalam usaha
peningkatan produksi ternak unggas pada umumnya dan burung puyuh khususnya.
Peternakan burung puyuh dapat berhasil baik dan berkembang dengan cepat apabila
pengelolaan baik, pencegahan dan pemberantasan penyakit dapat diatasi serta
makanan yang diberikan bernilai gizi baik dan cukup tersedia.
Penyediaan fasilitas pencahayaan baik itu jenis,
intensitas, dan lamanya cahaya terhadap pertumbuhan dan produksi telur, baik di
negara-negara yang sudah maju peternakannya maupun di Indonesia sendiri di
samping berguna untuk penerangan, juga dapat mempengaruhi kesempatan ternak
tersebut untuk makan dan minum (M. H. Togatorop dkk).
Dikatakan oleh A. Ilyas dalam Poultry Indonesia (2001),
bahwa faktor kegagalan dalam menyediakan lingkungan yang tepat selama masa grower mengakibatkan pertumbuhan unggas
khususnya puyuh terganggu, FCR buruk, dan meningkatnya serangan penyakit.
Tujuan pemberian cahaya dalam waktu lebih lama di lokasi kandang puyuh adalah
menyediakan lingkungan yang nyaman dan sehat secara efisien dan ekonomis bagi
DOQ untuk pertumbuhan yang optimal. Temperatur, sirkulasi udara, dan kelembapan
relatif adalah faktor penting yang harus diperhatikan.
Menurut M. Anwar dkk (1981), cahaya sangat diperlukan oleh
burung puyuh untuk pertumbuhan dan produksi telur. Tanaka dkk (1965) dalam M.
Anwar dkk (1981), mengatakan bahwa puyuh jantan mencapai dewasa kelamin pada
umur 36 hari apabila sehari mendapat cahaya terang selama 16 jam dan gelap 8
jam. Keadaan yang sama pada puyuh betina pada umur 52 hari mencapai 50%
produksi dan lebih awal dari pada apabila lama cahaya terang dikurangi.
Winter dan Funk (1965) dalam M. Anwar dkk (1981),
mengatakan bahwa burung puyuh yang mendapatkan cahaya akan tumbuh dan
berproduksi lebih baik karena cahaya mempunyai efek terhadap pertumbuhan gonade yang optimum dan optimum produksi
telur dapat dipertahankan bila penurunan panjang hari dapat dipertahankan
dengan memberikan penambahan cahaya terang. Dikatakan pula bahwa pengaruh cahaya
terhadap produksi telur burung puyuh adalah disebabkan burung puyuh mendapat
kesempatan makan lebih lama sehingga akan dapat mampu berproduksi lebih banyak
dan cahaya akan merangsang pengaruh pengeluaran hormon yang dihasilkan ovarium
yaitu hormon estrogen, dan juga pengeluaran hormon FSH yang akan berpengaruh
pada produksi telur.
Cahaya sangat diperlukan untuk aktifitas sekresi hormon
dari kelenjar “pituitary” yang
penting untuk pertumbuhan dan produksi telur (Morrison, 1949 dan Haberman, 1956
dalam M. H. Togatorop dkk), dan juga untuk mempercepat tercapainya dewasa
kelain pada unggas jantan dan betina (Leslie, 1961 dan Wilson dkk, 1964 dalam
M. H. Togatorop dkk), serta produksi hormon “thyroxin” (Sturkie, 1954 dalam M. H. Togatorop dkk).
Woodard dan Mather (1964) dala M. Anwar dkk (1981),
mengatakan bahwa burung puyuh yang mendapat cahaya terang selama 16 jam dan
gelap 8 jam dengan intensitas cahaya 1 food-candle
akan mempunyai performance lebih baik
dari pada cahaya terang 14 jam atau kurang dengan keadaan gelap 10 jam atau
lebih.
Dengan penambahan berbagai intensitas cahaya di malam hari
berupa lampu pijar listrik memberikan effisiensi penggunaan makanan yang lebih
baik untuk kelompok burung puyuh yang diberi cahaya dibandingkan dengan yang
tidak mendapat cahaya (Rusli, 1972 dalam M. H. Togatorop dkk). Selanjutnya
Platt (1953) dalam M. H. Togatorop dkk, melaporkan bahwa dengan pemberian
cahaya putih maupun merah pada ternak unggas selama lebih dari 10 jam sehari
waktu musim dingin memberikan hasil produksi yang lebih tinggi bila
dibandingkan dengan yang tidak diberi cahaya.
Menurut Anbor Acres, yang perlu diperhatikan sistem
pencahayaan pada unggas meliputi (1) menurut sumber cahaya yang digunakan yaitu
lampu pijar, fluorscent, dan sedium tekanan tinggi, (2) cahaya lampu pijar
memberikan jarak spektrum yang baik, tetapi tidak efisien energi. Cahaya lampu
pijar dengan pengeluaran lumen lebih tinggi per Watt akan mengurangi
pengeluaran biaya, (3) bola lampu fluorscent memproduksi tiga sampai lima kali
jumlah cahaya per Watt dibandingkan lampu pijar, kehangatan bola lampu putih
fluorscent akan mendorong pertumbuhan dan produksi telur, (4) bola lampu sodium
tekanan tinggi sangat efisien dan lebih efektif dalam langit-langit kandang
tinggi (minimum langit-langit tiga meter
atau 10 ft), memproduksi kira-kira 10 kali jumlah cahaya per Watt dibandingkan
dengan cahaya lampu pijar, (5) sistem pencahayaan penting dikontrol dalam 24
jam. Waktu pengecekan mingguan, jika daerah cenderung kekuatan listrik kurang
baik, sebaiknya pengecekan dilakukan setiap hari, (6) bola lampu harus
dibersihkan secara teratur dari debu yang bisa menyebabkan intensitas cahaya
sebenarnya dapat menjagkau ternak, (7) pemantul cahaya di atas bola lampu bisa
membantu mengarahkan cahaya langsung ke ternak.
Selain itu, menyediakan cahaya selama 23 sampai dengan 24
jam untuk hidup tiga hari pertama anak puyuh (DOQ) membantu belajar makan dan
minum pada lingkungan baru.
1. Rencana Bahan dan Metoda Kaji Terap
Kaji
terap ini akan dilaksanakan selama 8 minggu, mulai dari bulan Maret sampai
dengan bulan April di Kelompoktani Puyuh yang berlokasi di Dusun Pancoh dan
Dusun Kemirikebo Desa Girikerto Kecamatan Turi Kabupaten Sleman Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta.
Digunakan
60 ekor DOQ atau puyuh fase layer berkelamin betina yang dibagi dalam tiga
kelompok perlakuan, masing-masing kelompok menggunakan 30 ekor dengan perlakuan
sebagai berikut :
P0 : Kelompok puyuh 1 dalam kandang A yang tidak diberi
perlakuan khusus,
hanya mendapat pencahayaan murni dari alam
(12 jam per hari).
P1 : Kelompok puyuh 2 dalam kandang B yang diberi perlakuan
pencahayaan
selama 16 jam perhari (cahaya alam &
cahaya lampu).
P2 : Kelompok puyuh 3 dalam kandang C yang diberi perlakuan
pencahayaan
selama 24 jam (cahaya alam & cahaya
lampu).
Selama
penelitian semua burung puyuh diberi makanan jadi produksi pabrik dan pemberian
makanan dan minum secara adlibitum.
Data yang akan dikumpulkan selama penelitian adalah tingkat penambahan berat
badan dari masing-masing kelompok puyuh dan tingkat kecepatan matang kelamin
dari masing-masing kelompok puyuh.
Semua
parameter di atas secara statistik akan dianalisa dengan Rancangan Acak Lengkap
(RAL). Untuk lebih jelasnya gambaran Rancangan Acak Lengkap (RAL) disajikan pada tabel 21.
Tabel 21. Bentuk Pengkajian Rancangan Acak Lengkap (RAL)
|
|||
Ulangan
|
Perlakuan
|
||
P0
|
P1
|
P2
|
|
1
|
P0-U1
|
P1-U1
|
P2-U1
|
2
|
P0-U2
|
P1-U2
|
P2-U2
|
3
|
P0-U3
|
P1-U3
|
P2-U3
|
4
|
P0-U4
|
P1-U4
|
P2-U4
|
5
|
P0-U5
|
P1-U5
|
P2-U5
|
6
|
P0-U6
|
P1-U6
|
P2-U6
|
7
|
P0-U7
|
P1-U7
|
P2-U7
|
Keterangan :
P0 : Kontrol (tanpa perlakuan khusus)
P1 : Perlakuan 1 (pencahayaan selama 16 jam perhari)
P2 : Perlakuan 2 (pencahayaan selama 24 jam)
U1 s.d U7 : Ulangan perlakuan dalam minggu
C. Pemberdayaan Kelompoktani
Menurut
Samsudin (1976), kelompoktani adalah kumpulan petani yang bersifat nonformal,
berada dalam lingkungan pengaruh seorang kontaktani, memiliki pandangan dan
kepentingan yang sama untuk mencapai tujuan bersama di mana hubungan satu sama
lain sesama anggota bersifat luwes, wajar, dan kekeluargaan.
Pemberdayaan
kelompoktani dapat dilakukan dengan melakukan suatu usaha atau kegiatan
agribisnis dan kegiatan kelompok diatur dalam manajemen yang rapih dalam wadah
Gapoktan (Mata kuliah Masalah Khusus, 30 Nopember 2007).
Fungsi
kelompoktani sebagai kelas belajar mengajar maksudnya yaitu bahwa kelompoktani
merupakan wadah bagi anggotanya untuk berinteraksi guna meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam berusahatani yang lebih baik dan
menguntungkan serta mandiri untuk mencapai kehidupan yang lebih sejahtera.
Fungsi
kelompoktani sebagai unit produksi berarti usahatani yang dilaksanakan oleh
masing-masing anggota kelompok secara keseluruhan dipandang sebagai satu unit
produksi, sehingga dapat dikembangkan untuk mencapai skala ekonomi yang
berwawasan agribisnis.
Fungsi
kelompoktani sebagai wahana kerja sama berarti kelompoktani yang ada merupakan
tempat untuk memperkuat kerja sama di antara sesama petani dalam kelompok dan
antar kelompok serta dengan pihak lain untuk meningkatkan produktivitas dan
pendapatan serta menghadapi ancaman dan tantangan, hambatan serta gangguan.
Pemberdayaan
kelompoktani tidak terlepas dari peran penyuluh dalam kegiatan pembinaan
kelompok binaannya dalam suatu penyampaian inovasi. Adapun kegiatan pembinaan
atau penyuluhan memiliki tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Pada tujuan
jangka pendeknya yaitu PPL berupaya merubah pengetahuan, sikap dan keterampilan
petani kearah yang lebih baik. Sedangkan tujuan jangka panjangnya yaitu
meningkatkan kesejahteraan hidup petani. Kalau petani sudah sejahtera
kehidupannya dapat disimpulkan atau diprediksikan bahwa petani itu telah
berdaya dalam mengelola kegiatan usahataninya (Mata kuliah Masalah Khusus, 30
Nopember 2007).
Penumbuhan
kelompoktani ditujukan pada proses pengembangan kesadaran petani, agar kerja
sama dengan pihak petani lain dapat timbul sehingga tumbuh keinginan untuk
membentuk kelompok, yang pembentukannya dapat didasarkan pada hamparan
usahatani, jenis usahatani, dan domisili petani. Selain itu kesempatan petani
sendiri untuk merealisasikan tumbuhnya suatu kelompoktani diperlukan melalui
pendekatan kelompok dengan memperhatikan beberapa faktor seperti (1) adanya
kepentingan bersama antar anggota, (2) adanya kesamaan kondisi sumberdaya alam
dalam berusahatani, (3) adanya kondisi masyarakat dan kehidupan sosial yang
sama, (4) adanya rasa saling percaya antar anggota, dan (5) adanya kepemimpinan
dalam kelompok.
Untuk
meningkatkan kemampuan petani dan keluarganya dapat dilakukan melalui
pendekatan kelompok agar mereka lebih berperan sebagaimana yang diharapkan
sesuai dengan peranan yang lebih meningkat, maka pandangan petani sebagai objek
akan dapat berubah menjadi subjek pembangunan dengan peran sebagai berikut (1)
mampu berbicara untuk mengemukakan pendapat, (2) mampu mengambil keputusan
sendiri, (3) mampu membiayai usahataninya dengan usahanya sendiri dan atau
dengan kredit yang sehat sehingga mempunyai usaha yang menguntungkan, (4)
berperan dalam menentukan kegiatan kemasyarakatan di sekitar lingkungannya.
Metode
yang digunakan dalam penyuluhan pertanian dapat dibagi ke dalam tiga golongan
yaitu (1) metoda penyuluhan pertanian massal, (2) metode penyuluhan pertanian
kelompok, (3) metode penyuluhan pertanian perorangan.
Metode
penyuluhan pertanian massal. Pada
dasarnya hanya dapat menimbulkan tahap kesadaran dan minat saja dengan sifat
sasarannya yang heterogen atau berlainan watak dan perilaku, dengan melihat
masyarakat tani dalam satu kesatuan yang dianggap sama. Menurut Pusat Manajemen
Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (2001), metode penyuluhan pertanian
massal dapat dilakukan melalui bantuan media audio dan visual seperti
radio, televisi, film, slide, surat kabar, majalah dan media lain yang bersifat
massal, di mana dasar tujuannya yaitu mengarahkan perhatian petani pada suatu
hal yang lebih baik dan menguntungkan.
Metode
Penyuluhan Pertanian Kelompok. Tahap
kesadaran dan tahap minat akan diarahkan menjadi tahap menilai dan mencoba.
Petani dalam kegiatan ini diajak dan dibimbing serta diarahkan secara
berkelompok untuk melaksanakan suatu kegiatan yang lebih produktif atas dasar
kerja sama. Di sini dapat digunakan media pertemuan, kursus, latihan, diskusi,
karyawisata, demonstrasi, perlombaan kelompok, dan kegiatan lain dalam bentuk
kelompok (Samsudin, 1976).
Metode
Penyuluhan Pertanian Perorangan.
Metode ini dilakukan atas dasar hubungan langsung antara penyuluh dengan
sasaran. Hubungan perorangan ini dapat dilakukan dengan media surat-menyurat,
kunjungan rumah, pemberian penghargaan, dan pengakuan secara perorangan (Samsudin,
1976).
Dari
ketiga metode penyuluhan pertanian di atas, metode massal sifatnya kurang
insentif, karena hanya dapat menimbulkan tahap kesadaran dan minat saja. Metode
kelompok merupakan metode pengarahan yang memerlukan bimbingan lanjutan, di
sini telah terlihat gejala mencoba dan menilai sesuatu yang telah diketahui.
Paling insentif ditinjau dari tujuan penyuluhan pertanian yaitu metode
perorangan, dengan adanya hubungan langsung maka dapat diketahui bagaimana
keadaan petani sebenarnya, akan tetapi ditinjau dari segi waktu dan biaya metode ini kurang efektif dan efisien, karena
metode ini memerlukan waktu yang cukup lama dan membutuhkan tambahan biaya yang
cukup besar (Departemen Pertanian, 1969).
Fungsi
penggunaan metode penyuluhan pertanian adalah (1) agar proses penyuluhan lebih
efektif dan efisien karena hemat energi, hemat waktu, hemat biaya, mudah untuk
dipahami, dan akan memberi kesan tersendiri, (2) mendorong sasaran agar lebih
kreatif, sehingga petani dapat mengembangkan informasi di lahan usahataninya,
(3) agar penyuluh terampil untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi
penggunaan metode.
Dari
usaha pemberdayaan petani yang telah dilakukan harus dilakukan evaluasi guna
mengetahui tingkat adopsi petani terhadap inovasi yang disampaikan. Evaluasi
ini dilakukan pada awal pembinaan (pre-test)
dan pada akhir pembinaan (pos-test).
Evaluasi awal (pre-test) bertujuan
untuk mengetahui tingkat kemampuan petani sebelum disampaikan mengenai inovasi
teknologi baru, sedangkan evaluasi akhir(pos-test)
bertujuan untuk mengetahui tingkat penerapan inovasi teknologi setelah
dilakukan pembinaan, apakah ada peningkatan kemampuan atau tidak.
Alat
atau instrumen pengumpul data menggunakan faktor penentu (kuisioner) untuk
mengukur aspek teknik, aspek pemasaran, dan aspek kelembagaan budidaya burung
puyuh.
Pengambilan
dan pengumpulan data responden dilakukan dengan metode deskriptif yaitu
evaluasi antara perbandingan sebelum pembinaan (pre-test) dan setelah pembinaan (pos-test), baik itu aspek teknis, kelembagaan dan pemasaran. Metode
evaluasi tingkat adopsi inovasi melalui kuisioner dengan skoring sebagai alat
ukur disajikan pada lampiran 2.
DAFTAR PUSTAKA
________. Pencahayaan. Arbor Acres.
________. 1969. Penyuluhan Peternakan. Departemen
Pertanian. Jakarta.
________. 1998.
Paket Satuan Keterampilan. Bogor.
________.
September 2000. Puyuh Bangkit Kembali di
Yogyakarta. Trubus : 74-75.
________. 2001.
Puyuh. Agromedia Pustaka.
Jakarta.
________. 2001. Media
Visual Dalam Pelatihan dan Penyuluhan. PMPSDMP.
________.2002. Kebijaksanaan
Nasional Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian. Departemen Pertanian.
________. 2002.
Puyuh : si Mungil Penuh Potensi.
Agromedia. Depok.
________. 2006.
Data Monografi Kecamatan Turi Kabupaten
Sleman. Sleman.
________. 2006. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian,
Perikanan, dan Kehutanan.
Abidin Zainal.
2002. Meningkatkan Produktivitas Puyuh :
si Mungil yang Penuh Potensi. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Anwar M,
Harimurti Sri, Yuwanta Tri. 1981. Pengaruh
Cahaya dan Tipe Lantai Terhadap Peformance Burung Puyuh (Coturnix Japonica).
Proceedings Seminar Penelitian Peternakan 448-454.
G. T. K. Agus. 2001. Puyuh. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Hery Albertus
Suyono. Oktober 1985. Penetasan Telur
dengan Induk Buatan. Trubus : 36-40.
Ilyas A. Juni
2001. Manajemen Pemanasan Pada Broiler.
Poultry Indonesia : 49-52.
Listiyowati
Elly, Roospitasari Kinanti. 2005. Puyuh :
Tatalaksana Budidaya Secara Komersial. Penebar Swadaya. Jakarta.
Mata Kuliah
Bioteknologi. 03 September 2007.
Mata Kuliah
Dinamika Kelompok. 01 Oktober 2006.
Mata Kuliah
Masalah Khusus Peternakan. 30 Nopember 2007.
Mata Kuliah
Teknologi Produksi Ternak Kecil. 22 Agustus 2006.
Nasruddin
Warob, dkk. 2005. Manajemen Agribisnis.
STPP. Bogor.
Putra Kenedy.
2007. Peraturan Perundangan Peternakan. STPP. Bogor
Putro
Heriyanto. Juni 2004. Program Pencahayaan
Layer. Poultry Indonesia : 62-63.
Samsudin U. 1976. Dasar-Dasar
Penyuluhan dan Modernisasi Pertanian. Binacipta. Majalengka.
Siahaan Jonson.
2005. pengembangan Usaha Ternak Ayam
Buras & Pemberdayaan Kelompoktani di Kecamatan Gunung Guruh Kab. Sukabumi
Provinsi Jawa Barat. STPP. Bogor.
Sugiharto Eddy.
2004. Meningkatkan Keuntungan Beternak
Puyuh. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Togatorop M. H,
Resnawati Heti, Siregar A. P. Pengaruh
Cahaya Terhadap “Performance” Ayam Petelur. The Influence of Artificial
Lighting on the Performance of Laying Hens.